Butuh Peran Bersama Guna Temukan Solusi Dampak Negatif Belajar Daring

Jogja, dprd-diy.go.id – Pembelajaran jarak jauh secara dalam jaringan (daring) sejak masa pandemi ini menimbulkan dampak positif dan juga negatif bagi para pelajar. Dampak negatif yang kini dirasakan beberapa pelajar yakni adanya gangguan psikososial.

Sekretaris Komisi D, Sofyan Setyo Darmawan menyampaikan bahwa penggunaan gawai dalam proses belajar daring tidak sedikit memberikan dampak negatif. Selain itu, tidak adanya proses belajar tatap muka ternyata meningkatkan angka dispensasi pernikahan sebanyak 500 persen.

“Penggunaan gadget menggantikan buku memberikan dampak negatif juga. Anak-anak jadi malas. Sebelum pandemi saja anak sudah sibuk dengan gadget, dengan adanya sistem daring malah semakin sulit lepas,” ungkapnya.

Sebagai Pimpinan Komisi D yang membidangi terkait pendidikan, Sofyan menyampaikan hasil survei bahwa sebagian besar pelajar mengalami gagal memahami materi yang disampaikan secara daring. Angka tersebut yakni siswa SD mencapai 63 persen, siswa SMP 83 persen dan siswa setara SMA/SMK sebesar 58 persen.

“Berdasarkan hasil survei mayoritas anak didik mengalami kegagalan memahami materi yang disampaikan. Ini bagaimana masalah ini harus segera diatasi oleh dinas yang membidangi sehingga dapat selesai,” lanjutnya.

Sofyan mengajak seluruh elemen untuk menemukan solusi atas permasalahan ini secara bersama-sama. Sofyan berharap Disdikpora DIY mampu mengambil langkah solutif untuk mengatasi fenomena psikososial anak.

“Disdikpora kami harap bisa cari langkah terbaik ya untuk menyelesaikan masalah psikososial ini. Bagaimana pun anak awalnya terbiasa belajar di sekolah, tiba-tiba sekarang belajar dari rumah. Anak tidak siap, orangtua juga tidak siap,” harapnya.

Didik Wardaya, Kepala Disdikpora DIY menyampaikan bahwa saat ini Disdikpora mengambil kebijakan untuk menunda pengadaan sekolah tatap muka yang rencananya akan mulai berlangsung pada awal 2021. Hal ini disebabakan karena melihat angka kasus Covid-19 di DIY yang belum juga melandai bahkan semakin meningkat.

“Terkait persiapan pembelajaran tatap muka, kami (Disdikpora DIY) diundang kementerian untuk membahas pembukaan sekolah tatap muka. Melihat kasus (Covid-19) semakin meningkat, kami bersama gugus tugas terus mengkaji kembali kesiapan belajar tatap muka,” jelasnya.

Didik menjelaskan bahwa DIY dalam pembukaan belajar tatap muka mengacu pada kebijakan gubernur yakni akan dimulai dengan pembukaan kampus perguruan tinggi. Menurutnya Disdikpora akan menetapkan pembukaan belajar tatap muka setelah menilik kesiapan APD di masing-masing instansi pendidikan dan pelaksanaan adaptasi kebiasaan baru.

“Sesuai dengan kebijakan gubernur, nanti kita (Disdikpora DIY) akan terlebih dahulu membuka kampus-kampus. Ini nanti kita kana evaluasi pelaksanaannya bagaimana. Kami juga siapkan SOP untuk memastikan APD lengkap dan protokol kesehatan dapat terus dilakukan dengan baik,” tuturnya.

Sementara ini Didik mengatakan bahwa sekolah tingkat SMA/SMK banyak menjadi percontohan pembelajaran tatap muka. Sekolah tersebut tentunya telah menerapkan protokol kesehatan Covid-19 dan penyediaan APD yang lengkap.

“Kami sudah membuat daftar sekolahnya (percontohan). Sudah ada lebih dari 45 persen sekolah siap dan mengajukan pembukaan sekolah tatap muka sesuai protokol kesehatan,” tambahnya.

Terkait masalah psikososial sebagai dampak pembelajaran daring, Didik mengakui permasalahan ini memang terjadi. Ia berharap dengan adanya pembukaan pembelajaran tatap muka nantinya dapat mengentasi masalah psikososial ini.

“Soal masalah psikososial ini betul adanya, ini karena sejauh ini sudah sembilan bulan mereka (pelajar) tidak belajar tatap muka. Sebenarnya caranya adalah dengan membuka kembali belajar tatap muka, hanya kami (Disdikpora) masih terus mengkaji agar tidak menimbulkan ledakan kasus Covid-19,” ungkapnya.

Pakar pendidikan UNY, Arif Rohman menjelaskan bahwa pelaksanaan sistem pembelajaran daring sejak adanya pandemi ini menekan psikis pelajar dan orangtua yang mendampingi pembelajaran. Meskipun begitu ia mengatakan bahwa setelah pandemi berakhir metode pembelajaran daring masih akan tetap berlangsung walaupun tidak sepenuhnya.

“Siswa stres karena merasa bosan di rumah, bahkan orangtua juga tidak siap mendampingi pembelajaran seperti ini. Inilah juga yang mengakibatkan permasalahan psikis muncul,” imbuhnya.

Menanggapi pernyataan Kepala Disdikpora DIY terkait penundaan pembukaan sekolah tatap muka, Arif menyarankan agar dalam pelaksanaan belajar daring hendaknya diterapkan metode yang variatif. Metode ini meliputi properti pembelajaran, rombongan belajar, atau sesi waktu.

“Program pembelajaran harus dirancang dengan variasi, termasuk aturan proporsi serta porsi maupun rombel (rombongan belajar). Sementara untuk tingkat SD dan TK bisa juga menggunakan metode dengan tempat-tempat alternatif, misalnya taman kampung,” jelasnya.

Arif merekomendasikan pemda bersama gugus tugas untuk membuat peta kerawanan Covid-19. Hal ini untuk mengetahui situasi dan kondisi kerawanan di tempat pembelajaran tatap muka nanti dilaksanakan, termasuk kondisi para pelajar.

“Pemda bisa membuat peta zona kerawaanan Covid-19 bersama sekolah-sekolah dan tim gugus tugas. Ini juga untuk mengetahui kondisi anak,” imbuhnya dalam forum diskusi wartawan, Jumat (11/12/2020). (fda)

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*