Komunitas Ojek Online Keluhkan Aturan dalam Permenhub

Jogja, dprd-diy.go.id – Komisi C menerima komunitas ojek online Yogyakarta yang terdiri dari beberapa aplikator seperti Gojek, Grab, Shopeefood, dan Maxim. Gimmy Rusdin, Wakil Ketua Komisi C bersama dengan Amir Syarifudin, Anggota Komisi C menerima audiensi ini pada Kamis (24/03/2022).

Para pelaku ojek online ini mengeluhkan aturan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 12 Tahun 2019 tentang Perlindungan Keselamatan Pengguna Sepeda Motor yang Digunakan untuk Kepentingan Masyarakat. Menurut komunitas ini aturan tersebut dirasa tidak mendukung kesejahteraan para pelaku ojek online.

“Kami ini ke sini hanya meminta perlindungan dan bantuan hukum pada pelaku ojek online. Kami usulkan ada perubahan, usul ada payung hukumnya,” ungkap Sapto salah satu pelaku ojek online.

Selain itu, pihaknya memohon agar peraturan tersebut bisa diubah terkait dengan tarif dasar layanan. Sapto menambahkan permohonan para ojek online agar ada perubahan status dari mitra menjadi pekerja dari aplikator.

“Kita (meminta) diubah dari mitra jadi pekerja. Karena kalau kita cuma mitra kalau ada apa-apa kita tidak bisa melakukan apa-apa, kita tidak bisa menyampaikan apapun yang terjadi di lapangan. Selama kita masih menjadi mitra kita tidak ada penguat untuk menyampaikan itu,” imbunya menjelaskan aspirasi terkait status kerja.

Beberapa juga mengeluhkan sistem kerja aplikator yang dirasa tidak manusiawi. Salah satunya disampaikan Wuri yang merupakan driver layanan food. Menurutnya diantara seluruh jenis layanan dalam aplikasi, layanan food inilah yang paling rendah tarifnya.

“Kalau dari kita ingin ada perhitungan jarak dasar yang jelas serta tarif dasar dari layanan food. Selama ini baru bike dan ride (yang diatur). Aturan soal food belum, tarif food sangat rendah,” tuturnya.

Sementara Ardan menyampaikan sistem dalam manajemen perusahaan aplikator ini perlu diperbaiki. Terkadang dalam beberapa kasus seperti layanan food dimana driver harus menalangi biaya pesanan terlebih dahulu atau kondisi cuaca yang membahayakan driver.

“Kantornya (aplikator) belum pernah ada dari Dishub (Dinas Perhubungan) yang melihat wujudnya. Seperti apa sistemnya disana, perilakunya kepada driver seperti apa seharusnya bisa dicek langsung biar tahu. Disana tidak manusiawi,” ungkapnya.

Sumariyoto, Kepala Bidang Angkutan Dinas Perhubungan DIY menanggapi bahwa beberapa aspirasi dari ojek online ini masuk dalam ranah Dinas Tenaga Kerja dan Administrasi DIY, Dinas Kominfo DIY, dan Dinas Perindustrian dan Perdagangan. Soal aturan dalam permenhub tersebut menurutnya memang hanya mengatur operasional layanan angkutan.

“Melihat aturan tentang tarif di sini ada besaran tarif jasa penggunaan sepeda motor dengan aplikasi dengan sistem zonasi. Zona 1 ini DIY termasuk di dalamnya,” lanjut Sumariyoto.

Menurut Sumariyoto aturan tersebut pada dasarnya sudah menerapkan biaya jasa bawah dan biaya jasa minimal. Hanya saja pihak aplikator yang terkadang tidak menerapkan dalam sistem seperti aturan yang tertuang dalam permenhub.

“Aturan sudah jelas masalahnya yang jadi tidak jelas aplikator ini menerapkan tarif kurang dari batas bawah. Kadang aplikator menerapkan di bawah itu dan membebankan ke mitra (driver),” jelasnya.

Ia menyatakan akan menyampaikan persoalan ini ke Kementrian Perhubungan. Ditanggapi pula oleh Amir agar permasalahan ini bisa sampai ke pembahan dalam ranah pusat sebab hal ini menjadi kewenangan pusat.

Gimmy mengatakan permasalahan ini akan dibahas lebih lanjut bersama seluruh Pimpinan Fraksi dan Pimpinan Komisi DPRD DIY. Ia turut mengatakan bahwa pada pembahasan selanjutnya OPD terkait turut hadir dalam pembahasan.

“Kalau memang itu aturan pusat, ini bagaimana kita sampaikan ke DPR RI. Dinas Perhubungan juga (menyampaikan) ke pusat. Kita tembuskan semua fraksi yang ada di pusat. Siapa tahu Jogja ini bisa menjadi yang berhasil memperjuangkan (aspirasi ojek online) secara nasional,” ungkap Gimmy menutup audiensi. (fda)

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*