Pansus BA 6 Tahun 2022 Bahas Masukan Hasil Public Hearing

Jogja, dprd-diy.go.id – DPRD DIY melakukan Rapat Kerja (Raker) Panitia Khusus (Pansus) BA 6 Tahun 2022 tentang pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Bantuan Hukum bagi Masyarakat Miskin dan Kelompok Rentan pada Kamis (16/06/2022) di Ruang Rapur Lt. 2 DPRD DIY.

Raker tersebut dibuka oleh Yuni Satia Rahayu pukul 14.30 WIB. Adapun pokok bahasan raker tersebut antara lain membahas masukan Public Hearing Pimpinan dan Anggota Pansus BA 6 DPRD DIY Tahun 2022 tentang Raperda Bantuan Hukum bagi Masyarakat Miskin dan Kelompok Rentan, finalisasi pembahasan Raperda Bantuan Hukum bagi Masyarakat Miskin dan Kelompok Rentan, dan lain-lain.

Nurcholis Suharman menyampaikan terdapat beberapa masukan atau saran yang didapat dari public hearing. Berkaitan dengan anggaran, tercantum di draf raperda bahwa masalah tersebut diampu oleh Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang menangani hukum. Berdasarkan hasil public hearing, dijelaskan Nurcholis bahwa anggaran lebih baik jangan ada di pihak OPD, tetapi masuk di biaya tidak terduga.

Adapun usulan dari pihak kabupaten, sebaiknya provinsi menyediakan anggaran untuk bantuan terkait untuk tingkat II. Faktanya kelompok difabel kerap tidak masuk dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). Sehingga terdapat usulan agar Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) dapat diganti dengan surat pribadi dari lurah desa.

“Mengenai SKTM, kelurahan biasanya memberikan alur masuk ke DTKS. Akan tetapi, kelompok difabel yang rentan seringkali tidak masuk di DTKS. Menanggapi hal tersebut, adapun usulan agar SKTM bisa menggunakan surat pribadi yang diketahui lurah desa,” ungkapnya pada rapat ini.

Fokus kepada Pasal 16 Draf Raperda Bantuan Hukum bagi Masyarakat Miskin dan Kelompok Rentan, sebaiknya laki-laki dan pekerja migran juga dimasukkan ke dalam kelompok rentan. Kekerasan terhadap laki-laki juga semakin marak. Hal ini perlu menjadi pertimbangan. 

“Adapun permintaan dari kelompok difabel, penyedia badan hukum sebaiknya menyediakan tenaga yang spesifik untuk menangani masalah disabilitas. Hal ini dimaksud seperti penerjemah apabila berkaitan dengan tuna rungu,”lanjut Nurcholis Suharman.

Adapun arahan lain yang disampaikan Muhammad Syafi’i, Wakil Ketua Pansus BA 6 Tahun 2022, yaitu pemohon bantuan hukum di surat perlu dikonsolidasikan di tingkat kabupaten atau kota dan meninjau ulang pasal-pasal yang berkaitan dengan afirmasi terhadap lembaga yang tidak terakreditasi.

mengingat hal ini rentan bertentangan dengan persyaratan lembaga berdasar Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 42 Tahun 2013 tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum dan Penyaluran Dana Bantuan Hukum.

“Mengingat hal ini rentan bertentangan dengan persyaratan lembaga berdasar Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 42 Tahun 2013 tentang Syarat Dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum Dan Penyaluran Dana Bantuan Hukum,” tambah Muhammad Syafi’i.

Selain arahan tersebut, adapun bahasan lain mengenai perlunya perluasan. Perluasan definisi pada penyelenggara, pemberi, dan penerima perlu menjadi penekanan. Adapun arahan yang didapat dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) adalah mengenai permasalahan tersebut sebaiknya dipegang oleh Dinas Sosial, bukan Biro Hukum; dan perlunya pengadaan panitia pengawasan. (vi)

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*