Malang, dprd-diy.go.id – Sekretariat DPRD DIY mendampingi para wartawan unit DPRD DIY melakukan studi banding ke Kota Malang. Studi yang dilaksanakan pada Kamis (31/10/2019) dilakukan untuk mencari tahu pengelolaan sampah di Kota Malang.
Sebagaimana yang diketahui Kota Malang menjadi percontohan bagi pemerintah pusat dalam pengelolaan sampah. Meskipun begitu, nyatanya Pemkot Malang terinspirasi dari bank sampah yang ada di Kabupaten Bantul.
“Kami sendiri awalnya meniru bank sampah Gemah Ripah Bantul yang didirikan oleh Bapak Bambang Suwerda, Dosen UGM. Rakornas bank sampah pertama sebenarnya ada di Jogja,” ungkap Wasto, Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Malang.
Bank sampah didirikan pada 17 Agustus 2011 yang berbentuk koperasi. Hal tersebut disebabkan belum ada Perda yang mengatur mengenai bank sampah yang akan masuk dalam BUMD. Bank sampah ini dikelola oleh warga-warga yang berjiwa sosial dengan semangat dan tujuan yang sama.
Wasto mengatakan sampah yang ada di Kota Malang mencapai 500 sampai 600 ton per bulan. Jumlah tersebut tidak jauh berbeda dengan sampah yang ada di DIY. Adanya bank sampah ini, berkontribusi dalam penanganan permasalahan sampah hingga 20-30 persen.
Bank Sampah Kota Malang Dikelola Sistematis
Sekda Kota Malang yang berasal dari Gunung Kidul ini menegaskan bahwasanya bank sampah di Kota Malang hanya ada satu berupa bank sampah induk. Meskipun begitu terdapat unit-unit yang berada di setiap RT dan RW, sehingga koordinasi tetap pada satu jalur dari bank sampah induk.
Menurut keterangan dari Wasto, pemerintah daerah tidak banyak berkontribusi langsung dalam penanganan permasalahan sampah dan pelaksanaan bank sampah. Tugas utama pemerintah hanya memberikan pelatihan, pembinaan, dan pendampingan pengelolaan bank sampah. Selanjutnya masyarakat sendiri yang harus secara sadar dan mandiri berinisiatif mengelola bank sampah dalam rangka penanganan permasalahan sampah di Kota Malang.
“Yang menjadi keberhasilan Kota Malang adalah karena kesadaran masyarakatnya, semua warga dari tingkat rumah tangga hingga RW turut berperan aktif. Pemerintah tidak membuat program pelaksanaannya, pemerintah hanya melakukan pendampingan dan pembinaan, serta pengawasan pelaksanaannya,” jelasnya.
Setelah adanya bank sampah induk di Kota Malang, masyarakat merasakan manfaatnya dari sisi perekonomian. Selain itu, para pekerja yang berada pada setiap unit bank sampah turut mendapatkan pendapatan yang layak.
“Omzet bank sampah di Kota Malang mencapai 300 juta per bulan dengan 30 ribu nasabah. sampai pada tahun ini bank sampah Kota Malang sudah memiliki sekitar lebih dari 500 unit yang dikelola secara mandiri oleh masyarakat,” terang Sekda Kota Malang.
Masyarakat Mandiri Kelola Bank Sampah
Kepala Bidang Bina Kemitraan dan pengendalian Lingkungan Hidup DLH, Rahmat Hidayat mengatakan pengelolaan bank sampah dikelola dari hulu ke hilir. Menurut Rahmat pernyataan ini berarti pengelolaan harus dimulai dari tingkat paling kecil yaitu rumah tangga lalu diteruskan kepada tingkat RT dan RW yang memiliki unit bank sampah.
Rahmat kembali menjelaskan bahwa pemerintah tidak menangani pengelolaan bank sampah secara langsung. Pemerintah hanya memfasilitasi beberapa sarana prasarana serta memberikan pembinaan dan pelatihan. Menurutnya sebagian besar dana pengelolaan bank sampah didapatkan dari iuran bersama.
“Orientasinya bukan sekedar uang, tapi pengelolaan sampahnya itu sendiri. pengelola dan nasabah bank sambah harus memiliki gairah yang sama. Di sini pemerintah Kota Malang terus berupaya memberikan pengertian, pengelolaan, dan manfaat bank sampah,” tuturnya yang sekaligus menjadi perintis bank sampah Kota Malang.
Bank Sampah Dapat Atasi Masalah TPST Piyungan
Melalui studi banding ini diharapkan pemerintah daerah DIY mendapatkan gambaran umum pengelolaan sampah yang tepat untuk mengatasi permasalahan pengelolaan sampah di DIY. Selain itu, gambaran ini menjadi penting untuk memberikan masukan bagi DPRD DIY dalam mebuat kebijakan penanganan permasalahan sampah.
Budi Nugroho, Kepala Bagian Humas dan Protokol Sekretariat DPRD DIY mengatakan omzet yang didapat oleh Kota Malang melalui bank sampah mencapai dua kali lipat omzet bank sampah di Yogyakarta hanya 150 juta. Menurutnya adanya bank sampah dapat memberdayakan perekonomian masyarakat serta mengurangi dampak dari beban sampah di TPST Piyungan.
“Pengembangan bank sampah harus tersistem agar bisa mengurangi beban sampah di TPST Piyungan. Kami akan rekomendasikan hasil ini ke pimpinan dewan dan Komisi D yang menangani permasalahan sampah agar dapat menjadi rujukan ke Pemda DIY,” tutur Budi.
Sekretariat DPRD DIY turut mendampingi para wartawan melakukan kunjungan ke Bank Sampah Kota Malang yang berada di daerah Sukun. Bank sampah ini menawarkan beberapa pelayanan sampah rumah tangga diantaranya menabung sampah, pinjam uang dengan sampah, bayar listrik dengan sampah, dan beli sembako dengan sampah.
Bank sampah ini sudah memiliki katalog sampah dan harga yang ditawarkan sebagai panduan transaksi sampah dari masyarakat. Pengelola bank sampah turut memanfaatkan keahliannya dalam mengolah kembali sampah-sampah layak pakai menjadi suatu barang bernilai jual. Hasil karya yang mengutamakan kualitas dan estetika ini dapat ditemukan di kantor pelayanan Bank Sampah Kota Malang. (fda)
Leave a Reply