LBH Dampingi Dosen Universitas Proklamasi 45 Audiensi dengan DPRD DIY

Jogja, dprd-diy.go.id – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) DIY mendatangi DPRD DIY bersama para dosen dari Universitas Proklamasi 45 pada Senin (21/06/2021). Kedatangan ini untuk melakukan audiensi terkait persoalan pendidikan, skorsing dan upah di bawah UMR di Universitas Proklamasi 45.

Dewi Handayani Harahap, dosen Fakultas Psikologi Universitas Proklamasi 45 menyampaikan poin permasalahan yang menjadi keresahan bagi para dosen di sana. Dewi menyampaikan permasalahan bermula dari kritikan yang dilakukan para dosen terhadap persoalan internal universitas dengan tujuan perbaikan sistem tata kelola dan tata laksana kampus.

Setelah adanya kritik dan masukan dari para dosen, pada tanggal 9-10 Februari 2021, sebanyak 6 dosen mendapatkan SP3 dengan opsi mengajukan pengunduran diri dan mendapat Surat Lolos Butuh atau mendapat surat pemecatan dan mendapat Surat Lolos Butuh. Setelahnya kejanggalan masih berlanjut dengan adanya skorsing tanpa alasan yang jelas kepada beberapa dosen yang telah memiliki sertifikat pendidik.

“Kami juga telah berupaya mengajukan surat perundingan sebanyak dua kali, namun selalu tidak diindahkan oleh pihak yayasan. Hingga saat ini tidak ada itikad dari pihak yayasan,” ungkap Dewi.

Ditambahkan Habib                   

Menurut Puguh Windrawan, dosen Fakultas Hukum Universitas Proklamasi 45 perlindungan dan kebijakan yang mengatur dosen di perguruan tinggi swasta sangat lemah. Kepada Nuryadi, Ketua DPRD DIY ia menyampaikan bahwa perlu ketentuan hukum yang mnegatur dosen dan tenaga pengajar yang berada di perguruan tinggi swasta.

“Kita sudah melakukan diskusi secara internal, kita melihat memang di pendidikan swasta, terutama dosen swasta sangat lemah dalam ketentuan hukumnya. Berbeda dengan tenaga pendidik di negeri atau para pekerja yang bekerja di perusahaan swasta. Ini perlu diatur ketentuan hukum yang mengatur terkait dosen yang berada di universitas swasta,” imbuhnya menyampaikan aspirasi. 

Ryan Akbar, perwakilan LBH DIY menambahkan bahwa pengupahan yang tidak sesuai UMR ini juga terjadi sebelum masa pandemi, sehingga menurutnya aturan yang kini digunakan tidak relevan dengan situasi yang dialami. Ia juga mengatakan bahwa para dosen yang sudah mengajar selama lebih dari tiga tahun tidak kunjung ditetapkan menjadi PKWTT. Hal tersebut tentu menyalahi peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Perwakilan LL DIKTI Wilayah V, Bimmo Widyo menanggapi bahwa pada dasarnya pihaknya tidak memiliki kewenangan terkait permasalahan ini. Menurutnya LL DIKTI hanya berwenangan dalam mengatasi hal terkait dengan akreditasi dan fasilitas mutu.

Pihaknya telah melakukan pertemuan dengan dosen dan pihak yayasan, hasil yang ada dari pertemuan tersebut sudah dilaporkan ke DIKTI pusat. Sementara tindak lanjutnya masih dalam proses pembahasan oleh DIKTI pusat. Hasil tersebutlah yang menentukan langkah sikap yang menjadi kewenangan DIKTI.

“Tindak lanjutnya, masih harus menunggu hasil dari pusat terkait dengan perizinannya. Jika dalam prosesnya diketahui mengganggu sistem sehingga mempengaruhi mutu, maka bisa jadi yang diambil adalah hak operasionalnya. Sementara terkait dengan status kepegawaian menjadi ranah dari Disnakertrans,” jelasnya.

Disnakertrans DIY, melalui Rusnanda menjelaskan soal Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) merupakan kewenangan Disnakertrans Sleman. Sebelumnya persoalan yang menjadi kewenangan Disnakertrans DIY sudah ditindaklanjuti.

“Terkait dengan hubungan kerja itu sebagian itu sudah diangkat menjadi PKWTT. Sementara kaitannya dengan BPJS, sebanyak 65 orang sudah masuk dalam BPJS Ketenagakerjaan,” ungkapnya.

Sementara pengukuhannya akan dilakukan pada September mendatang menyesuaikan tahun ajaran baru. Terkait dengan upah di bawah minimum, Rusnanda mengatakan harus ada dialog dan kesepakatan tersebih dahulu menurut aturan yang berlaku.

“Terkait dengan nota pemeriksaan tidak dapat diberikan karena ada bukan merupakan bentuk keterbukaan informasi publik. Mengenai upah, dikarenakan situasi pandemi seperti saat ini maka jika dibayarkan upah minimum itu harus ada dialog terlebih dahulu. Dalam Surat Edaran Gubernur 24 Maret 2020 juga disebutkan harus ada dialog dan kesepakatan terkait upahnya,” ungkapnya.

Sementara Addienulhas Jati, dari LL DIKTI menambahkan bahwa proses di Disnakertrans Sleman saat ini sudah sampai pada anjuran. Pihak Disnakertrans DIY dan Disnakertrans Sleman telah melakukan koordinasi secara informal terkait dengan proses kerjanya.

Nuryadi mengatakan bahwa pada dasarnya persoalan yang melibatkan kewenangan dari LL Dikti Wilayah V dan Disnakertrans DIY telah diproses dan mendapatkan hasil. Nuryadi menyatakan siap mengawal permasalahan sampai ke Disnakertrans Sleman.

Selanjutnya ia akan melaksanakan pembahasan lebih lanjut secara internal bersama Komisi D DPRD DIY dan Disnakertrans DIY terkait persoalan ini. Jika memungkinkan Nuryadi juga akan mengundang Disnakertrans Sleman untuk membahas proses tindak lanjut yang ada di sana. 

“Saya akan mengawasi proses yang dilakukan oleh eksekutif karena menjadi kewenangan legislatif untuk fungsi pengawasan. Selanjutnya kita akan melakukan diskusi kalau bisa nanti dengan Disnakertrans Sleman dapat hadir. Meskipun pembahasan dilakukan secara tertutup, namun hasil dari pembahasan dapat diakses,” ungkap Nuryadi. (fda)

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*