Dari PPDB hingga Beban Praktik di SMK, Imam Taufik Serap Aspirasi Pendidikan di Gunungkidul

Gunungkidul, dprd-diy.go.id – Dari PPDB hingga beban praktik di SMK, Wakil Ketua DPRD DIY, Ir. Imam Taufik, menyerap berbagai aspirasi pendidikan saat melakukan kunjungan kerja ke SMK Muhammadiyah 1 Playen pada Selasa (1/7/2025). Kunjungan ini berfokus pada peninjauan implementasi sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) sebagai upaya mewujudkan pemerataan akses dan mutu pendidikan kejuruan, khususnya di wilayah Kabupaten Gunungkidul.

Dalam kesempatan tersebut, Imam menyampaikan pentingnya mendengar langsung aspirasi sekolah-sekolah swasta terkait pelaksanaan PPDB. Ia menilai SMK Muhammadiyah 1 Playen patut mendapat perhatian karena kiprahnya yang menonjol dalam pendidikan kejuruan di Gunungkidul.

“Sekarang ini musim SPMB (Sistem Penerimaan Murid Baru), kenapa saya ke sini, pertama karena mudah dijangkau, kemudian SMK ini saya kira terbaik di Gunungkidul sehingga layak diberikan apresiasi dan atensi,” ujarnya.

Ia menambahkan bahwa kunjungan ini sekaligus menjadi ajang menjaring masukan terkait regulasi dari Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga (Disdikpora) DIY yang diberlakukan dalam proses PPDB tahun ini.

“Terkait SPMB ini saya ingin mendapatkan masukan dari teman-teman di lapangan terkait regulasi yang dilakukan Dikpora, apakah tahun ini dianggap sudah memenuhi aspirasi dari teman-teman swasta atau masih sama dengan tahun kemarin atau malah masih kurang. Nah ini akan menjadi masukan saya ke depan,” lanjutnya.

Sementara itu, Kepala Sekolah SMK Muhammadiyah 1 Playen, Drs. H. Wardiyo, M.Pd., menjelaskan bahwa pihaknya menargetkan penerimaan siswa baru sebanyak 396 orang, dengan proyeksi pendaftar hingga saat ini mencapai 320 orang.

Ia juga menjabarkan bahwa PPDB tahun ini menggunakan tiga jalur, yakni zonasi radius, zonasi reguler dan afirmasi. Namun ia menyoroti ketimpangan dalam pengaturan rombongan belajar (rombel) antara sekolah negeri dan swasta, khususnya pada jurusan teknik yang banyak membutuhkan praktik.

“Kalau SMK disamakan dengan SMA yakni sejumlah 36 murid per rombel akan luar biasa bebannya, terutama saat praktik di teknologi. Pengawasan ke siswanya akan terbatas dan tidak optimal. Hal tersebut akan berpengaruh ke output karena kurangnya pengawasan, keselamatan kerja bahkan kerusakan alat,” terang Wardiyo.

Menurutnya, idealnya satu guru praktik hanya mengampu maksimal 16 siswa agar efektivitas dan keselamatan praktik tetap terjaga, mengingat porsi pembelajaran di SMK sebanyak 70 persen adalah praktik. SMK Muhammadiyah 1 Playen bahkan menerapkan sistem blok mingguan antara teori dan praktik untuk efisiensi waktu dan hasil.

Selain itu, ia juga memaparkan tantangan dalam menjaring siswa baru, terutama karena kesenjangan antara jumlah lulusan SMP dan kapasitas daya tampung SMA/SMK di Gunungkidul. Guna mengatasi hal tersebut, pihak sekolah telah menerapkan sistem jemput bola ke berbagai wilayah, termasuk Saptosari, Girisubo dan Tepus.

“Kami memberlakukan sistem jemput bola karena daya tampung SMK/SMA lebih besar daripada lulusan SMP yang berjumlah sekitar 8.000 siswa, sedangkan daya tampung SMK/SMA sekitar 13.000 siswa. Kalau kita tidak jemput bola berarti kita menyerah,” jelasnya.

Wardiyo berharap, aspirasi dari sekolah swasta seperti SMK Muhammadiyah 1 Playen dapat disampaikan oleh DPRD DIY kepada pemerintah daerah hingga ke tingkat pusat.

“Kami harap adanya diskusi ini, masukan dari DPRD bisa disampaikan ke lembaga eksekutif di provinsi, syukur bisa sampai pusat sehingga mewakili kami dari sekolah Muhammadiyah dan sekolah swasta di Gunungkidul,” pungkasnya.

Menanggapi hal tersebut, Imam mengaku sangat mengapresiasi perjuangan para guru dan tenaga pendidik yang bekerja keras menjaring siswa baru, bahkan hingga ke rumah-rumah calon siswa.

“Dari kegiatan ini banyak yang kita dapatkan, terutama terkait perjuangan para guru dan juga karyawan yang luar biasa dalam rangka mendapatkan murid baru. Mereka berjibaku di lapangan, termasuk datang ke rumah-rumah untuk memastikan bahwa lulusan SMP yang ada di Gunungkidul bisa tertarik untuk masuk ke SMK Muhammadiyah 1 Playen. Ini saya kira sesuatu yang perlu kita apresiasi,” ungkapnya.

Ia juga menyatakan bahwa usulan ideal jumlah siswa praktik per rombel patut dipertimbangkan kembali untuk menjamin kualitas lulusan.

“Masukan dari teman-teman di SMK bahwa untuk rombel, terutama di kegiatan praktik ini saya kira perlu dikaji ulang ya. Karena idealnya praktik per rombel itu 1 guru mengampu 16 sampai 20 siswa. Artinya memang perlu dievaluasi rombelnya. Masukan kita agar rombel yang sekarang ini 36 bisa dikembalikan lagi menjadi 32, sehingga harapannya proses belajar mengajar itu bisa menghasilkan output yang berkualitas,” tegasnya.

Tak hanya itu, Imam juga menyoroti kesenjangan antara jumlah lulusan SMP dan daya tampung SMA/SMK yang belum seimbang, serta pentingnya mengaktifkan kembali semangat wajib belajar 12 tahun di masyarakat.

“Sebagian warga masyarakat belum berminat melanjutkan pendidikan, terutama di pinggiran, sehingga ini berpotensi untuk kekurangan murid. Ini menjadi tantangan bagi Pemkab Gunungkidul agar wajib belajar 12 tahun bisa digalakkan, sehingga semua anak sekolah yang sudah wajib sekolah itu bisa sekolah, dan daya tampung SMK/SMA bisa terisi dengan baik,” katanya.

Ia menyampaikan bahwa sebagian dari isu-isu tersebut akan menjadi bahan pembahasan DPRD dengan pemangku kebijakan, baik di tingkat provinsi maupun pusat. Rencananya, pemanfaatan Dana Keistimewaan (Danais) di bidang pendidikan juga akan diperluas, termasuk untuk memberikan apresiasi kepada guru dan mendukung citra Yogyakarta sebagai Kota Pendidikan. (dta/lz)

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*