
Jogja, dprd-diy.go.id – Senin (14/02/2022) DPRD DIY menerima audiensi dari Aliansi Perkumpulan Ohana Indonesia yang diterima oleh Koeswanto, Ketua Komisi D. Audiensi ini membahas tentang bantuan hukum bagi disabilitas yang mengalami kekerasan serta dalam rangka mendorong implementasi produk hukum di daerah. Audiensi ini juga diikuti oleh OPD terkait seperti Dinas Sosial DIY, DP3AP2 DIY, Biro Hukum DIY.
Christina Wulandari mewakili DPC Pradi Sleman menyampaikan bahwa disablitas memiliki spesifikasi khusus. Perlindungan kekerasan pada perempuan dan anak menurutnya sangat berbeda dengan disabilitas.
“ Contoh kasus di Sleman ketika yang datang adalah korban perempuan atau anak, itu sudah jelas tugas siapa, ada kesulitan apa, sehingga jelas mitra mana yang harus dihubungi. Tapi bagaimana dengan disabilitas?” Tanya Wulan.
Lebih lanjut, Wulan menanyakan kelayakan shelter dalam pemenuhan kebutuhan disabilitas serta ketersediaan juru bahasa ketika disabilitas melakukan aduan ke PPA.
Menanggapi hal tersebut, Koewanto menyampaikan bahwa Dinas Sosial sudah membuat pendamping sosial desa. Segala permasalahan di tiap daerah itu bisa melalui pendamping sosial desa yang ditempatkan di masing-masing desa di seluruh kalurahan di kabupaten Sleman.
Erlina Hidayati Sumardi, Kepala DP3AP2 menyampaikan bahwa pihaknya saat ini memiliki pusat pelayanan terpadu untuk korban kekerasan untuk perempuan dan anak yang diantaranya ada disabilitas.
“Di DIY juga ada Forum Perlindungan Korban Kekerasan (FPKK) yang dibawahnya ada lembaga-lembaga layanan untuk korban kekerasan juga. Dan itu sudah terkoordinir semuanya baik dengan rumah sakit, kepolisian, kejaksaan, pengadilan tinggi, pengadilan negeri, UPT PPA, RDU, LBH, serta lembaga-lembaga layanan termasuk diantaranya SABDA” pungkasnya.
Erlina menyarankan untuk lembaga-lembaga yang juga melayani korban kekerasan untuk bersurat kepada DP3AP2 agar bisa masuk ke dalam jaringan FPKK (Forum Perlindungan Korban Kekerasan). Sehingga dalam pembiayaan termasuk pendampingan hukum korban kekerasan bisa dilaksanakan.
Andriana Wulandari, Anggota Komisi D yang hadir mendampingi Koeswanto mengharapkan kedepannya setiap OPD ataupun instansi se-DIY memiliki SDM yang bisa memahami bahasa mereka (disabilitas) yang ingin menyampaikan keluh kesah atau suatu hal.
Koeswanto juga menambahkan bahwa saat ini Dewan mendorong adanya pendidikan inklusif. Akan tetapi, banyak sekolah yang menolak karena tidak tersedianya tenaga pengajar. Harapan kedepannya setiap sekolah harus ada guru yang inklusif sehingga teman-teman disabilitas yang masuk kesana tetap terlayani dengan baik. (ys)
Leave a Reply