Pansus Evaluasi Efektivitas Perda Pengelolaan Air Tanah DIY

Jogja, dprd-diy.go.id – Panitia Khusus (Pansus) BA 33 DPRD DIY menggelar Paparan Eksekutif terkait pengawasan pelaksanaan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 5 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Air Tanah, Senin (10/11/2025) di DPRD DIY. Rapat yang dipimpin Ketua Pansus Lilik Syaiful Ahmad, S.P., ini diikuti seluruh anggota Pansus serta perwakilan dari OPD terkait.

Paparan dari masing-masing OPD menyoroti berbagai aspek dalam implementasi Perda, mulai dari kondisi aktual air tanah, tata ruang, pengawasan izin, hingga keberlanjutan lingkungan hidup.

Dari DPUPESDM, disampaikan bahwa kedudukan muka air tanah (MAT) di DIY masih tergolong aman meski menunjukkan fluktuasi musiman. Berdasarkan pemantauan 44 sumur pantau, penurunan MAT tertinggi terjadi pada puncak kemarau, namun kembali meningkat saat musim hujan. DIY memiliki empat cekungan air tanah utama: Yogyakarta–Sleman, Wonosari, Oyo, dan Menoreh, yang menjadi dasar pembagian zona konservasi air tanah.

DPMPTSP DIY menjelaskan bahwa sejak terbitnya regulasi baru, kewenangan perizinan penggunaan air tanah untuk wilayah sungai lintas provinsi telah beralih ke pemerintah pusat melalui Badan Geologi Kementerian ESDM. DIY saat ini berperan dalam pendampingan dan pengawasan lapangan, termasuk verifikasi sumur dan sosialisasi perizinan kepada pelaku usaha. Tantangan utama di lapangan adalah rendahnya kesadaran perizinan, persepsi keliru bahwa pajak air tanah sudah cukup sebagai izin, serta minimnya pemahaman terhadap pembagian kewenangan wilayah.

Dari aspek tata ruang, Dispertaru DIY menegaskan bahwa pengaturan ruang terkait cekungan air tanah telah diatur dalam RTRW DIY 2023–2043, yang menempatkan sebagian wilayah Sleman, Bantul, Kulon Progo, dan Gunungkidul sebagai kawasan resapan air. Di kawasan ini, kegiatan yang berpotensi merusak fungsi resapan air dilarang, sementara kegiatan budidaya diperbolehkan dengan syarat penerapan zero delta Q policy untuk menjaga keseimbangan daya dukung lingkungan.

Sementara itu, DLHK DIY memaparkan hasil kajian kualitas lingkungan yang menunjukkan bahwa pencemaran air di sejumlah sungai masih cukup tinggi, terutama akibat limbah domestik dan non-point source seperti laundry, ternak, serta limpasan drainase. Peningkatan koliform fecal dan kandungan nitrat menjadi indikator pencemaran air tanah dan air permukaan di wilayah perkotaan.

Dari Biro PSDA DIY, dipaparkan hasil penyusunan Neraca Sumber Daya Alam periode 2012–2022 yang menunjukkan pentingnya keseimbangan antara ketersediaan dan kebutuhan air di tiap kabupaten/kota. Kajian ini menjadi dasar pengambilan kebijakan pengelolaan sumber daya air secara berkelanjutan, dengan menekankan pentingnya integrasi data spasial, hidrologi, dan tata ruang untuk pengendalian pemanfaatan air tanah.

Lilik menegaskan bahwa seluruh paparan eksekutif tersebut menjadi bahan pertimbangan penting bagi DPRD dalam menentukan arah kebijakan lanjutan terhadap Perda Nomor 5 Tahun 2012.

“Paparan dari eksekutif ini sangat penting karena akan menjadi bahan penentu apakah Perda Nomor 5 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Air Tanah masih relevan untuk diterapkan atau perlu direvisi bahkan diganti. Dari hasil paparan inilah kita bisa menilai sejauh mana efektivitas aturan yang ada dan apa saja yang perlu diperkuat ke depan,” ujar Lilik.

Ia juga menekankan bahwa pengelolaan air tanah harus dilakukan secara berkelanjutan dengan memperhatikan keseimbangan lingkungan dan kebutuhan masyarakat. Hasil evaluasi Pansus akan dirumuskan menjadi rekomendasi komprehensif bagi Pemerintah Daerah DIY untuk memperkuat pengawasan, tata kelola, dan sinkronisasi kebijakan antarsektor dalam menjaga keberlanjutan sumber daya air tanah di DIY. (cc/lz)

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*