Komisi C Sampaikan Persoalan ODOL dan Ojek Online ke Pusat

Konsultasi Komisi C dengan Kemenhub

Jakarta, dprd-diy.go.id – Beberapa waktu lalu, Komisi C dan Dinas Perhubungan DIY menerima audiensi terkait dengan lalu lintas dan angkutan jalan. Pada Rabu (25/05/2022) Komisi C mendampingi Dinas Perhubungan selaku mitra kerjanya mendatangi Kementerian Perhubungan RI guna membahas mengenai over dimension over loading (ODOL) dan problematika ojek online.

Kedatangan Komisi C dan Dinas Perhubungan ini karena penyelesaian kedua hal tersebut hanya bisa dilakukan sesuai kebijakan pusat. Sebagaimana disampaikan oleh Ketua Komisi C, Gimmy Rusdin Sinaga yang berharap Kementerian Perhubungan dapat memberikan penjelasan dan solusi atas kedua permasalahan itu.

“Kita tidak bisa jawab, kita serahkan ke pusat. Dengan kerjasama dengan Dinas Perhubungan dan instansi lain (aksi) mogok tidak (jadi) berjalan. Karena semua ini aturan maupun kebijaksanaan dari pusat, jadi daerah hanya normatif saja,” imbuh Gimmy pada pertemuan ini.  

Kepala Dinas Perhubungan DIY, Ni Made Dwipanti Indrayanti menuturkan bahwa masalah angkutan barang ini masih mengalami berbagai persoalan. Persoalan tarif, izin umum, dan izin uji kir menurut Made masih banyak dikeluhkan oleh para pengelola angkutan barang.

“Yang belum mengurus izin uji kir memang tidak sulit, tapi kemudian banyak yang tidak lolos dari sisi pengawasan di lapangan,” ungkapnya.

Ia menambahkan bahwa sejauh ini para pengusaha atau penyewa dan juga pengelola angkutan barang belum memahami betul aturan dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009. Menurutnya masih banyak oknum yang mengabaikan aturan mengenai izin angkutan barang khusus bukan barang umum, izin bongkar muat, dan izin ekspedisi.

“Penyedia jasa sudah memodifikasi taktisnya sehingga akhirnya tidak memenuhi syarat. Persoalan tarif juga kalau bisa disesuaikan dengan dimensi kapasitas,” imbuhnya.

Made berharap adanya sistem yang mengatur terkait ruas jalan jalur logistik. Menurutnya aturan perlu diatur secara spesifik untuk ruas jalan sebenarnya sudah ada.

“Saya kira perlu ada suatu sistem jaringan yang mengatur terkait dengan hal itu, saya kira ini menjadi hal yang terpenting kalaupun reservasi jalan sudah diatur juga dari undang-undang perlu ada instrumen lebih lanjut terkait dengan ODOL ini,” jelasnya.

Sementara terkait ojek online, Made mengungkap persoalan ini sangat kompleks. Hal ini karena secara garis besar berhubungan dengan pihak aplikator.

Direktur Jenderal Perhubungan Darat, Budi Setiyadi menanggapi bahwa hal terburuk dari ODOL ini adalah adanya korban jiwa di jalanan. Sementara pihak industri yang mendapatkan keuntungan besar

“Pemilik barang dia melihat orang menyuruh (kelebihan muatan) tanpa melihat risikonya. Truk yang panjang-panjang tidak menggunakan uji berkala. Kalau tidak sesuai dengan regulasi tidak diberikan kesempatan untuk melakukan pelayanan kepada masyarakat,” ungkap Budi.

Ia menambahkan di Jogja hanya ada sekitar 60 atau 70 persen yang melakukan uji tersebut. Menurutnya selanjutnya kebijakan diserahkan kepada pemerintah daerah. Hal ini sangat penting mengingat dampak dari aspek keselamatan yang cukup besar juga kerusakan jalan yang terjadi di beberapa lokasi.

“Jalan kabupaten dan jalan provinsi juga banyak kerusakan, dua jalan ini pengawasannya hampir tidak ada. Pemilik mobil, truk terus saja melintasi melakukan kegiatan (angkutan),” ungkapnya.

Budi mengatakan pada prinsipnya terkait dengan ODOL, pihaknya akan melakukan strategi yang berbeda. Perlu peran semua pihak itu kerjasama dari pemerintah pusat, Dinas Perhubungan provinsi, dan Dinas Perhubungan kabupaten/kota.

“Nanti ada rencana revisi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 juga akan ditingkatkan terkait dengan sanksi yang diberikan, membahas besaran sanksinya dan juga penanggungjawabnya terkait pemilik barang dan juga pemilik kendaraan,” jelas Budi mengenai rencana dari pusat.

Danto Restyawan, Direktur Sarana Transportasi Jalan mengatakan secara teknis cudah cukup memadais untuk mengatasi ODOL. Sementara pengembangan sistem untuk melihat kendaraan bermotor juga sudah cukup baik.

“Setelah diproduksi kendaraan dilakukan pengecekan, apabila lolos akan diterbitkan surat maka bisa dilakukan registrasi baru dilakukan uji berkala,” jelasnya. (fda/dap)

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*