Komisi D DPRD DIY Dorong Situs Kerto Jadi Sumber PAD dan Kesejahteraan Masyarakat

Jogja, dprd-diy.go.id — Komisi D DPRD DIY menyoroti pentingnya pengelolaan profesional terhadap Cagar Budaya Situs Kerto di Pleret, Bantul, agar dapat berkontribusi terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan mendorong kesejahteraan masyarakat. Dalam kunjungan kerja yang dilakukan pada Rabu (30/4/2025), Komisi D mendorong agar pengelolaan situs budaya tidak hanya berfokus pada pelestarian sejarah, tetapi juga diarahkan menjadi sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan instrumen kesejahteraan masyarakat.

Ketua Komisi D DPRD DIY, R.B. Dwi Wahyu B., S.Pd., M.Si., menyampaikan bahwa Situs Kerto merupakan bagian penting dari sejarah Mataram Islam yang memiliki nilai budaya dan potensi wisata tinggi. Namun, selama ini, pengelolaannya dinilai belum maksimal dalam mendukung pembangunan daerah secara nyata, khususnya dari sisi ekonomi.

“Situs Kerto yang merupakan bagian dari Keraton Sultan Agung adalah warisan sejarah yang sangat penting. Ini bagian dari poros peradaban Mataram di Kota Gede dan Pleret. Tapi setelah dibangun, situs seperti ini tidak boleh hanya menjadi monumen diam—harus dikelola secara baik agar bisa memberi kontribusi PAD,” ujar Dwi.

Menurutnya, situs budaya yang telah dikembangkan sebagai destinasi publik perlu disertai regulasi pendukung agar dapat menerima retribusi secara sah. Dinas Kebudayaan, lanjutnya, tidak memiliki kewenangan untuk mengambil profit, sehingga perlu dibentuk Unit Pelaksana Teknis (UPT) atau Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) yang bisa mengelola aspek pemanfaatan ekonominya.

“Tanpa badan pengelola yang punya dasar hukum, potensi ekonominya tidak bisa dimanfaatkan. Maka perlu ada konsolidasi lintas kelembagaan agar bisa menarik retribusi dengan aturan yang tepat,” jelasnya.

R.B Dwi juga menekankan perlunya sinergi antara Dinas Kebudayaan dan Dinas Pariwisata. Dengan keterlibatan Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) di tingkat Kalurahan dan Kelurahan, pengelolaan bisa menyentuh masyarakat langsung dan menciptakan ekonomi berbasis budaya.

“Kalau pariwisata kita berbasis budaya, maka dua dinas ini tidak bisa bekerja sendiri-sendiri. Harus ada konsolidasi kelembagaan dan perencanaan agar selain melestarikan warisan budaya, kita juga bisa mengelolanya untuk kesejahteraan masyarakat sekitar,” tegasnya.

Kepala Bidang Pemeliharaan dan Pengembangan Warisan Budaya Dinas Kebudayaan DIY, Agung Dwi Hermanto, menyambut baik dorongan dari Komisi D tersebut. Ia mengapresiasi perhatian DPRD terhadap pengembangan situs sejarah dan menyatakan bahwa pihaknya siap melakukan pembaruan strategi pengelolaan.

“Saya kira masukan dari Komisi D sangat positif. Ini akan menjadi dasar untuk kami dalam menyusun pengembangan yang lebih strategis. Situs-situs seperti ini memang harus bisa memberikan nilai tambah, termasuk kontribusi PAD, tanpa mengabaikan aspek pelestariannya,” ungkap Agung.

Ia menambahkan bahwa Dinas Kebudayaan akan melakukan koordinasi lebih intensif dengan dinas dan lembaga terkait, termasuk Dinas Pariwisata, untuk mewujudkan pengelolaan situs yang integratif dan berkelanjutan.

“Kolaborasi lintas sektor mutlak diperlukan. Karena kita tidak hanya bicara tentang menjaga cagar budaya, tapi juga bagaimana menghidupkan kawasan sekitarnya, menciptakan kegiatan ekonomi kreatif, dan melibatkan masyarakat,” ujarnya.

Situs Kerto adalah salah satu peninggalan arsitektur dan tata ruang penting dari masa pemerintahan Sultan Agung Hanyakrakusuma, Raja Mataram Islam abad ke-17. Terletak di wilayah Pleret, situs ini dulunya menjadi pusat pemerintahan dan simbol kekuasaan yang memiliki nilai arkeologis dan historis tinggi.

Namun, meskipun nilai sejarahnya besar, pengelolaan Situs Kerto masih menghadapi tantangan. Aksesibilitas, promosi wisata, dan keberadaan kelembagaan pengelola menjadi pekerjaan rumah yang harus segera ditangani. Ketiadaan sistem retribusi yang sah juga membuat potensi pendapatan dari pengunjung belum bisa dimaksimalkan.

Kunjungan Komisi D kali ini menjadi momentum untuk memperkuat arah kebijakan pengelolaan warisan budaya yang tidak hanya terfokus pada pelestarian fisik, tetapi juga pemanfaatan ekonominya secara berkelanjutan.

“Warisan budaya harus jadi sumber kekuatan ekonomi daerah, dan itu hanya bisa dicapai kalau semua pihak bekerja bersama,” tutup RB. Dwi Wahyu. (lz/cc)

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*