
Jogja, dprd-diy.go.id – Komisi B DPRD DIY mengadakan rapat pembahasan mendalam mengenai permasalahan Badan Usaha Kredit Pedesaan (BUKP) pada Kamis (17/7/2025) di Ruang Komisi B DPRD DIY. Rapat dipimpin oleh Ketua Komisi B, Andriana Wulandari, S.E., M.IP., dan dihadiri oleh anggota Komisi B, bersama perwakilan dari Badan Pengelola Keuangan dan Aset (BPKA) DIY, Lembaga Ombudsman DIY, serta Tunis.
Rapat ini digelar menyusul banyaknya laporan dari masyarakat terkait dugaan penyimpangan pengelolaan dana pada sejumlah BUKP di wilayah DIY. Komisi B memandang penting untuk menggali keterangan langsung dari pihak terkait guna menemukan solusi konkret dan berlandaskan hukum.
Kepala Bidang Pembinaan Administrasi Keuangan Daerah BPKA DIY, Indrawati Utami, menyampaikan bahwa permasalahan BUKP tidak terlepas dari lemahnya struktur dan sistem sejak awal pembentukan.
“Permasalahan ini memang awalnya berasal dari adanya kelemahan internal yang cukup fundamental di lembaga BUKP ini karena BUKP itu didirikan ada 75 BUKP di setiap kapanewon yang kemudian statusnya adalah berdiri sendiri, tidak saling terkait dengan sistem informasi yang tidak terintegrasi,” jelasnya.
Ia menegaskan bahwa pengembalian dana masyarakat hanya dapat dilakukan apabila terdapat dasar hukum yang sah dan tercatat dalam sistem.
“Jadi kenapa ini harus melalui proses gugatan? Karena ketika ada keputusan pengadilan, ini menjadi dasar yang sangat kuat APBD untuk mengalokasikan pembayaran ini,” ungkap Indrawati.
Ketua Lembaga Ombudsman DIY, Mochammad Sidiq Fathoni, menanggapi pandangan tersebut dengan menegaskan bahwa kehadiran lembaganya tidak untuk menyudutkan instansi pemerintah, melainkan mendampingi proses penyelesaian secara konstruktif.
“Kami tegaskan bahwa kehadiran kami itu dalam rangka membersamai Bapak-Ibu yang ada di UBD. Tidak ada konteksnya kemudian kami kontraproduktif dengan Bapak-Ibu UBD. Jadi tidak usah khawatir bahwa kami itu akan menyampaikan bahasa yang mendiskreditkan BPKA, tidak ada seperti itu justru kami ikut membantu mengurai ketika ada masalah,” Sidiq menegaskan.
Ia juga menyampaikan harapan agar kasus ini tidak hanya selesai di permukaan, tetapi menjadi pemicu perbaikan kebijakan dan kelembagaan BUKP secara menyeluruh.
“Kami sangat berharap bahwa kemudian kasus ini sekaligus sebagai satu momen, ya, untuk memperbaiki regulasi terkait dengan keberadaan dan posisi BUKP sendiri,” harapnya.
Sementara itu, Andriana Wulandari, S.E., M.IP., menegaskan bahwa penyelesaian kasus BUKP perlu memperjelas batas kewenangan antara Pemda DIY dan kabupaten/kota. Ia menyatakan bahwa Pemerintah DIY tidak bisa terus-menerus dibebani masalah yang seharusnya menjadi tanggung jawab kabupaten/kota.
“BUKP ini harus jelas peruntukannya. Jangan sampai pemda kabupaten/kota yang seharusnya bertanggung jawab, malah dibebankan ke DIY. Prinsipnya, Pemda DIY boleh membantu, tapi bukan berarti semua dikembalikan ke DIY,” kata Andriana.
Selanjutnya, Kepala Subbidang Bina Administrasi BUMD BPKA DIY, Rachma Tyasari, menyoroti aspek legalitas aset BUKP yang hingga kini belum sepenuhnya tercatat secara sah.
“Kita tidak bisa mengklaim aset yang tidak kita kuasai secara hukum. Jadi ketika dikatakan BUKP milik Pemda, ya harus ada kekuatan hukum. Sehingga kami perlu waktu untuk menginventarisasi dan menelusuri dengan benar,” ungkap Rachma.
Di akhir rapat, Komisi B menyampaikan sejumlah catatan penting. Di antaranya adalah perlunya konsolidasi seluruh pemangku kepentingan untuk menuntaskan pendataan aset, menyiapkan kerangka hukum pengembalian dana masyarakat, serta mendorong percepatan transformasi BUKP menjadi Lembaga Keuangan Mikro (LKM) berbadan hukum, sebagaimana telah menjadi arahan peraturan pusat.
Komisi B berkomitmen untuk terus mengawal proses ini, termasuk mendorong adanya audit operasional serta memperkuat transparansi, demi menjaga kepercayaan publik terhadap pengelolaan dana masyarakat. (ezh/cc)
Leave a Reply