
Sebanyak 70-an pedagang asongan yang tergabung didalam Paguyuban Pedagang Asongan Yogyakarta (PPAY) mendatangi Gedung DPRD DIY guna melakukan audiensi terkait penyampaian aspirasi yang meminta penataan lokasi Cagar Budaya Benteng Vredeburg sebagai lokasi wisata cagar budaya dan memberi ruang hak hidup dan ekosop bagi PKL. Audiensi yang telah berlangsung pada hari Jumat (2/3/2018) diterima langsung oleh Ketua DPRD DIY Yoeke Indra Agung Laksana yang bertempat di Ruang Lobby Lantai 1 Gedung DPRD DIY.
Parwoto selaku Ketua PPAY menyampaikan bahwa para pedagang asongan yang sudah berjualan puluhan tahun di lokasi Benteng Vredeburg merasa ditekan dan disingkirkan dari lokasi tersebut. Tindakan tersebut juga tidak membrikan solusi bagi para pedagang asongan yang disingkirkan dan tidak diperkenankan untuk berdagang di lokasi tersebut.
“Kami sebagai PKL siap ditata dan diatur dalam berdagang dan kami siap mewujudkan kebersihan dan juga berusaha mewujudkan keindahan dalam berdagang,” ungkap Parwoto.
Kemudian Fokki Ardiyanto yang merupakan perwakilan dari DPN REPDEM (Republik Demokrat menyampaikan bahwa PKL bukanlah musuh yang harus dikejar-kejar dan diberantas, namun mereka adalah aset yang berkontribusi untuk meramaikan wisata cagar budaya Benteng Vredeburg agar semakin ramai.
“Audiensi ini adalah ide dari rekan-rekan PPAY agar DPRD DIY memberikan pencerahan dan solusi bersama Pemerintah dan pemangku kebijakan dan jika solusi untuk kami bertahan di lokasi tersebut, kami meminta solusi lain untuk di relokasi ke sentra PKL yang direncanakan,” lanjut Fokki.
Beberapa tanggapan disampaikan oleh pihak-pihak yang berwenang terkait audiensi dari PPAY ini. Yang pertama disampaikan oleh Aris Budiarto selaku perwakilan dari Benteng Vredeburg.
“Kami memegang teguh peraturan yang sudah ditetapkan dan kami harus menegakkan aturan tersebut. Museum Benteng Vredeburg mempunyai tugas pokok dan fungsi untuk mengedukasi, mendidik masyarakat dengan menyenangkan,” ungkap Aris. Pihak Benteng Vredeburg mengimbau terkait ketertiban peraturan tersbut untuk bergandengan tangan menuntaskan dan membahas masalah ini, agar tercapai ketertiban dan hak para PKL tidak merasa disingkirkan.
Selanjutnya Hesti selaku perwakilan dari Satpol PP Kota Yogyakarta menyampaikan bahwa pihaknya selalu menegakkan aturan daerah No. 26 Tahun 2002 tentang larangan PKL berdagang usaha di depan Gedung Agung, Monumen Serangan Umum 1 Maret dan Taman Makam Pahlawan Kusumanegara. Adapun alasan yang mendasar mengenai penertiban para PKL adalah pedagang yang melanggar aturan dan mengurangi keindahan dan kebersihan.
Suryawan Raharjo selaku perwakilan dari Lembaga Ombudsman DIY menyampaikan bahwa perlu adanya pemahaman bersama untuk menjaga Jogja tetap kondusif dan semua punya tanggung jawab moral untuk menjaga keadaan yang sudah baik ini.
“Kalau ada titik temu dan kita semua ikhlas tentu akan menghasilkan solusi yang tepat nantinya untuk semua pihak. Penataan ini harapannya tidak parsial namun secara komprehensif,” lanjut Suryawan.
Tanggapan yang terakhir disampaikan oleh Yoeke Indra Agung Laksana selaku Ketua DPRD DIY. Beliau menyampaikan bahwa sesuai dengan tugas pokok dan fungsi legislasi berusaha untuk mendengar dan memberi pandangan solusi atas segala permasalahan yang sedang dialami oleh PPAY.
“Kami berusaha semaksimal mungkin untuk meluruskan segala permasalahan ini, namun jika memang belum terpecahkan hari ini, akan kami tindak lanjuti dengan pertemuan lanjutan yang lebih progresif, juga dengan pihak-pihak terkait guna membahas solusi untuk PPAY yang akan kami kawal dan fasilitasi,” lanjut Yoeke. (wn/mc)
Leave a Reply