Jogja, dprd-diy.go.id – DPRD DIY melalui Panitia Khusus (Pansus) BA 43 mengadakan public hearing terkait pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Pengelolaan Pelabuhan Perikanan. Acara yang berlangsung di Ruang Rapat Gabungan Lt. 3 DPRD DIY pada Rabu (20/11/2025) ini dipimpin oleh Ketua Pansus BA 43, Anton Prabu Semendawai, S.H., M.Kn., didampingi Anggota Pansus, Suharno, S.E., serta dihadiri beberapa OPD terkait
Hadir sebagai narasumber, Bibianus Hengky Widiantoro, S.H., M.H., Dosen Hukum Administrasi Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY), menyampaikan apresiasi terhadap inisiatif DPRD DIY dalam menyusun Raperda ini. Ia juga mengingatkan pentingnya memperhatikan dasar perencanaan dalam pembangunan pelabuhan perikanan.
“Saya apresiasi rencana pembentukan Raperda Pengelolaan Pelabuhan Perikanan, karena kita tahu betul bahwa Raperda ini mendukung panca mulia dan menjadi bentuk kolaborasi yang baik dengan Pemda DIY terkait pemeliharaan kawasan selatan. Namun, penting untuk memperhatikan dasar perencanaan dalam pembangunan pelabuhan perikanan,” katanya.
Kepala Bidang Perikanan Tangkap Dinas Kelautan dan Perikanan DIY, Catur Nur Amin, A.Pi., MMA., mengungkapkan kekhawatirannya terkait perubahan kebijakan retribusi Tempat Pelelangan Ikan (TPI).
“Terkait retribusi, yang tadinya menjadi ranah kabupaten kini harus masuk menjadi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Kami di provinsi merasa seolah-olah semua ditarik ke pusat. Lalu, apakah dalam perda ini kita masih bisa protes terhadap aturan di atasnya agar tetap bisa mendapatkan retribusi tersebut?” tanyanya.
Menanggapi hal tersebut, Anton Prabu Semendawai, mengakui adanya kekurangan dalam pasal-pasal terkait pelelangan ikan.
“Perihal pasal pelelangan masih banyak yang kurang, termasuk soal PNBP. Dalam pembahasan selanjutnya, kita akan menekan dan memasukkan hal-hal yang belum tercantum pada pasal-pasal tersebut,” tegasnya.
Sementara itu, perwakilan Biro Hukum DIY, Muh. Isnaini Raharjo, S.H., menyoroti diksi pungutan lain dalam draf raperda yang dinilainya kurang sesuai dengan aturan hukum.
“Diksi ‘pungutan lain’ dalam draf ini seolah memberikan kewenangan tanpa batas bagi Pemda dalam melakukan pungutan. Padahal, pungutan sudah harus sesuai dengan UUD Pajak dan Retribusi Daerah. Pelelangan ikan merupakan kewenangan kabupaten. Jadi, secara hukum, diksi tersebut kurang tepat,” jelasnya.
Anggota Pansus BA 43, Suharno, S.E., menekankan pentingnya strategi untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor perikanan.
“Strategi yang kita pikirkan bersama adalah bagaimana mengoptimalkan PAD dengan memanfaatkan sumber daya alam dari sektor perikanan. Kita perlu mengawasi proses mulai dari laut hingga pelabuhan. Proses ikan masuk ke pelabuhan sangat penting, mulai dari siapa pemilik ikan, juru lelang, hingga peserta lelang harus diatur dalam perda ini. Ini akan memberikan manfaat nyata melalui TPI yang berfungsi optimal,” ujarnya.
Ia juga menambahkan perlunya sinergi antara provinsi dan kabupaten dalam pengelolaan pelabuhan perikanan.
“Pelabuhan seperti di Gesing dan Sadeng, meskipun gedungnya milik provinsi, pengelolaannya dilakukan oleh kabupaten. Maka, perlu diatur kerja sama yang baik agar dapat meningkatkan taraf hidup nelayan, memperluas lapangan kerja dan meningkatkan produktivitas perikanan. Kelestarian sumber daya laut, ketersediaan bahan baku untuk industri, serta konsumsi protein ikan yang baik juga harus menjadi fokus dalam Raperda ini,” jelasnya.
Public hearing ini menjadi wadah bagi DPRD DIY untuk mengumpulkan masukan dari berbagai pihak, memastikan bahwa Raperda Pengelolaan Pelabuhan Perikanan dapat menjadi regulasi yang mendukung kesejahteraan masyarakat DIY secara menyeluruh. (dta)
Leave a Reply