Jogja, dprd-diy.go.id – Masalah pengelolaan sampah di DIY masih menjadi polemik yang perlu mendapatkan tindakan serius. Diperkirakan setiap harinya ada 600 ton sampah yang dihasilkan, sedangkan penumpukan sampah di Tempat Pembuangan Sampah Terakhir (TPST) Piyungan sudah melebihi kapasitas.
Wakil Ketua Komisi C DPRD DIY, Gimmy Rusdin Sinaga mengungkapkan bahwa kenyataan ini dilihat langsung oleh Komisi C di TPST Piyungan. Ia meresahkan penumpukan sampah yang kian membeludak dengan kondisi yang tidak layak.
”Bayangkan tiap hari ada 600 ton yang dibuang di TPST Piyungan. Saya lihat sendiri kondisinya sudah tidak memungkinkan,” ungkap Gimmy, pada Jumat (05/03/2021).
Gimmy menambahkan bahwa problematika sampah di DIY ini memang sudah ada sejak dahulu. Menurutnya ini merupakan masalah klasik yang hanya terus terjadi secara berulang kali tanpa ada penyelesaian yang pasti. Didampingi pegiat pengelola sampah, Susanto dan Cholil serta pengurus paguyuban pengelola sampah dari Sleman, Gimmy mengakui sampah merupakan masalah bersama.
Menurut Gimmy, pengelolaan sampah harus disusun secara terencana dan sistematis. Perlu ada desentralisasi teknologi tepat guna pengelolaan sampah untuk mengurangi penyaluran sampah ke pusat pembuangan.
“Persoalan sampah di DIY bakal menjadi bom waktu kalau tidak ada terobosan baru. Perlu ada desentralisasi teknologi tepat guna pengolahan sampah. Sampah sudah habis di daerah sehingga tidak perlu dibuang ke pusat pembuangan,” imbuhnya.
Sebagai pegiat sampah, Cholil menjelaskan bahwa pihaknya telah membentuk koperasi yang efisien dalam membantu mengurangi sampah. Selain itu, koperasi ini bermanfaat menambah penghasilan masyarakat, terutama yang menjadi anggota.
”Koperasi sampah idealnya ada di desa dan kelurahan, masing- masing ada satu sehingga sampah warga bisa langsung dikirim ke koperasi. Warga sudah memisahkan sampah kering dan basah agar pengurus juga lebih enak menata,” jelasnya.
Ia menambahkan jika Pemda DIY memiliki mesin pengolah sampah (inseminator) yang ditempatkan pada 100 titik, sedangkan masing-masing titik mampu mengolah lima ton sampah. Hal tersebut diyakini Cholil dapat mengurangi sampah yang harus dikirim ke TPST Piyungan secara efektif.
“Harga alatnya ini sekitar Rp 100 juta per unit. Kami usulkan pada anggaran perubahan (2021) bisa membeli alat itu. Ada 100 titik saja sudah mengurangi sampah. Masak nggak bisa,” terangnya.
Susanto maupun Cholil menyatakan sepakat dengan Komisi C agar masalah ini harus ditindak secara serius. Harapannya agar tidak menjadi bom waktu yang memperparah masalah sampah di DIY. (fda)
Leave a Reply