Pansus Bahas Evaluasi Perda Keterbukaan Informasi melalui Public Hearing

Jogja, dprd-diy.go.id – Panitia Khusus (Pansus) DPRD DIY menggelar kegiatan Public Hearing guna memperdalam penyusunan rekomendasi terhadap pelaksanaan Peraturan Daerah DIY Nomor 4 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Keterbukaan Informasi Publik. Kegiatan ini berlangsung pada Senin (26/5/2025) dengan menghadirkan sejumlah pakar dan tenaga ahli di bidangnya.

Dalam sambutannya, Ketua Pansus BA 11, Purwanto, S.T., menyampaikan bahwa forum ini penting untuk memastikan Perda dapat diterapkan secara optimal.

“Raker ini bertujuan memastikan Perda DIY No. 4/2021 diterapkan efektif. Dengan masukan para ahli, kami bahas perlindungan hak publik, peningkatan SDM PPID, hingga tantangan infrastruktur digital untuk memperkuat sistem pengawasan,” jelasnya.

Sebagai narasumber pertama, Supadiyanto menjelaskan bahwa Perda DIY Nomor 4 Tahun 2021 disusun berdasarkan sejumlah regulasi penting, antara lain UUD 1945 Pasal 18 ayat 6 dan Pasal 28F, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, serta Undang-Undang Keistimewaan DIY Nomor 13 Tahun 2012.

“Perda ini memiliki konstruksi hukum yang terdiri dari 7 Bab dan 39 Pasal, dan secara resmi ditetapkan pada 2 Agustus 2021 oleh Gubernur DIY,” paparnya.

Lebih lanjut, ia menekankan pentingnya sinergi antar regulasi yang berlaku dan mengusulkan kemungkinan penggabungan beberapa regulasi relevan dalam satu payung hukum. 

“Nilai-nilai kemanusiaan harus tetap menjadi pijakan dalam implementasi keterbukaan informasi publik,” ujarnya.

Moh. Hasyim, Ketua Komisi Informasi DIY periode 2019–2023, turut memberikan masukan. Ia menyoroti beberapa kelebihan sekaligus tantangan dalam implementasi Perda, khususnya Pasal 2 dan Pasal 10.

“Pasal 2 sangat strategis karena menjadi dasar perlindungan hak masyarakat untuk mengakses informasi terkait pembangunan, APBD, dan Dana Keistimewaan. Namun, perlu evaluasi sistematis melalui metode monitoring, survei, dan evaluasi terukur,” jelasnya.

Terkait Pasal 10, Hasyim menekankan pentingnya kejelasan pelaksanaan pelatihan SDM PPID. Menurutnya perlu dilakukan kajian terkait pelatihan yang mencakup seluruh PPID serta bagaimana kurikulum dan sistematika penyelenggaraan pelatihan tersebut agar kualitas layanan informasi terjamin. Ia juga mengulas Pasal 33 terkait pemanfaatan hasil evaluasi sebagai tolok ukur kinerja perangkat daerah. 

“Ayat (1) perlu pengawasan ketat, sedangkan ayat (2) bersifat fakultatif dan dapat disesuaikan dengan pertimbangan rasional,” jelasnya.

Anggota Pansus, Akhid Nuryati, S.E., menyoroti kesenjangan infrastruktur informasi di beberapa wilayah. Sebagai contoh di Kulon Progo yang telah menunjukkan komitmen antikorupsi, namun masih menghadapi keterbatasan infrastruktur internet. Menurutnya hal ini perlu menjadi bahan pertimbangan dalam revisi regulasi.

Senada dengan yang disampaikan Akhid, Sigit Nursyam Priyanto, S.Si., M.Ec.Dev., menekankan pentingnya keseimbangan antara keterbukaan informasi dan perlindungan data pribadi. 

“Di era digital ini, keterbukaan harus disertai perlindungan yang memadai terhadap data pribadi melalui regulasi yang kuat,” tegasnya.

Menutup diskusi, Supadiyanto menambahkan bahwa percepatan digitalisasi harus dibarengi dengan penguatan nilai-nilai kemanusiaan. 

“Semakin cepat internet, seharusnya semakin sejahtera masyarakat. Namun, pembangunan berbasis nilai kemanusiaan tetap harus menjadi landasan utama setiap kebijakan,” pungkasnya. (uns/cc)

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*