Jogja, dprd-diy.go.id – Staf pamong desa yang tergabung dalam Asosiasi Staf Pamong Kalurahan DIY (AMARTA) mendatangi DPRD DIY pada Jumat (23/04/2021). Kedatangan asosiasi ini dalam rangka menuntut kejelasan status sebagai bagian dari perangkat desa.
Undang – Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dan Permendagri Nomor 83 Tahun 2015 yang sudah diberlakukan nyatanya masih belum mampu menjamin kesejahteraan pamong desa. Hingga saat ini para among desa masih berstatus sebagai pembantu urusan administratif di tingkat desa, namun tidak kunjung berstatus sebagai perangkat desa.
Ketua Umum Amarta DIY, Jumari mengungkapkan bahwa tidak adanya status sebagai perangkat desa tidak sesuai dengan PP Tahun 2019 yang menyetarakannya sebagai pegawai golongan 2A.
“Kami berupaya memperjuangkan nasib kami, karena itu kami mendatangi DPRD DIY untuk menyampaikan permasalahan ini,” ungkapnya.
Terhitung dari 1.627 pamong di empat kabupaten di DIY, sebanyak 539 orang dari Gunungkidul mendapatkan pengakuan sebagai perangkat dan pamong desa. Sementara 1.088 lainnya yang terdiri dari 106 pamong asal Kulon Progo, 380 orang asal Bantul dan 602 orang dari Sleman tidak mendapatkan kejelasan status sebab adanya peraturan di setiap kabupaten.
“Kami sudah meminta legal opinion dari Kanwil Kemenkumham DIY. Selain itu juga kami sudah dialog dengan pemerintah desa dan kabupaten. Gunungkidul sudah, namun untuk kabupaten lain belum ini,” sambungnya.
Menurutnya AMARTA telah melakukan berbagai upaya serta berdialog dengan berbagai pihak. Sejauh ini AMARTA telah menyampaikan koordinasi kepada – kepala daerah serta pemerintah desa di masing- masing kabupaten.
“Kami memprotes tidak samanya perlakuan terhadap staf yang masih dalam satu kesatuan di DIY,” ujarnya.
Wakil Ketua DPRD DIY, Suharwanta mengungkapkan akan membantu AMARTA meminta kejelasan nasib pada Pemda DIY. Menurutnya among dan perangkat desa memiliki peran penting dalam pelayanan di masyarakat, termasuk di masa pandemi Covid-19.
“Kita dukung dengan batas-batas kewenangan (untuk kejelasan nasib) termasuk sinkronisasi peraturan di tingkat DIY dan kabupaten untuk memantik kesadaran bersama agar tidak hanya Gunung Kidul yang diperhatikan, namun juga kabupaten lainnya,” ungkapnya.
Ketua Komisi A DPRD DIY, Eko Suwanto menambahkan pihaknya akan menggelar rapat kerja terkait nasib staf pamong perangkat desa. Komisi juga melakukan kajian status staf pamong desa dalam UU Desa. Komisi A juga melakukan kajian status staf pamong desa dalam UU Desa.
“Minggu depan kami mengundang staf pamong untuk raker. Kita akan kaji UU Desa tentang staf pamong desa ini seperti apa, ada atau tidak. Minggu depan kami gelar raker terkait persoalan ini. Kami juga mengundang staf pamong untuk hadir ya. Tanggal 27 ya, nanti perwakilan,” terangnya.
Sementara Kepala Bagian Bantuan Layanan Hukum, Biro Hukum Setda DIY, Adi Bayu Kristanta mengatakan belum jelasnya status para pamong kelurahan itu lantaran tiap-tiap kabupaten kota belum satu suara dalam menerapkan aturan terkait penetapan status para pamong kelurahan.
“Salah satu contoh peraturan bupati (perbub) Sleman dengan Perbub Gunungkidul ada perbedaan dalam pemberian hak-hak pamong kelurahan. Jadi memang butuh koordinasi dengan kabupaten/kota terkait penerapan aturan untuk mengatur para pamong ini. Salah satu contoh di Kabupaten Sleman,” katanya.
Ia bersedia apabila dalam waktu dekat akan diadakan rapat kembali untuk menentukan aturan terkait penerapan status pamong kelurahan itu.
“Kami dari Biro Hukum siap duduk bersama mencari solusi terbaik untuk semua,” pungkasnya. (fda)
Leave a Reply