Jakarta, dprd-diy.go.id – Konsultasi terkait dengan Raperda Inisiatif tentang Pengelolaan Keuangan Daerah yang dilaksanakan oleh Komisi B DPRD DIY dengan mengunjungi Kantor Ditjen Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) di Jakarta pada, Senin (28/6/2021). Rombongan diterima langsung oleh Fajar Zulkornelis selaku Kasubdit Perencanaan Anggaran Daerah Wilayah 2 Ditjen Keuangan Daerah Kemendagri.
Komisi B DPRD DIY yang sedang membahas membahas Raperda Inisiatif tentang Pengelolaan Keuangan Daerah ingin mencari tahu terkait perubahan beberapa kebijakan yang perlu diatur kembali dalam peraturan serta mencari solusi dalam proses perubahan APBD yang masih menjadi kendala.
Danang Wahyu Broto, SE., M.Si, Ketua Komisi B DPRD DIY membuka sesi konsultasi dengan bertanya terkait kendala anggota dewan yang ingin mengubah jadwal program karena alasan mendesak dan tidak terduga. Hal ini dikeluhkan sulit dilakukan karena program tersebut sudah dikunci dalam sistem.
“Kami selaku Komisi B DPRD DIY yang membidangi khususnya perekonomian dan keuangan, pertama ingin konsultasi terkait dengan SIPD, terkait dengan penjadwalan yang sudah terjadwal dan akan di jadwalkan ulang namun tidak bisa. Dengan kondisi pandemi yang belum stabil ini kami akhirnya harus menjalankan sesuai jadwal yang sudah di sepakati jauh hari,” tanya Danang.
Fajar Zulkornelis mengungkapkan bahwa pusat tidak punya kewenangan untuk mengunci program yang menjadi kewenangan daerah itu sendiri.
“Mengenai SIPD penjadwalan sendiri kami serahkan kepada daerah masing-masing dan pusat tidak punya kewenangan untuk mengunci penjadwalan yang sudah dibuat. Kewenangan penguncian jadwal sendiri adalah kewenangan daerah yang dilaksanakan oleh Bappeda. Dengan catatan sebelum ditutup masih bisa diubah jadwal yang dikehendaki instansi yang terkait tidak jauh sebelum masa pengajuan program tahun berikutnya,” jawabnya.
Kemudian Danang menanyakan terakit hal Kepala Daerah dan DPRD tidak menyepakati bersama rancangan KUA dan rancangan PPAS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90 ayat (1), paling lama 6 (enam) minggu sejak rancangan KUA dan rancangan PPAS disampaikan kepada DPRD, Kepala Daerah menyampaikan Rancangan Perda tentang APBD kepada DPRD berdasarkan RKPD, rancangan KUA, dan rancangan PPAS yang disusun Kepala Daerah, untuk dibahas dan disetujui bersama antara Kepala Daerah dengan DPRD sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Ia mempertanyakan terkait sanksi yang didapat oleh daerah jika melewati peraturan tersebut.
Fajar menyatakan bahwa KUA-PPAS diserahkan dari pemerintah kepada DPRD dan setelah batas waktu tertentu akan lompat ke pembahasan RAPBD dalam kurun waktu pembahasan 60 hari. Maka, Kemendagri selalu mengingatkan para dewan-dewan untuk memanfaatkan waktu yang telah ditentukan guna menyelesaikan tahapan KUA-PPAS.
“Dalam Perda APBD mengenai pasal-pasal harus dimasukkan apa itu kriteria darurat seperti contohnya bencana dan apa itu kriteria mendesak seperti penundaan yang membuat kerugian yang lebih besar. Karena Perda APBD disepakati bersama, sehingga eksekutif melakukan tugasnya tidak salah lagi karena sudah merupakan kesepakatan apabila ada masalah maka boleh dilakukan perubahan,” ungkap Fajar.
Pada konsultasi ini Komisi B DPRD DIY mendapatkan beberapa gambaran dan jawaban atas beberapa masalah yang dihadapi dalam penyusunan Raperda Inisiatif ini. Dan sebegai usulan juga dibahas sejumlah masalah yang ada dalam sistem SIPD yang mungkin akan berguna dalam proses pengambilan kebijakan ke depan.
Fajar Zulkornelis mengungkapkan memang bahwa saat ini SIPD masih dalam tahap perkembangan terus menerus untuk memfasilitasi daerah dan terus membenahi sistem yang masih dirasa kurang makasimal.
“Untuk saat ini terkait SIPD memang belum sempurna 100% dan terus kami lakukan pemutakhiran dan perbaikan, dengan usul dan saran yang kami tampung ini akan disampaikan untuk evaluasi kedepan agar menjadi lebih baik,” pungkasnya.
Leave a Reply