
Jogja, dprd-diy.go.id – Pada hari Selasa (30/11/2021) DPRD DIY menggelar acara seminar kaukus perempuan parlemen yang bertajuk “Partisipasi Perempuan Mewujudkan Demokrasi”. Acara yang diselenggarakan di Ruang Rapur Lantai 2 ini dihadiri oleh puluhan perempuan dari berbagai wilayah di Yogyakarta. Seminar kali ini di isi oleh Siti Ghoniyatun selaku perwakilan dari KPU DIY dan Renny A. Frahesty dari Yayasan Narasita Yogyakarta.
Pada pembukaannya Retno Sudiyanti selaku Anggota Dewan perempuan dari Fraksi Gerindra mengatakan bahwa peserta dapat menyampaikan pertanyaan kepada para narsumber agar mendapatkan ilmu mengenai dunia parlemen dan cara memasuki dunia parlemen.
Pada diskusi kali ini, Siti mengatakan bahwa perpolitikan di Indonesia masih didominasi oleh laki-laki. Siti berharap partisipasi perempuan di dunia perpolitikan dapat meningkat di pemilu tahun 2024 nanti, karena sudah banyak dasar hukum yang mendukung seperti UUD Negara Republik Indonesia 1945, UU RI No 12 tahun 2003 ayat 65 tentang kepengurusan yang mengharuskan kuota sebanyak 30% adalah perempuan.
“Untuk menjadi anggota legislatif, DPR, DPRD, Presiden dan Wakil Presiden adalah hak semua warga negara, laki-laki maupun perempuan dan dari 3 orang anggota harus ada 1 anggota perempuan,” tambahnya.
Siti juga membahas mengenai strategi kemengangan di Pemilu 2024 nanti. Dirinya mengungkapkan bahwa ada banyak strategi kemenangan yang dapat diplih, tinggal menyesuaikan dengan kecocokan diri dan daerah pilihan masing-masing.
“Pilihlah dapil yang sesuai, sesuaikan dengan konstintuen dan jadilah sosok yang dipercaya,” ungkapnya.
Pada akhir sesi, Siti menuturkan kepada seluruh peserta seminar untuk meluruskan niat untuk beribadah dalam dunia politik, bukan hanya untuk kepentingan pribadi dan materil semata.
Pada sesi kedua yang diisi oleh Renny membahas mengenai peran perempuan dalam mewujudkan demokrasi. Renny memiliki tujuan dalam seminar ini yaitu meningkatkan pemahaman hak dan kewajiban dalam berkontribusi dan mendorong peningkatan partisipasi perempuan DIY dalam demokrasi di Indonesia.
“Untuk tujuan sudah saya sampaikan di awal agar kita dapat jelas melihat kedepan supaya paham akan demokrasi itu sendiri seperti apa,” tambahnya.
Renny menjelaskan mengenai keterlibatan perempuan dalam sejarah demokrasi Indonesia dimulai dari pemilu pertama tahun 1955. Renny menegaskan bahwa sudah sedari dulu, perempuan Indonesia bisa berkarir dan menggeluti dunia politik.
“Dalam pemilu 1955 sudah ada perempuan yang terlibat dan memang tidak ada larangan dalam pemilu. Kemudian pada pemilu pasca reformasi tahun 1999 ini sudah lebih banyak adanya partisipasi dari perempuan Indonesia,” pungkasnya.
Terakhir Renny mengatakan bahwa makna politik bagi perempuan itu sangat dekat. Politik tidak hanya melulu mengenai rapat dan demokrasi, pengambilan keputusan dalam keseharian di rumah pun sudah merupakan politik. Politik sangat bersahabat dengan perempuan karena perempuan terbiasa untuk mengambil keputusan setiap hari dari yang sederhana hingga yang tersulit.
Dalam sesi terakhir pun dibuka tanya jawab terkait bahasan seminar di atas, salah satu perserta menanyakan tentang pendapat Renny yang mengatakan bahwa kampanye tidak butuh banyak uang, namun di realitanya malah kalah dengan amplop yang diberikan oleh calon-calon lainnya, padahal sudah melakukan pendeketan-pendekatan yang baik.
Renny kemudian memberikan jawaban sebenarnya itu adalah tanggung jawab seluruh pihak untuk mencegah praktik money politic. Pendidikan politik bisa dilakukan dimana saja dan kapan saja termasuk di sela-sela kegiatan sehari-hari dengan masyarakat.
Pendidikan politik diperlukan agar masyarakat sadar bahwa money politic itu melanggar hukum dan dapat dijerat dengan hukum yang berlaku. “Sebenernya paling penting adalah dari sisi kesadaran dari masyarakat mengenai money politic itu adalah suatu kesalahan dan harus dilawan,” pungkasnya. (ric)
Leave a Reply