Komisi B Bahas Realisasi APBD 2023 hingga Masalah Pertanian

Jogja, dprd-diy.go.id – Ketua Komisi B DPRD DIY, Andriana Wulandari, S.E., mempimpin rapat kerja Komisi B terkait pembahasan Pertanggungjawaban APBD DIY TA 2023. Rapat digelar di Ruang Rapat Paripurna Lt. 1 DPRD DIY pada Selasa (11/05/2024).

Rapat diawali dengan pemaparan sembilan mitra kerja Komisi B yang meliputi Dinas Kelautan dan Perikanan DIY, Dinas Pariwisata DIY, Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu DIY, Dinas Perindustrian dan Perdagangan DIY, BPKA DIY, Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan DIY, Dinas Koperasi dan UKM DIY, Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan DIY, Biro Administrasi Perekonomian dan SDA terkait realisasi capaian APBD TA 2023. Mayoritas program sudah banyak yang terealisasi dengan capaian hasil yang maksimal. Andriana berharap nantinya laporan-laporan yang telah dipaparkan dapat menjadi bahan evaluasi atas kinerja untuk tahun-tahun mendatang.

“Sehingga nanti mohon laporan dari Bapak Ibu semua dalam rangka bagaimana kita nantinya bisa kita diskusikan, kita bicarakan untuk evaluasi ke depan, sehingga nantinya kemitraan kita, kinerja kita dan sinergi kita benar-benar bisa menjadi lebih baik di tahun yang akan datang,” ujar Andriana.

Lebih lanjut, Andriana menyampaikan bahwa sampai saat ini permasalahan lahan berkelanjutan masih menjadi masalah yang perlu diperhatikan. Selain itu, pihaknya juga menekankan bahwa harga pupuk dan benih yang masih tinggi merupakan salah satu tuntutan yang harus diatasi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

“Terkait Dinas Pertanian, permasalahan lahan pertanian berkelanjutan ini masih menjadi permasalahan yang cukup luar biasa. Seperti apa yang sudah dilakukan dan juga yang namanya subsidi pupuk itu memang dari pusat, tapi apa yang sudah dilakukan Dinas Pertanian DIY dalam rangka menuntut, karena setiap kami turun ke bawah selalu yang menjadi permasalahan adalah pupuk, masalah benih yang mahal, dicari susah,” papar Andriana.

Menjawab pertanyaan tersebut, Dinas Pertanian DIY menjelaskan bahwa subsidi pupuk didasarkan pada kepemilikan luas baku sawah. Di samping itu, masyarakat yang tidak mendapat subsidi pupuk diupayakan dengan adanya penggunaan pupuk organik.

“Subsidi pupuk itu dasarnya adalah luas baku sawah yang ada. Kemudian, di tahun 2024 atau 2023 kemarin, di awal tahun, pupuk subsidi itu turun sekitar 40-50%. Artinya yang lainnya memang diharapkan itu menggunakan pupuk organik. Kemudian, kaitannya dengan lahan pertanian berkelanjutan, kita ada bantuan operasional, juga ada bantuan bibit termasuk subsidi untuk kegiatan operasional,” jelasnya.

Anggota Komisi B, Heri Dwi Haryono, S.H., memberikan usulan terkait masyarakat yang tidak mendapatkan pupuk subsidi agar dapat difasilitasi dengan penggunaan pupuk organik. Hal tersebut membutuhkan dukungan dari dinas terkait juga dibutuhkan sosialisasi kepada masyarakat.

“Kita harus memberikan sesuatu untuk mengganti para petani yang nanti diminta untuk beralih ke pupuk organik itu dengan melakukan sosialisasi atau bahkan fasilitasi alat-alat untuk membuat pupuk organik. Saya kira ini menjadi komitmen kita bersama untuk kemudian ke depan itu kita anggarkan supaya petani-petani kita yang sudah nyaman dengan pupuk kimia dari pemerintah selama ini dapat kemudian sedikit demi sedikit bisa beralih agar mereka tidak ketergantungan pupuk kimia karena memang ternyata pemerintah pusat juga mengurangi subsidi”, ujar Heri dalam usulannya.

Hasil dari diskusi pada rapat kerja ini diharapkan dapat menjadi bahan evaluasi untuk ke depannya, sehingga kinerja dan program kegiatan di tahun-tahun berikutnya dapat terlaksana dengan lebih baik dan maksimal. (dta)

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*