Jogja, dprd-diy.go.id – Komisi D DPRD DIY menerima audiensi dari karyawan PT Kontak Perkasa Future yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK). Mereka didampingi oleh Ferry Akriyanto dan rekan lainnya.
Kepada Koeswanto, Ketua Komisi D yang menerima audiensi, mereka menyampaikan bahwa tujuan kedatangan adalah untuk memperjuangkan hak dari kedua pekerja PT Kontak Perkasa Future yang mengalami perlakuan tidak baik dari perusahaan.
“Tujuan kami datang berkaitan dengan permasalahan dari kawan kami yaitu Bambang dan Friska. Di DIY masih banyak adanya praktek-praktek penindasan kepada pekerja dan ini menjadi sebuah keprihatinan bagi kami,” jelas perwakilan FKPD.
Kedua pekerja ini mengalami PHK dengan tidak terhormat. Masa pekerja yang sudah bekerja berbulan-bulan ini terkena PHK dengan alasan yang tidak jelas dan terkesan sepihak. Permasalahan tersebut sudah disampaikan kepada pengawas ketenagakerjaan dan disebutkan bahwa ada pelanggaran dari pihak perusahaan.
“Kami berharap kepada dewan yang terhormat supaya ikut mengawal menuntaskan permasalahan yang terjadi ini dan untuk menceritakan permasalahan akan disampaikan secara detail dan gamblang oleh yang bersangkutan mengenai permasalahan yang mereka alami,” harap pihak FKPD.
Bambang menjelaskan kronologi PHK yang ia dapatkan hingga adanya ancaman dari perusahaan. Ia telah berupaya untuk melakukan diskusi kepada perusahaan perihal gaji dan komisi yang merupakan haknya, namun justru mendapatkan perlakuan yang menjurus pada tindakan intimidasi.
Hampir serupa dengan Bambang, Friska mengalami tindakan yang tidak baik dari pihak perusahaan. Ia dijatuhkan PHK karena bermula dari ketidakhadirannya yang sudah menyampaikan izin sakit. Ia pun mendapatkan perlakuan berupa pengusiran dari perusahaan.
Aria Nugrahadi, Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi mengatakan bahwa pihaknya akan menyampaikan kronologi aduan yang sudah masuk di e-lapor di database milik Disnakertrans DIY. Pihaknya turut melakukan koordinasi dengan lembaga Ombudsman untuk turut mengawasi pola kerjanya.
“Hasilnya pada 23 September kami melakukan operasi bersama dengan lembaga ombudsman ke perusahaan KPF ini dan meminta keterangan. Pada 11 Oktober kami telah menerbitkan nota pemeriksaaan 1 yang tidak direspon, kemudian kami menerbitkan nota pemeriksaan kedua pada 19 Oktober kami melakukan serangkaian pertanyaan mengenai hak-hak dari pak Bambang dan mbak Friska ini hingga minggu kemarin kami telah merilis bahwa terjadi ketidakpatuhan perusahaan ini. Dalam hal ini yang ingin kami sampaikan bahwa hak-hak pekerja menjadi konsen kami,” ungkap Aria.
Hal tersebut diperkuat oleh Angga dari Disnakertrans DIY bahwa perusahaan yang bersangkutan sudah sejak lama diadukan kepada Disnakertrans DIY. Terhitung dari tahun 2018 sampai saat ini pihaknya menerima beberapa pengaduan dari pekerja atau mantan pekerja.
“Sehingga memang bagi perusahaan tersebut perlu perhatian khusus dan penanganan khusus yang dilakukan bersama-sama dan kolaboratif dengan maksud dan tujuan melindungi pekerja. Harapannya dengan adanya perbaikan di kemudian hari,” tambahnya.
Sementara dari sisi ketenagakerjaan terdapat dugaan temuan lainnya, di sisi ketenagakerjaan ada pula dugaan praktik bisnis yang menyimpang. Ada dua praktik menyimpang yaitu dengan mengajak nasabah tanpa memberikan edukasi risiko dan modus meraup dana nasabah tanpa memikirkan kerugian mereka.
“Pertama sebanyak mungkin untuk bergabung tanpa diberikan edukasi yang lengkap mengenai resiko yang akan mereka hadapi. Dugaan kedua yaitu adanya modus meraup atau menguras dana nasabah tanpa memikirkan kerugian yang dialami oleh nasabah,” jelas Angga.
Koeswanto menanggapi bahwa permasalahan ini akan menjadi perhatian bagi Komisi D. Ia mengatakan akan terus mengawasi dan mengawal kasus ini sebagai uapaya melindungi kesejahteraan pekerja.
“Dalam permasalahan ini kami betul-betul lindungi dan kami bantu entah itu prosedurnya seperti apa tetapi kami akan tetap mengawal permasalahan ini,” ungkapnya. (fir)
Leave a Reply