
Jogja, dprd-diy.go.id – Jumat (17/5/2019) DPRD DIY menerima tamu dari DPRD DKI Jakarta, DPRD Sumatera Utara, dan DPRD Riau. Arif Noor Hartanto dan Danang Wahyu Broto berkesempatan menerima ketiga tamu ini di Ruang Rapat Paripurna lantai 2.
DPRD DKI Jakarta
Gabungan Komisi DPRD DKI Jakarta yang dipimpin oleh Bestari Barus, Anggota Komisi D DPRD DKI Jakarta, mempertanyakan terkait keistimewaan DIY. Arif menjelaskan bahwa adanya pembelahan kewenangan dari Undang-Undang Keistimewaan dan daerah tidak dapat membatasi kewenangan dari kabupaten dan kota. Hal seperti ini justru dikatakan Arif masuk ke dalam tambahan urusan daerah otonom.
Terkait urusan pertanahan Arif menjelaskan bahwa Undang-Undang Keistimewaan meletakkan kewenangan kepada Kadipaten dan Kesultanan. Wewenangnya yaitu untuk mengelola, menyertifikasi, dan menginvertarisasi tanah yang termasuk dalam Sultan Ground. Kegiatan tersebut dilakukan dengan menggunakan dana keistimewaan.
DPRD Riau
Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga DIY memberikan tanggapan terkait pertanyaan dari DPRD Riau tentang Pengawasan Implementasi Permendikbud yang membahas PPDB. Berdasarkan Pergub Nomor 30 Tahun 2017 ditetapkan sistem zonasi dimana sistem ini digunakan untuk menentukan daerah utama calon siswa.
Sistem zonasi juga diterapkan bagi guru, dimana sistem ini bertujuan untuk mengurangi beban keterjangkauan lokasi guru menuju lokasi mengajar. Permasalahan muncul setelah diketahui bahwa sekolah favorit banyak berada di pusat kota, sehingga cukup memberatkan bagi calon siswa dari pedesaan.
DPRD Sumatera Utara
Dalam rangka pembahasan Raperda Pengelolaan Hutan Produksi dan Hutan Lindung, DPRD Sumatera Utara berkonsultasi dengan DPRD DIY. Danang menyampaikan keadaan di DIY bahwa sebenarnya hutan di DIY tidak luas hanya meliputi beberapa lokasi seperti di Merapi dan Mangunan. Menurut Danang Taman Hutan Raya (Tahura) memang dioptimalkan untuk pemberdayaan masyarakat termasuk untuk pariwisata. Sedangkan Hutan Lindung sendiri dikembangkan dengan melibatkan sektor pariwisata dan pendidikan, sehingga mendorong nilai manfaat untuk masyarakat tanpa melibatkan sektor industri.
“Tahura itu digunakan untuk kesejahteraan masyarakat. Hutan lindung konservasi tetap berjalan, dan target wisata tetep jalan. Hutan lindung dikembangkan selama pariwisata dan pendidikan dapat masuk. Yang memanfaatkan boleh banyak pihak tapi harus jelas,” jelas Danang.
Dinas Kehutanan dan Perkebunan DIY menambahkan bahwasanya hutan tersebut dikelola oleh provinsi sehingga melahirkan Perda Pengelolaan Hutan Produksi dan Hutan Lindung. Di dalamnya menyatakan bahwa hutan harus dikelola sesuai tiga fungsi hutan yaitu, fungsi ekonomi, ekologi, dan sosial. Perda tersebut turut mengatur pembagian lahan hutan sesuai jenis tanamannya. (fda)
Leave a Reply