Jogja, dprd-diy.go.id – Selain menghadapi permasalahan kemiskinan, isu pengelolaan sampah dan ketahanan pangan juga masih menjadi tantangan utama di Daerah Istimewa Yogyakarta. Tingginya angka kemiskinan di provinsi ini bahkan melampaui rata-rata nasional. Hal ini disebabkan oleh tingginya resiliensi pangan dan kepemilikan aset di kalangan masyarakat DIY.
Hal tersebut disampaikan Ketua Fraksi Golkar DPRD DIY, Syarif Guska Laksana, S.H., dalam jumpa pers yang digelar pada Rabu (04/11/2024). Syarif menilai Pemda DIY belum optimal dalam menyelesaikan persoalan dasar yang setiap tahun menjadi perhatian. Mulai dari angka kemiskinan, ketahanan pangan, sampah dan yang terbaru adalah peredaran alkohol masih menjadi perhatian publik.
“Pertanyaannya, apakah kesejahteraan masyarakat sudah tercapai? Salah satu tujuan keistimewaan DIY adalah untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Namun, realitas menunjukkan bahwa angka kemiskinan DIY, indeks gini, serta persoalan lingkungan dan sampah masih jauh dari terselesaikan,” kata Syarif.
Hingga Triwulan III tahun 2024, angka kemiskinan DIY tercatat sebesar 10,83 persen, sementara target dalam RPJMD 2024 adalah 10,16 persen. Dengan demikian, capaian penurunan kemiskinan baru mencapai 93,81 persen. Angka ini masih jauh lebih tinggi dibandingkan rata-rata nasional yang berada di level 9,03 persen per Juli 2024.
Syarif menjelaskan bahwa ketergantungan masyarakat DIY terhadap ketahanan pangan lokal menjadi salah satu penyebab tingginya angka kemiskinan. Banyak warga yang memenuhi kebutuhan pangannya melalui hasil lingkungan sekitar, gotong royong, dan kepemilikan aset seperti pohon jati atau ternak.
“Masyarakat DIY bukan kelompok yang konsumtif, sehingga pengeluaran mereka sering kali berada di bawah baseline angka kemiskinan,” jelasnya.
Selain kemiskinan, isu pengelolaan sampah, terutama di Kota Yogyakarta, menjadi masalah yang belum teratasi selama lebih dari satu tahun. Keterbatasan lahan untuk tempat pembuangan sampah menjadi hambatan utama.
“Desentralisasi pengelolaan sampah menjadi tantangan berat bagi Kota Yogyakarta yang memang tidak memiliki cukup lahan untuk mengelola sampah. Situasi ini masih belum menemukan solusi yang memadai,” tambah Syarif.
Permasalahan lain yang mengemuka adalah meningkatnya peredaran minuman beralkohol di wilayah DIY. Golkar memberikan perhatian serius terhadap isu ini, terutama setelah insiden penusukan seorang santri di kawasan Prawirotaman, Kota Yogyakarta, pada Selasa (22/10/2024). Kejadian tersebut memicu keresahan masyarakat yang menuntut tindakan tegas terhadap peredaran alkohol.
“Masyarakat mulai merasa terganggu dengan maraknya peredaran minuman beralkohol. Kejadian ini menunjukkan pentingnya peran pemerintah dalam menegakkan pengawasan dan regulasi yang lebih ketat,” ungkap Syarif.
Dengan berbagai persoalan yang ada, Syarif menegaskan perlunya langkah nyata dari Pemda DIY untuk menyelesaikan isu-isu mendasar ini.
“Waktunya bagi pemerintah daerah untuk benar-benar berfokus pada solusi yang berdampak, sehingga kesejahteraan masyarakat dapat terwujud sesuai dengan tujuan keistimewaan DIY,” tutupnya. (dta)
Leave a Reply