Jogja, dprd-diy.go.id – Pada Jum’at (12/10/2018) DPRD DIY menerima audiensi dari Serikat Pekerja PT Jogja Tugu Trans. Audiensi diterima oleh Ketua DPRD DIY, Yoeke Indra Agung Laksana bersama dengan Sadar Narima yang bertempat di Ruang Lobby Lantai 1 Gedung DPRD DIY. Kegiatan ini juga turut dihadiri oleh perwakilan Dinas Perhubungan DIY, Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset (DPPKA) DIY, Direksi PT Anindya Mitra Internasional (AMI), dan PT JTT.
Menindaklanjuti audiensi yang digelar bulan Agustus 2018 lalu, Serikat Pekerja PT JTT kembali menyampaikan aspirasi berdasarkan keresahan dari para pekerja. Masih dengan masalah yang sama yaitu adanya kesenjangan pemberian gaji selama empat sampai lima tahun belakangan yang tidak mendapatkan kenaikan tenaga gaji. Panut, perwakilan Serikat Pekerja PT JTT menyampaikan bahwa pekerja PT JTT memohon kenaikan gaji dan berharap keberlangsungan perusahaan PT JTT tetap eksis. Sesuai kesepakatan dari hasil pertemuan-pertemuan sebelumnya, Serikat Pekerja sepakat meminta kepada pihak terkait untuk mempercayakan kembali sebanyak 74 armada bus. “Dikembalikannya PT JTT untuk mengelola 74 armada karena selama ini itu sebagaimana yang disampaikan oleh pihak manajemen itu sebagai dasar untuk penggajian terhadap karyawan,” jelas Panut.
Menanggapi hal tersebut, Hepi, Manajemen PT JTT mengungkapkan bahwa tim manajemen sebelumnya sudah menanggapinya secara positif dengan adanya upaya perbaikan internal dan armada. Hepi mengungkapkan bahwa PT JTT memerlukan adanya peremajaan armada bus agar dapat memaksimalkan operasi kerja bus Trans Jogja serta dapat menekan biaya pengeluaran. PT JTT juga berharap adanya upaya untuk peremajaan armada bus dari PT AMI agar dapat mengoperasikan kembali armada bus yang sudah tidak layak. PT JTT berharap agar dapat mengoperasikan kembali 74 armada dari yang saat ini hanya 60 armada saja yang digunakan. “Harapan kami bisa mengoperasikan lagi 74 agar beban kami sesuai dan sesuai dengan apa yang sudah direncanakan. Belum lagi mengapa manajemen belum bisa memenuhi karena masih ada beban-beban kalau waktu itu kan basic-nya ada di kami sehingga kami bisa tahu komponennya. Nah kalau sekarang kan JTT mengharapnya ke AMI,” ungkap Hepi.
Direktur PT AMI, Dyah, justru menanggapi bahwa apa yang disampaikan ini merupakan masalah internal PT JTT karena berkaitan dengan masalah gaji pekerja. Dyah mengungkapkan bahwa yang mempunyai hak untuk peremajaan bus itu hak sepenuhnya terintegrasi dari PT JTT yang juga terdapat dalam BOK. “Yang kita share itu hanyalah keuntungan itu kita bagi dua PT JTT dan kami bahkan lebih sedikit lagi. Tentang komponen pun AMI tidak mengurus komponen BOK, kita dapatnya juga tetap dari dinas,” ungkap Dyah menjelaskan klarifikasi masalah.
Atas permintaan Yoeke, Kepala Dinas Perhubungan, Sumaryoto, menceritakan kronologis permasalahan bahwa sebenarnya dulu memang sudah ada perjanjian kepada pihak PT JTT untuk mengoperasikan sebanyak 74 armada dengan 108 trayek reguler. Sekarang harus ada PT AMI, karena waktu itu diharuskan mengadakan kerjasama dengan swasta. Sumaryoto menjelaskan bahwa sejak itu Dinas Perhubungan hanya berhubungan langsung dengan PT AMI dan tidak mengetahui kesepakatan antara PT AMI dengan PT JTT. “Tidak bisa kita memasukkan komponen-komponen yang tidak bisa kami pertanggungjawabkan. Misalnya tunjangan tertentu yang disitu tidak ada dasarnya. Fakta lapangan itu sangat diperlukan. Yang jelas dari angka BOK itu kita total dalam satu tahun produksinya berapa itu yang kita sepakati anggarannya,” jelas Sumaryoto.
Membicarakan permasalahan pendanaan, pihak DPPKA menambahkan bahwa pada dasarnya Pemerintah Daerah sudah memberikan subsidi kepada PT AMI selaku operator sesuai Surat Keputusan (SK) Gubernur Nomor 299. Untuk tahun 2019 akan diberikan subsidi murni dari Pemda langsung ke PT AMI. Dalam kaitannya dengan ini pihak DPPKA hanya sebatas mengajukan anggaran sesuai dengan pengajuan anggaran dan sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Pada akhir audiensi, Sadar menuturkan bahwa pemberian apresiasi kepada para pekerja melalui kenaikan gaji ini sangat penting dan menutup agenda ini dengan menyampaikan bahwa permasalahan ini nantinya akan dibahas dalam RAPBD 2019 jika memungkinkan dibuatkan regulasi ataupun langkah terbaik untuk menyelesaikannya. (fda)
Leave a Reply