Jogja, dprd-diy.go.id – Asosiasi Pedagang Kaki Lima Yogyakarta (APKLY) mendatangi Komisi B DPRD DIY guna menyampaikan penolakan terhadap relokasi Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kawasan Malioboro. Wawan Suhendra, Ketua APKLY mewakili beberapa paguyuban PKL Malioboro menyampaikan beberapa alasan penokalan tersebut.
Penolakan ini dilakukan atas dasar rasa khawatir para PKL terhadap situasi baru lokasi berjualan yang dirasa akan mengurangi pendapatan. Terlebih sebelumnya PKL Malioboro sempat mengalami penurunan pendapatan akibat berbagai kebijakan Covid-19.
“Kami ini baru merasakan kebangkitan setelah pandemi akibat kebijakan-kebijakan selama pandemi. Baru saja kami mau berdiri, namun para pedagang harus digusur dipindahkan di tempat baru dengan situasi baru,” ungkapnya.
Secara jelas, Wawan mengungkapkan bahwa para PKL Malioboro ini khawatir barang dagangannya tidak laku karena tidak lagi berada di sepanjang tepi Jalan Malioboro. Menurutnya sejauh ini para PKL Malioboro dapat menjalankan kegiatannya dengan harmonis dan tidak merugikan elemen lainnya. Pihaknya juga telah melaksanakan kebijakan untuk mempercantik kawasan Malioboro.
“PKL kuliner yang di timur Malioboro tidak berjualan di trotoar yang dipakai para pejalan kaki. Jadi selama ini juga tidak mengganggu toko, sehingga tidak semestinya perlu direlokasi,” imbuhnya.
Pemerintah sendiri berupaya menata kawasan Malioboro dalam rangka pengajuan ke UNESCO sebagai warisan dunia. Meskipun begitu, para PKL ini merasa kebijakan ini terlalu tergesa-gesa, bahkan Wawan mengatakan sosialisasi yang disampaikan baru dilakukan sekali pada akhir November lalu.
PKL ini juga tidak mendapatkan jaminan besarnya jumlah pengunjung jika direlokasi di kawasan ex Bioskop Indra dan ex Dinas Pariwisata DIY. Ia berharap ada jaminan dari pihak terkait bahwa dengan direlokasinya para PKL ke tempat baru tidak akan mengurangi pendapatan mereka saat ini.
“Sayang kurang info secara ekonomi tidak ada jaminan pendapatan akan mendapat yang sama atau tidak. Kami mengajukan permohonan agar ditata (saja) tanpa memindah. Sehingga kami ada slogan ‘ditata yes digusur no’,” ungkap Wawan.
Ia juga berharap adanya kepastian mengenai jangka pendek dan jangka panjang dari relokasi ini terhadap perekonomian PKL Malioboro. Wawan berharap pemerintah dapat memberikan data soal ekonomi dan rekolasi di Malioboro untuk meningkatkan kepercayaan para PKL atas rencana relokasi ini.
Kepala Dinas Koperasi dan UMKM DIY, Srie Nurkyatsiwi menjelaskan bahwa rencana relokasi sudah di bahas sejak lama, namun pada prosesnya juga memerlukan waktu. Ia menjelaskan bahwa relokasi ini akan dilakukan terpusat pada titik selatan yakni di ex Bioskop Indra dan di utara di ex Dinas Pariwisata DIY.
“Ini bentuk afirmasi pemerintah terhadap perekonomiam, bagaimana pelaku usaha bisa naik kelas berarti harus ada legalitas juga. Pemerintah tidak akan menjerumuskan masyarakatnya ke arah lebih jelek,” terang Siwi.
Siwi menegaskan bahwa pemerintah tidak menggusur, namun memindahkan atau merelokasi dalam rangka penataan kawasan Malioboro. Hal tersebut dijelaskan Siwi sesuai dengan arahan dari Gubernur DIY yang dibawahi oleh Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta.
Siwi menjelaskan lahan ex Dinas Pariwisata DIY ini merupakan shelter sementara relokasi para PKL hingga dapat dibangung perluasan di kawasan ex Bioskop Indra. Ia berharap pada awal tahun 2022 seluruh PKL Malioboro sudah terelokasi.
“Harapannya awal tahun 2022 sudah terisi (relokasi PKL) semua. Baik di utara maupun selatan akan ada para pelaku usaha ini. Ada yang kuliner dan non kuliner akan disebar,” jelas Siwi.
Penataan relokasi ini dibahas dan direncanakan oleh Pemerintah Kota Yogyakarta. Siwi menjelaskan shelter PKL Malioboro ini masing-masing dapat menampung hingga 800 PKL. Sementara jumlah tersebut belum mampu memenuhi kebutuhan PKL yang diperkirakan mencapai 2.236. Hal inilah yang kemudian menjadi pembahasan pemerintah yang akan menjadi kolaborasi bersama.
“Kita bicara sarana, transportasi, dan regulasinya. Sekarang ada transformasi digital. Ini adalah kolaborasi bersama,” tambah Siwi.
RB Dwi Wahyu B, Wakil Ketua Komisi B DPRD DIY menjelaskan bahwa kewenangan relokasi PKL Malioboro ini ada pada Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta. Pihaknya mengaku belum dapat menanggapi secara langsung terkait rencana relokasi ini, sebab perlu melakukan koordinasi dengan Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta.
“Kami menerima aspirasi dari teman-teman, namun belum bisa berkomentar karena itu kewenangan ada di Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta. Kami nanti Komisi B akan melakukan koordinasi terlebih dahulu dengan pihak-pihak terkait,” ungkap Dwi Wahyu.
Meskipun begitu ia meminta agar Pemda DIY juga tetap melakukan koordinasi secara intens dengam Pemkot Yogyakarta sebelum dilakukan relokasi. Ia berharap persiapan yang lebih matang dan koordinasi yang baik nantinya bisa membuat para PKL ini percaya dengan program ini.
Sementara Aslam Ridlo, Anggota Komisi B DPRD DIY mengungkapkan bahwa penataan Malioboro ini pasti akan meningkatkan perekonomian sekitar. Menurutnya kekurangan relokasi ini juga bisa diselesaikan dengan memanfaatkan Hotel Mutiara.
“Malioboro yang baik bisa jadi meningkatkan ekonomi sekitarnya. Kita Komisi B akan melakukan komunikasi dengan OPD terkait. Tujuan kita itu bagaimana bersama kita bangun Malioboro demi ekonomi,” ungkap Aslam. (fda)
Leave a Reply