Jaring Masukan untuk Raperda Tata Kelola Keterbukaan Informasi Publik Melalui Public Hearing

Jogja, dprd-diy.go.id – Panitia Khusus (Pansus) BA 12 Tahun 2020 mengadakan kegiatan public hearing di gedung DPRD DIY Selasa (01/09/2020). Pansus yang dipimpin oleh Eko Suwanto dan Retno Sudiyanti ini berupaya untuk menjaring masukan terkait Raperda Tata Kelola Keterbukaan Informasi Publik. 

Nunung Prajarto, Dosen Universitas Gadjah Mada selaku narasumber pada kegiatan ini menyampaikan bahwa dalam menjalankan keterbukaan informasi publik instansi harus memenuhi transparansi, akuntabilitas, dan bertanggung jawab. Menurutnya seluruh keterbukaan untuk perbaikan layanan publik harus bermuara pada kesejahteraan masyarakat.

Menurutnya Raperda Tata Kelola Keterbukaan Informasi Publik ini memiliki pandangan substansi yang berbeda dari peraturan-peraturan di daerah lain yang merujuk pada UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Raperda yang sedang dibahas ini mengatur tata kelola keterbukaan informasi publik terkait dengan kebijakan pembangunan dan penganggaran.

Akademisi ini menjelaskan bahwa draf yang merupakan turunan dari naskah akademik ini tetap harus merujuk pada proses input hingga outcome. Nunung mengingatkan kepada pansus untuk mengkaji kembali substansi pokok pembahasan dalam raperda.

“Dalam raperda ini kita harus gali lagi apakah raperda ini hanya berlaku untuk kebijakan penganggaran dan pembangunan. Sementara apakah pembangunan daerah juga dibahas dalam raperda ini. Ini yang harus dikaji kembali sebenarnya substansi apa saja yang masuk dalam raperda,” tuturnya.

Nunung memberikan saran bahwa raperda ini tentunya harus memberikan nilai tambah dalam pengaturan keterbukaan informasi publik. Dosen UGM ini kembali menegaskan agar raperda hendaknya mencerminkan dan menjaga nilai lokal masyarakat serta merujuk pada kesejahteraan masyarakat. 

Sudut pandang yang berbeda ini tentunya lebih mengedepankan kepada tata kelola keterbukaan informasi publik. Setiap pokok dalam draf raperda hendaknya mendukung terciptanya good corporate governance.

Narasumber lainnya Abu Bakar, Panewu Depok menjelaskan kendala yang dihadapi pemerintahan tingkat kecamatan dalam penerapan keterbukaan informasi publik. Menurutnya penyelenggaraan pelayanan informasi publik di Kepanewon Depok sendiri masih terpusat pada tingkat kecamatan.

“Di sini kami memang sudah punya petugasnya (pelayan informasi publik), namun masih sangat terbatas di jaringannya. Kami belum memiliki PPID di tingkat desa sehingga masih terpusat di kecamatan. Beberapa layanan informasi desa bahkan harus diakses melalui kecamatan,” ungkapnya.

Abu Bakar mengaku bahwa tenaga pelayanan informasi masih sangat terbatas menjadi kendala dari pelayanan ini. Sementara adanya optimalisasi sarana prasarana menjadi kebutuhan yang sangat penting dimiliki bagi para petugas pelayanan informasi publik.

Ketua Pansus BA 12 Tahun 2020, Eko Suwanto mengungkapkan bahwa langkah untuk mendorong keterbukaan informasi publik menjadi tanggung jawab bersama. Menurutnya memang substansi yang dibahas bukan hanya dari segi kebijakan dan penganggarannya saja melainkan juga meliputi aspek-aspek lainnya.

“Tidak semua informasi bisa terbuka, kecuali berdasarkan kewenangan dari PPID dan instansi yang memberikan data tersebut. Contoh dokumen penyelidikan dan penyidikan yang dikelola PNS, seperti data PPNS. Kenapa tidak boleh diberikan datanya, ya agar tidak mengganggu proses hukum yang berjalan,” lanjutnya.

Eko menegaskan bahwasanya raperda ini menekankan kepada upaya PPID Utama (Diskominfo) untuk melakukan sosialisasi dan edukasi keterbukaan informasi publik bersama Komisi Informasi Daerah (KID). Selain itu juga merujuk pada upaya pengadaan pelatihan peningkatan kapasitas di lingkungan PPID Utama maupun PPID pembantu dan seluruh instansi. 

Ketua Komisi A ini juga mengatakan bahwa dalam raperda ini keterbukaan informasi publik erat kaitannya dengan pemanfaatan teknologi informasi secara maksimal. Hal serupa juga disebutkan kembali oleh Suwardi dan Stevanus Christian Handoko, Anggota Pansus agar dalam raperda harus dijelaskan tata kelola keterbukaan informasi publik dengan teknologi informasi.

“Seiring dengan perkembangan teknologi informasi, maka raperda ini juga memberikan amanat kepada pemda untuk memanfaatkan teknologi informasi secara maksimal. Perlu ada ruang yang benar-benar disediakan dan bisa dimanfaatkan masyarakat dengan segala kemudahan dari pemanfaatan teknologi informasi,” tuturnya. 

Sementara Kepala Dinas Kominfo, Rony Primanto Hari yang turut hadir dalam pembahasan ini menegaskan bahwa upaya keterbukaan informasi publik ini juga sekaligus untuk menghindari adanya praktik korupsi di lingkungan pemerintahan. Menurutnya pemanfaatan teknologi informasi yang optimal akan memaksimalkan pelayanan informasi kepada publik. 

“Dalam raperda ini disebutkan bahwa keterbukaan informasi publik menjadi salah satu penilaian kinerja OPD. Ini akan mendorong petugas PPID bisa bekerja lebih semangat. Serta akan menjadi dorongan bagi kami agar bisa berkreasi dan berinovasi serta mengembangkan berbagai hal untuk bisa mewujudkan keterbukaan informasi yang lebih baik dan bisa diakses,” ungkap Rony.

Pada akhir kegiatan, Retno berharap bahwa begitu Raperda Tata Kelola Keterbukaan Informasi Publik disahkan, regulasi ini mampu menguatkan keberadaan PPID di institusi pemerintahan. (fda)

 

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*