
Jogja, dprd-diy.go.id – DPRD DIY melalui Komisi B dan Komisi D menegaskan komitmennya mempercepat pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Perlindungan Konsumen. Komitmen ini disampaikan dalam audiensi bersama Yayasan Perlindungan Konsumen (YPK) Rajawali Mas pada Senin (28/04/2025), sebagai respons terhadap meningkatnya keluhan masyarakat terkait pelayanan BPJS serta tindakan penarikan kendaraan oleh debt collector yang tidak sesuai dengan ketentuan hukum.
Ketua YPK Rajawali Mas, Kris Triwanto, mengungkapkan bahwa sejak tahun 2022 hingga 2025, pihaknya telah menerima 91 pengaduan masyarakat.
“Kami menerima banyak keluhan terkait pelayanan BPJS, mulai dari iuran tertunggak, perpindahan faskes yang dikenai biaya, hingga ketidakjelasan soal klaim BPJS Ketenagakerjaan. Masalah utamanya adalah kurangnya sosialisasi dan transparansi,” tegas Kris.
Kris juga menyoroti praktik leasing dan debt collector yang kian marak menarik kendaraan di jalan tanpa dasar hukum. Ia menyatakan bahwa penarikan kendaraan di jalan tanpa surat eksekusi pengadilan atau penyerahan sukarela merupakan pelanggaran terhadap Undang-Undang Jaminan Fidusia. Namun, ia menyesalkan bahwa praktik semacam itu masih sering terjadi dan terkesan dibiarkan, sehingga menurutnya negara seharusnya hadir untuk mengatasinya.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Komisi B DPRD DIY, Andriana Wulandari, S.E., M.IP., menegaskan bahwa pihaknya sedang mendorong percepatan pembahasan Raperda Perlindungan Konsumen.
“Kami ingin Raperda ini tidak sekadar formalitas. Harus benar-benar melindungi hak konsumen. Kami juga akan melibatkan pihak-pihak seperti YPK Rajawali Mas dalam public hearing nantinya,” kata Andriana.
Menurut Andriana, banyak persoalan konsumen yang terjadi karena belum adanya payung hukum yang jelas. Ia menyampaikan bahwa masih banyak masyarakat yang buta hukum, terutama terkait akad perjanjian jual beli atau kredit, sehingga hal tersebut perlu diakomodasi dalam Raperda agar perlindungan hukum dapat terwujud secara nyata.
“Masyarakat banyak yang buta hukum, terutama dalam akad perjanjian jual beli atau kredit. Ini harus kita akomodasi dalam Raperda agar perlindungan menjadi nyata,” ujarnya.
Menanggapi permasalahan layanan BPJS, Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan DIY, dr. Gregorius Anung Trihadi, M.P.H., menjelaskan bahwa sistem rujukan memang mengharuskan pasien mengakses layanan dari fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) terlebih dahulu.
“Kalau kondisi darurat, rumah sakit pasti menerima pasien. Tapi kalau ke poliklinik atau dokter spesialis, harus lewat FKTP dulu. Sistemnya memang dibangun begitu. Kalau mau pindah faskes bisa lewat aplikasi JKN atau datang langsung ke kantor BPJS,” jelasnya.
Ia juga menambahkan bahwa antrean panjang untuk layanan tertentu adalah masalah yang sedang diupayakan solusinya.
Sementara itu, Ketua Komisi D, RB. Dwi Wahyu B., S.Pd., M.Si., mengakui bahwa pelaksanaan layanan BPJS di lapangan sering kali tidak sesuai regulasi.
“Dalam prakteknya, kalau kita bicara BPJS, itu tidak selalu sesuai dengan regulasi. Maka kita harus maklumi ada gap antara sistem dan pelaksanaannya. Justru itu yang harus kita perbaiki melalui regulasi dan pengawasan,” ujarnya
Anggota Komisi B, Yan Kurnia, S.E., menambahkan pentingnya peningkatan literasi masyarakat karena masih banyak masyarakat yang belum memahami isi akad kredit atau perjanjian jual beli, dan hal tersebut seringkali menjadi celah terjadinya penyalahgunaan.
“Banyak masyarakat yang belum paham isi akad kredit atau perjanjian jual beli. Ini yang seringkali menjadi celah penyalahgunaan. Harus ada edukasi terus-menerus,” ujarnya.
Dalam kesempatan itu, Disperindag menyampaikan bahwa mereka memiliki kewenangan pengawasan perlindungan konsumen, namun dihadapkan pada keterbatasan anggaran dan SDM. Sementara untuk masalah kredit bermasalah ditangani oleh Dinas Koperasi, dan pinjaman online oleh OJK. Adapun eksekusi penarikan kendaraan merupakan ranah kepolisian.
DPRD DIY menyambut baik usulan kolaborasi antara BPSK dan LPSK melalui forum diskusi guna memperkuat perlindungan konsumen dari sisi hukum dan pendampingan korban.
“Kami ingin masyarakat benar-benar merasakan hadirnya negara dalam melindungi hak-haknya sebagai konsumen. Raperda ini harus jadi langkah nyata ke arah itu,” pungkas Andriana. (lz/cc)
Leave a Reply