Inklusi Difabel dan Perlindungan Digital Warnai Public Hearing Raperda DIYLA

Jogja, dprd-diy.go.id – Isu inklusi difabel dan perlindungan digital bagi anak menjadi sorotan dalam agenda Public Hearing Panitia Khusus (Pansus) BA 27 Tahun 2025 tentang Rancangan Peraturan Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta Layak Anak (Raperda DIYLA) yang digelar pada Selasa (30/9/2025). Forum ini menghadirkan masukan dari pakar, akademisi, hingga forum anak, untuk memperkuat substansi regulasi yang dirancang sebagai upaya menyeluruh dalam melindungi, memenuhi hak, dan mendorong partisipasi anak dengan tetap berlandaskan kearifan lokal dan nilai budaya Yogyakarta.

Raperda DIYLA menjadi terobosan penting karena akan menjadi payung hukum pertama di Indonesia yang mengatur tentang provinsi layak anak. Regulasi ini menekankan sinergi antara pemerintah, masyarakat, dunia usaha, perguruan tinggi dan forum anak dalam menciptakan lingkungan yang aman dan ramah bagi tumbuh kembang anak.

Dalam rapat pembahasan tersebut, anggota Pansus, RB. Dwi Wahyu B., S.Pd., M.Si., menyoroti secara khusus peran bahasa dan budaya Jawa sebagai fondasi pembentukan karakter anak di Yogyakarta, yang menurutnya tidak boleh diabaikan dalam substansi Raperda.

“Bahasa Jawa adalah bahasa ibu yang mengandung etika dan tata krama. Jika Raperda ini bisa menghidupkan kembali bahasa dan sastra Jawa, maka karakter anak-anak kita akan terbangun kuat. Bahasa itu awal dari sebuah peradaban, sehingga perlu ditegaskan dalam implementasi regulasi,” ungkap Dwi.

Sementara itu, Wakil Ketua Pansus, Hifni Muhammad Nasikh, S.E., M.B.A., menekankan bahwa pihaknya berharap dapat menyajikan dan menciptakan kebijakan yang ramah dan layak anak, sehingga anak-anak bisa tumbuh menjadi generasi yang lebih baik, unggul, berkarakter luhur Jogja, serta mampu berkontribusi dalam pembangunan di masa depan.

“Kami berharap dapat menghadirkan kebijakan yang ramah dan layak anak, sehingga mereka tumbuh menjadi generasi yang lebih baik, unggul, berkarakter luhur Jogja dan siap menjadi generasi emas yang berperan dalam pembangunan di masa depan,” tegas Hifni.

Dukungan juga datang dari berbagai pemangku kepentingan. Santi, perwakilan Pusat Layanan Penanganan Korban Kekerasan Perempuan dan Anak, mengingatkan bahwa perkembangan media sosial membawa ancaman serius bagi anak-anak jika tidak diatur secara ketat.

“Pembatasan penggunaan media sosial perlu diperhatikan serius, karena banyak kasus anak menjadi korban kekerasan seksual berbasis online. Sampai saat ini, lembaga rehabilitasi pun masih sangat terbatas,” ujarnya.

Pandangan serupa disampaikan oleh Anditya Restu Aji dari Pusat Rehabilitasi YAKKUM yang menekankan pentingnya pendidikan inklusi yang benar-benar membuka ruang perjumpaan antara anak difabel dan non-difabel.

“Pendidikan inklusi jangan dipersempit hanya untuk anak berkebutuhan khusus, tetapi juga untuk anak non-disabilitas agar tumbuh empati sejak dini. Kami berharap Raperda ini benar-benar memberi ruang bagi anak-anak disabilitas di DIY,” jelasnya.

Dari sisi akademisi, Basilica Dyah Putranti (Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan UGM) mengingatkan agar partisipasi anak tidak hanya formalitas, melainkan dilembagakan melalui forum anak dan ruang dialog antargenerasi yang memungkinkan suara mereka benar-benar mewarnai kebijakan.

“Provinsi Layak Anak adalah provinsi yang membuat anak merasa aman dan berharga. Itu hanya bisa dicapai jika suara anak sungguh-sungguh diarusutamakan dalam kebijakan,” katanya.

Aspirasi juga datang dari forum anak di kabupaten/kota. Halimah Alda, dari Forum Anak Kulon Progo menilai keterlibatan langsung dalam kegiatan budaya akan lebih membekas bagi anak-anak dibandingkan hanya melalui pembelajaran di sekolah.

“Belajar budaya paling asik kalau dipraktikkan, seperti ikut sanggar seni atau lomba tradisional. Itu cara kami memahami budaya Jawa sekaligus mencintainya,” tuturnya.

Melalui Raperda ini, DPRD DIY berkomitmen memperkuat posisi Yogyakarta sebagai provinsi ramah anak. Regulasi tidak hanya mengatur perlindungan hukum, tetapi juga mengintegrasikan pendidikan karakter berbasis budaya, layanan kesehatan, serta pengawasan ketat terhadap kasus kekerasan dan eksploitasi. Dengan dukungan multi pihak, DPRD DIY menargetkan Raperda DIYLA dapat segera disahkan agar menjadi instrumen nyata dalam mewujudkan generasi emas 2045 di Yogyakarta. (dta/lz)

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*