Jogja, dprd-diy.go.id – Danang Wahyu Broto, Ketua Pansus BA 22 Tahun 2020 memimpin rapat kerja pansus yang berlangsung pada Senin (14/12/2020). Pansus kembali membahas pengawasan terkait alokasi pupuk bersubsidi untuk dapat memberikan rekomendasi kepada eksekutif pelaksana.
Danang menjelaskan berdasarkan aspirasi yang disampaikan kepada DPRD DIY bahwa terjadi kelangkaan pupuk bersubsidi di sejumlah daerah. Danang menambahkan bahwa faktanya pupuk palsu atau ilegal banyak beredar di kalangan petani akibat langkanya pupuk bersubsidi.
“Musim tanam 2020 yang puncaknya Agustus lalu terjadi kelangkaan pupuk (subsidi). Bahkan yang terjadi terkait pupuk dan langkanya pupuk ini ada pemalsuan pupuk yang beredar di tengah petani. Lahan saja kecil masih dikasih (beredar) pupuk palsu,” jelasnya.
Persoalan lainnya dikatakan Danang bahwa untuk mendapatkan pupuk subsidi, petani harus memiliki kartu tani. Di sisi lain, penggunaan kartu tani masih sulit dirasakan oleh para petani maupun pengecer. Ia menambahkan jatah pupuk subsidi yang didapatkan pun tidak sesuai dengan kebutuhan lahan.
“Dengan lahan yang hanya 100 meter persegi hasil yang didapat petani hanya 2 juta rupiah per 3 bulan. Sehingga melihat kemampuan kesejahteraan petani masih jauh di bawah rata-rata. Jatah (pupuk subsidi) yang diterima pun tidak sesuai dengan lahan garapan, tidak lebih dari 50% dari yang dibutuhkan,” ungkapnya.
Kepala Kejaksaan Tinggi Negeri DIY, Sumardi mengakui adanya berbagai permasalahan di lapangan terkait penyaluran pupuk bersubsidi ini. Menurutnya perlu formula khusus untuk menindaklanjuti permasalahan langkanya pupuk bersubsidi dan penggunaan kartu tani.
“Dampak dari adanya ini (langkanya pupuk subsidi) muncul pupuk palsu. Ya ini efek domino dari aturan yang ada. Mau tidak mau dia (petani) membeli karena taunya itu (pupuk ilegal) tersebut asli. Dampaknya panjang dan yang rugi adalah petani,” imbuhnya.
Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan (BKPP) DIY menyampaikan kendala yang terjadi di lapangan adalah jumlah alokasi pupuk subsidi yang lebih kecil dari kebutuhan petani. Selain itu ditemukan bahwa petani dan pengecer belum siap menggunakan kartu tani secara elektronik.
Perwakilan Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (DPKP) DIY menyatakan sepakat atas kurangnya alokasi pupuk subsidi dibandingkan kebutuhan. Sebagian besar pupuk subsidi lebih rendah dari Rencana Definitif Kebutuhan Kelompoktani (RDKK).
“Contoh dalam RDKK urea sebesar 53.500 ton, faktanya hanya diberi 37.717 ton atau 70 persen. Pupuk SP-36 hanya diberikan 18,7% dari kebutuhan. Pupuk ZA hanya diberikan 42% dari kebutuhan, pupuk NPK hanya 50%, pupuk organik hanya 40%. Hanya sebesar itu dalam setahun,” ungkapnya.
Menurut penemuan dari DPKP DIY bahwa tidak semua pupuk subsidi bisa ditebus oleh kartu tani. Hal tersebut karena alokasi pupuk subsidi dari pusat memang terbatas.
“Kami usul supaya nilai besaran subsidi pupuk perkilonya diperkecil, sehingga kebutuhan petani seluruhnya bisa terpenuhi sehingga tidak ada yang merugi. Tidak ada lagi penerimaan pupuk subsidi dengan situasi siapa cepat dia dapat,” jelasnya.
Menurut pernyataannya, kartu tani yang diberikan oleh Bank BRI di Kabupaten Bantul sebesar 49.000 unit dan sudah dicetak sejumlah tersebut, hanya distribusi baru mencapai 47.000 dengan penggunaan 10.000 kartu. Kabupaten Gunung Kidul sudah tercetak sebanyak 144.000, terdistribusi sebanyak 139.000 dan digunakan sebesar 49.000. Kota Yogyakarta sendiri mendapat jatah sebanyak 105 kartu dan seluruhnya sudah tercetak dan terdistribusi, hanya dari jumlah tersebut belum ada yang menggunakan kartu.
Selanjutnya Kabupaten Kulon Progo mendapat 50.179 kartu, dan sudah tercetak sebanyak 49.800 dan digunakan sebanyak 113.000. terakhir Kabupaten Sleman mendapat kartu sebanyak 66.919 dan sudah tercetak, yang sudah terdistribusi sebesar 66.000 dan digunakan sebanyak 14.200 kartu. Terkait mesin penggunaan kartunya sendiri baru ada 184 unit di DIY.
Sudarto, Anggota Pansus menambahkan jika memang alokasi pupuk subsidi dari pusat tidak dapat memenuhi kebutuhan petani, seharusnya pemda membuat alokasi penerima pupuk subsidi yang lebih spesifik.
“Yang jadi masukan dari kita, didata siapa saja yang sebenarnya boleh dapatkan pupuk subsidi. Sehingga nanti dinas tidak hanya taunya kurang, tapi juga bisa diberi ketentuan (penerima pupuk sibsidi). Kalau memang barangnya tidak cukup ya dikelola bagaimana biar arah sasaran jelas,” ungkap Sudarto.
Suparja, Anggota Pansus menambahkan yang menjadi kendala adalah sistem distribusinya. Ia menyarankan agar sistem distribusi kartu tani diselesaikan sehingga dapat digunakan oleh para petani untuk mendapatkan pupuk subsidi.
“Distribusinya juga perlu diperjelas, sehingga tidak ada yang seharusnya dapat justru tidak mendapatkan. Kami juga mohon agar di lapangan Disperindag DIY dapat memberantas pupuk ilegal yang beredar luas, sebab ini dapat merugikan banyak petani,” tuturnya. (fda)
Leave a Reply