
Denpasar, dprd-diy.go.id – Kunjungan Panitia Khusus Sumber Daya Air DPRD DIY dalam Bahan Acara Nomor 18 Tahun 2019 tentang Rancangan Peraturan Daerah Pengelolaan diterima oleh Kepala Bidang Sumber Daya Air, I Wayan Sudarmawan, S.E., M.Si. I. Ngakan Putu Kirim, M. Sc., Made kesan, Kepala Bidang Penataan ruang, dan jajaran staf Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Provinsi Bali, Selasa (14/08/2019). Dalam kesempatan tersebut I Wayan menyampaikan bahwa gambaran umum ketugasan dinas terkait dengan pengelolaan sumber daya air yang bersifat lintas kabupaten, maka dinas hanya sebatas pada ketugasan koordinasi. “Sementara yang menjadi ketugasan pokoknya sesuai dengan Keputusan Menteri Nomor 14 berada di pemerintah pusat”, ungkapnya. “Dalam penganggarannya langsung ditangani oleh Balai Wilayah Sungai Bali-Peninda”.
I wayan juga menambahkan bahwa pengelolaan sungai di Bali sebenarnya juga tidak jauh berbeda dengan pengelolaan sungai sebagaimana yang dilaksanakan di Jogja, yaitu sungai di Kali Code. Hanya saja, Bali berusaha meningkatkan kapasitas sumber daya manusianya secara maksimal agar dapat mengoptimalkan fungsi sungai lebih bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di provinsi Bali.
Dalam penjelasan selanjutnya yang disampaikan oleh Kepala Balai Wilayah Sungai Bali-Peninda Provinsi Bali disampaikan oleh Airlangga Mardjono selaku Kepala Balai. Potensi kebutuhan akan sumber daya air yang ada di Bali yaitu sampai dengan sebanyak 216 m3 per detik, sedangkan ketersediaan baru 101 m3 per detik. Untuk memenuhi hal ini, Airlangga menyampaikan bahwa upaya yang dilakukan Pemerintah DPRD Provinsi Bali saat ini sedang merancang peraturan Gubernur tentang perlindungan air.
Kepala Seksi Perencanaan Umum dan Program Balai Wilayah Sungai Bali Penida, Neka Krisna Yana juga menyampaikan bahwa kondisi dana di Bali saat masih kurang baik, sehingga perlu langkah-langkah strategis untuk meningkatkan kualitas air danau. Sesuai dengan visi dan misi dari Balai Wilayah Sungai Bali-Peninda, yaitu menginginkan terwujudnya kemanfaatan sumber daya air yang berkelanjutan untuk sebesar-besar bagi kesejahteraan rakyat.
Untuk mencapai hal tersebut perlu langkah-langkah strategis sebagaimana yang dituangkan dalam misinya yaitu mengonservasi sumber daya air secara berkelanjutan, mendayagunakan sumber daya air secara adil serta dapat memenuhi persyaratan kualitas dan kuantitas untuk berbagai kebutuhan bagi masyarakan, mengendalikan daya rusak air, memberdayakan dan meningkatkan peran masyarakat dan Pemerintah dalam pengelolaan sumber daya air serta meningkatkan keterbukaan serta ketersediaan data dan informasi dalam pengelolaan sumber daya air.
Selanjutnya, Krisna juga menjelaskan mengenai tugas pokok dari Balai Wilayah Sungai Bali-Peninda, yakni melaksanakan pengelolaan sumber daya air di wilayah sungai yang meliputi perencanaan, pelaksanaan konstruksi, operasi dan pemeliharaan dalam rangka konservasi dan pendayagunaan sumber daya air dan pengendalian daya rusak air pada sungai, danau, waduk, bendungan dan tampungan air lainnya, irigasi, air tanah, air baku, rawa, tambak dan pantai.
Terkait dengan pengelolaan sumber daya air, Bali memiliki potensi untuk mengelola sumber daya air yaitu 4 buah danau di Bali yang lokasinya tersebar di tiga wilayah Kabupaten. Keempat danau di Bali tersebut yaitu Beratan, Batur, Buyan dan Tamblingan. Kondisi dengan ketersediaan terbesar di Danau Batur.
Permasalahan umum terkait dengan pengelolaan danau, jelasnya, adalah adanya kecenderungan terjadinya erosi, sedimentasi dan pendangkalan. Potensi lain adalah Bali memiliki kurang lebih 1300 mata air yang sebarannya terbanyak di sekitar danau tersebut. Masalah yang dihadapi pendayagunaan mata air adalah terjadinya intrusi air laut, pemanfaatan sumur air tanah yang lebih banyak di Jembrana dan Karangasem.
