Jogja, dprd-diy.go.id – Stevanus Christian Handoko, Anggota Komisi A DPRD DIY menanggapi perihal aturan PCR Test sebagai syarat penerbangan. Beberapa waktu lalu Kementerian Perhubungan telah menerbitkan surat edaran yang menyatakan wajib melakukan tes PCR bagi penumpang pesawat.
Menurut Stevanus, adanya peraturan ini merupakan suatu hal yang berbanding terbalik dengan upaya peningkatan sektor wisata dan sektor ekonomi. Saat ini beberapa daerah sudah berada pada PPKM level 2 dan level 1, namun ketika sektor ekonomi dan pariwisata mulai pulih justru ada aturan baru yang justru melemahkan mobilitas warga.
“Ada apakah gerangan atas kebijakan semacam itu? Dikala PPKM di banyak daerah sudah turun ke Level 2 dan 1, sektor pariwisata dan sektor ekonomi mulai merangkak bergerak kembali tiba-tiba muncul kebijakan PCR test,” imbuh Stevanus.
Harga untuk sekali tes PCR dinilai Stevanus cukup tinggi bagi para pengguna transportasi udara. Selain harganya yang cukup tinggi, beberapa daerah bahkan cukup sulit dalam mengakses tes PCR hingga harus menunggu lama hasil uji tes PCR.
“Saat ini rata-rata di berbagai daerah, PCR test bertarif 475.000 hingga 750.000 untuk satu kali tes. Angka yang cukup besar bagi pengguna transportasi udara. Tes semacam ini membutuhkan waktu yang cukup lama dalam pengujian di lab. (Butuh) 5 hingga 12 jam untuk yang express dan Tidak semua wilayah memiliki lab khusus sendiri untuk pengujian PCR,” ungkap anggota dewan yang berasal dari Partai PSI tersebut.
Ia mengungkapkan secara medis dalam banyak penelitian, diketahui bahwa penyebaran Covid-19 pada pengguna transportasi udara sangat kecil. Semua Pesawat telah memiliki sistem ventilasi udara yang cukup canggih dengan teknologi HEPA (High-Efficiency Particulate Air) atau penyaring partikel yang kuat terpasang di pesawat.
“Sistem ini pun diklaim dapat menciptakan udara bersih dalam kabin pesawat sehingga memiliki tingkat keamanan lebih tinggi dibandingkan dengan alat transportasi publik lainnya. Sistem kerja HEPA filter itu menyaring serta membuat sirkulasi ulang dari kabin dan menyampurkannya dengan udara bersih dari luar pesawat,” jelasnya.
Kemungkinan penularan melalui transportasi udara juga dirasa kecil sebab durasi penerbangan yang sangat pendek dibandingkan dengan moda transportasi lainnya. Ia meragukan tujuan dari aturan yang baru saja diedarkan ini, sebab menurutnya jika tujuannya untuk kesehatan, maka seharusnya aturan ini juga diterapkan pada seluruh pengguna transportasi publik. Terutama yang memiliki tingkat kerentanan tinggi yang dapat menjadi klaster penyebaran Covid-19.
“Berbagai pakar kesehatan, pengamat kesehatan juga kurang setuju jika PCR Test digunakan untuk persyaratan warga untuk berpergian,” ungkap Stevanus.
Kebijakan pemerintah pusat untuk mendorong ekonomi bergerak, UMKM bergerak, industri pariwisata untuk bangkit dirasa Stevanus sangat bertentangan dengan kebijakan PCR test. Aturan seperti ini justru kiat menekan pergerakan warga yang tentunya berdampak pada sektor ekonomi dan pariwisata.
“Jadi sebenernya ada apa dengan kebijakan yang saling bertentangan. Menaikkan ekonomi dengan membuka peluang usaha dengan mengimingi-imingi, bahwa akan ada kenaikan traffic pengunjung pariwisata atau bisnis namun di satu sisi menghimpit pergerakan warga dengan kebijakan PCR yang harganya selangit,” jelasnya.
Ia menyayangkan aturan ini karena dapat menghambat pertumbuhan di berbagai sektor, terutama di sektor pariwisata. Menurut Stevanus, sebagai persyaratan perjalanan cukup dengan melakukan tes antigen saja.
“Kasihan dengan pelaku industri diberbagai sektor, terutama yang terkait dengan sektor pariwisata. Penerapan PCR sebagai syarat berpergian pasti akan sangat menghambat,” imbuh Stevanus. (*)
Leave a Reply