Jogja, dprd-diy.go.id – Pada laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) ditemukan temuan pada beberapa program DIY tahun 2020, salah satunya pengadaan Hotel Mutiara I-II dan pembangunan tanggul TPST Piyungan. DPRD DIY membentuk panitia khusus (pansus) untuk membahas rekomendasi tindaklanjut atas temuan tersebut.
Lilik Syaiful Ahmad, Ketua Pansus Laporan Pertanggungjawaban Gubernur DIY Tahun Anggaran 2020 mengatakan terdapat beberapa rekomendasi yang disampaikan ke Pimpinan DPRD DIY, diantaranya yakni rekomendasi pemeriksaan khusus oleh BPK.
“Kami sudah serahkan pada pimpinan dan sepertinya sudah diteruskan ke pemda termasuk pada BPK perwakilan DIY. Tugas kami di Pansus sudah selesai,” ungkap Lilik di ruangan Komisi C DPRD DIY, Jumat (21/05/2021).
Menurutnya eksekutif perlu memaparkan segala sesuatu terkait kedua temuan BPK tersebut. Pasalnya, dana yang digunakan untuk dua kegiatan itu sangat besar.
“Komisi C akan terlibat langsung dalam pelaksanaan pengawasan atau proses yang dilanjutkan (dari temuan BPK),” imbuhnya.
Ia berharap, temuan BPK tersebut tidak terulang kembali pada program milik Pemda DIY sehingga perlu dikaji lebih tuntas dan tepat.
Ketua Komisi C DPRD DIY, Arif Setiadi menambahkan temuan BPK soal proyek pengadaan Hotel Mutiara sebesar 171 miliar rupiah dari dana keistimewan dan tanggul TPST Piyungan sebesar 4,5 miliar rupiah dari APBD DIY.
Hal tersebut diharapkan Arif dapat menjadi evaluasi agar tidak terulang kembali. Terkait temuan ini, Arif meminta Pemda DIY untuk melakukan koordinasi perencanaan anggaran dan eksekusi program agar tidak ada temuan.
“Untuk Mutiara itu, pemilik hotel akan pinjam dengan jaminan aprasial pada koperasi tertentu itu. Tapi nyatanya nama koperasi itu di DIY tidak tercatat. Ini harus diperhatikan Pemda agar tak jadi persoalan di kemudian hari. Untuk tanggul TPST Piyungan seharusnya mengkaji lebih dalam untuk pengelolaan sampahnya. Kami menginginkan ada respon atau klarifikasi atau tanggapan yang serius dari eksekutif terhadap proses perencanaan sampai dengan pelaksanaan program,” ungkapnya.
Ia mencontohkan nilai appraisal terhadap bangunan hotel dilakukan oleh pemilik Hotel Mutiara. Nilai appraisal itu awalnya ditujukan untuk jaminan utang Koperasi NSP. BPK kemudian mengonfirmasinya, koperasi tersebut ternyata tidak ada di DIY.
Pada penganggarannya, eksekutif dalam penganggarannya berdasarkan appraisal oleh Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) MP dan rekan. Namun, KJPP MP dan rekan mulai pengerjaan appraisal sebelum perjanjian kontrak dengan Dinas Kebudayaan juga ada kesalahan sehingga ada sesuatu yang harus dicermati dan kritisi bersama.
Arif mengatakan pengadaan tidak mengikuti aturan seperti Perpres nomor 16 tahun 2018 tentang proses pengadaan barang/jasa, PP nomor 12 tahun 2019 tentang pengelolaan keuangan daerah, dan Permendagri nomor 13 tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Ia mengkhawatirkan jika temuan BPK tidak ditindaklanjuti bersama, aset yang sudah dibeli akan mengurangi optimalisasi pemanfaatannya.
Wakil Ketua Komisi C, Gimmy Rusdin menyatakan hal serupa agar Pemda DIY melakukan koordinasi dengan DPRD DIY ketika akan mengadakan penganggaran program, termasuk yang menggunakan dana keistimewaan.
“Kita tidak mau hal seperti Hotel Mutiara ini terulang kembali, apalagi ekspektasi masyarakat tinggi dan menggunakan dana tidak sedikit,” tambahnya.
Ia menegaskan bahwa DPRD DIY telah mengeluarkan surat keputusan nomor 28/K/DPRD/2021 yang memuat rekomendasi terhadap Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Gubernur DIY Tahun 2020. Salah satu poin yang dimuat adalah surat rekomendasi kepada BPK dan juga disampaikan ke Kementerian Dalam Negeri terkait pemeriksaan khusus terhadap temuan tersebut.
“Kami juga berhak menanya kepada mitra kerja kami, dalam hal ini Bappeda dan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan DIY,” ungkapnya. (fda)
Leave a Reply