Jogja, dprd-diy.go.id – Setelah mengadakan pembahasan dengan pakar pada hari sebelumnya, pada hari ini, Selasa (26/3/2019) Panitia Khusus (Pansus) BA 7 Tahun 2019 mengadakan public hearing. Dipimpin oleh Arif Setiadi, Wakil Ketua Pansus BA 7 Tahun 2019, kegiatan public hearing diadakan dalam rangka pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Rencana Pembangunan Industri DIY Tahun 2019-2039.
Beberapa orang yang berasal dari pengelola Industri Kecil Menengah (IKM) menyampaikan aspirasinya melalui kegiatan ini. Bambang Cahyono, menyampaikan bahwa IKM sudah memperluas barang presisi, hanya saja terhalang dengan sarana-prasarana dan infrastruktur industri. Bambang juga menyebutkan bahwa IKM membutuhkan zona industri khusus. Di sisi lain IKM merasa kurang didampingi dalam hal manajemen dan perpajakan.
Rumesko Setiadi dari ASMINDO berharap agar dibentuk terminal bahan baku kayu untuk industri meubel yang berasal dari hutan rakyat daerah. Rumekso mengusulkan agar mengadakan inventarisasi jumlah kebutuhan bahan baku kayu dan membuat unit pelaksana teknis. IKM juga berharap agar dinas terkait turut membantu pemasaran produk (market intelligence) dengan baik.
Marzuni dari Rosse Bambu Sleman mengeluhkan terkait sektor industri unggulan belum memunculkan bumbu (non kayu) sebagai industri unggulan di Sleman dan DIY. Harapannya agar pemerintah daerah mampu membantu mengembangkan adanya sentra IKM. “Banyak potensi bambu yang dapat dikembangkan di DIY. Pengembangan industri di Sleman akan menjadi sedikit dan sulit karena bertabrakan dengan kawasan peruntukan pertanian maupun pemukiman. Untuk itu perlu dikembangkan adanya sentra IKM untuk dapat mengakomodasi dan memfasilitasi pengembangan IKM,” jelas Marzuni.
Ketua Masyarakat Perlindungan Indikasi Geografis (MPIG), Suparyono, menjelaskan terkait industri gula merah. Pengembangan diversivikasi produk dan pengembangan pasar menjadi dasar perkembangannya industri gula merah di Kulon Progo ini. Pelaku industri gula merah mengeluhkan kebutuhan bahan baku yang dirasa masih kurang karena tenaga kerja (penderes nira) masih sangat kurang.
Ni Made Dwipanti Indrayanti, Kepala Biro Administrasi Perekonomian dan Sumber Daya Alam Setda DIY, berkesempatan menanggapi aspirasi tersebut. Terkait dengan industi bambu Made menegaskan bahwa tidak masuk di dalam industri unggulan, karena disesuaikan verifikasinya berdasarkan KBRI Suva yaitu industri kayu menjadi industri unggulan. “Industri bambu kami sudah menganggarkan adanya inovasi, barangnya sudah biasa namun nilai jualnya cukup tinggi. Kami juga sudah anggarkan adanya inovasi terkait produk-produk kerajinan,” jelas Made.
Persoalan terkait pengembangan kawasan industri yang bertabrakan dengan pertanian ini sudah diatur dalam Undang-Undang. Kawasan peruntukan industri tidak hanya untuk kegiatan industri, namun memungkinan verietas lain yang mendukung kawasan industri itu. “Kalau bertabrakan dengan pertanian, nanti mungkin yang perlu diketahui oleh pemerintah kabupaten. Setelah Raperda RTRW nanti disahkan, kabupaten membuatkan tata ruangnya di kabupaten. Sentra untuk IKM bisa dibuatkan nanti itu ada lokasinya,” jelas Made menanggapi persoalan tersebut.
Asisten Sekretariat Daerah (Setda) DIY Bidang Perekonomian dan Pembangunan, Tri Saktiyana, menambahkan terkait rencana regulasi 20 tahun ke depan. Menurutnya adanya digital marketing (teknologi) dan sentuhan seni budaya sangat penting untuk mendukung industri ke depan. “Sudah sedikit saya sampaikan digital marketing tumbuh cepat, ini yang perlu kita gali, seperti apa yang kita capai, IT itu diperkenalkan dengan baik. Pilihannya adalah suntikan teknologinya harus tinggi atau suntikan seni dan budayanya yang tinggi.” (fda)
Leave a Reply