Pembangunan infrastruktur yang telah dilaksanakan di Bali yaitu pembangunan 6 bendungan. Bendungan yang terbesar adalah bendungan hitam yang mampu menampung sebesar 12 juta m3. Keenam bendungan yang telah beroperasi tersebut yaitu Bendungan Sidan, Bendungan Titab, Bendungan Benel, Bendungan Telaga, Bendungan Grokgak, Bendungan Telaga Tanjung, dan Bendungan Palasari. Kapasitas tampung dari enam bendungan itu mencapai 29,85 juta meter kubik. Mengoptimalkan air permukaan sehingga bisa mengefisiensi air tanah. Selain 6 bendungan tersebut, Kementerian PUPR saat ini juga sedang membangun dua bendungan baru dan ditargetkan akan selesai pada Tahun 2022 yaitu Bendungan Sidan dan Tamblang.
Bendungan Sidan diperkirakan mampu menampung 1.700 m3 per detik untuk memenuhi kebutuhan Kabupaten Denpasar, Badung dan Tabanan. Sedangkan, kapasitas tampungan Bendungan Sidan itu adalah sebesar 3,3 juta m3. Sementara itu, keberadaan Bendungan Tamblang dimaksudkan untuk memehuni kebutuhan air bagi Kabupaten Bali Utara dan untuk memenuhi penyediaan air baku sebesar 510 per detik di Kabupaten Buleyen. Selain bendungan baru untuk memenuhi kebutuhan air baku tersebut, Bali juga melakukan rehabilitasi terhadap waduk muara dengan melakukan pengerukan yang diharapkan kedepan yang dimaksudkan akan bermanfaat untuk mendukung pengembangan pariwisata.
Selain itu, jelasnya, untuk memenuhi kebutuhan air baku, Bali juga memiliki 14 embung yang tersebar di Kabupaten Karangasem. Selain itu, Bali juga memiliki tampungan memanjang, yaitu air sungai dibendung sehingga menjadi bendungan memanjang. Sapuninda; penyediaan air baku melalui 2 mata air karena topografi dan kesediaan air sangat kurang yang terletak di pinggiran tebing/pantai. Sistem penyediaan air baku; dilakukan pembangunan pipa air baku.
Terkait dengan pengelolaan sumber daya air yang dijelaskan adalah mengenai pengelolaan irigasi. Adapun aturannya adalah bahwa untuk pengelolaan dengan luasan 3000 ha oleh pemerintah pusat, sedangkan luasan sebesar 1000-3000 ha ditangani oleh pemerintah provinsi dan untuk luasan di bawah 1000 ha menjadi tanggung jawab pemerintah kabupaten.
Pengelolaan air irigasi yang berkaitan dengan warisan budaya dunia adalah pengelolaan irigasi dinamakan subak yang menjadi warisan budaya dunia yang eksistensinya masih ada sampai sekarang. Subak adalah sebuah organisasi yang dimiliki oleh masyarakat petani di Bali yang khusus mengatur tentang manajemen atau sistem pengairan/irigasi sawah secara tradisional, keberadaan Subak merupakan manifestasi dari filosofi/konsep Tri Hita Karana.Tri Hita Karana berasal dari kata “Tri” yang artinya tiga, “Hita” yang berarti kebahagiaan/kesejahteraan dan “Karana” yang artinya penyebab. Maka dapat disimpulkan bahwa Tri Hita Karana berarti “Tiga penyebab terciptanya kebahagiaan dan kesejahteraan”.
Penerapannya didalam sistem subak yaitu: parahyangan yaitu hubungan yang harmonis antara manusia dengan Tuhan, pawongan yaitu hubungan yang harmonis antara manusia dengan sesamanya dan palemahan yakni hubungan yang harmonis antara manusia dengan alam dan lingkungannya. Kata “Subak” merupakan sebuah kata yang berasal dari bahasa Bali, kata tersebut pertama kali dilihat di dalam prasasti Pandak Bandung yang memiliki angka tahun 1072 M. Kata subak tersebut mengacu kepada sebuah lembaga sosial dan keagamaan yang unik, memiliki pengaturan tersendiri, asosiasi-asosiasi yang demokratis dari petani dalam menetapkan penggunaan air irigasi untuk pertumbuhan padi.
Pertemuan diakhiri dengan penyampaian apresiasi dari Ketua Pansus SDA, Nur Sasmito, dan berharap bahwa pengelolaan pemanfaatan air di Bali menjadi masukan untuk pengelolaan sumber daya air di Daerah Istimewa Yogyakarta. (Pat)
Leave a Reply