Jakarta, dprd-diy.go.id – Komisi B mendampingi mitra kerjanya yakni Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan ke Direktorat Jenderal Holtikultura Kementerian Pertanian RI pada Rabu (25/05/2022). Pada kunjungan ini dilakukan dalam rangka pengembangan pertanian organik komoditas holtikultura.
Wakil Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan DIY, Syam Arjayanti mengungkapkan bahwa kondisi luas lahan untuk penerapan pertanian organik relatif kecil. Lahan tersebut juga berada di sekitar lahan non organik.
Selain itu, banyak persyaratan yang harus dipenuhi untuk membentuk lahan pertanian organik, seperti tanah harus bebas dari bahan kimia minimal selama tiga tahun. Biaya untuk mendapatkan sertifikasi organik juga tergolong mahal, sehingga membuat komoditas organik lebih mahal daripada komoditas kimia.
Pada perhitungannya, pelaku pertanian organik memasukkan biaya tersebut dalam penjualannya. Seharusnya harga komoditas organik lebih murah daripada komoditas kimia. Beberapa persoalan tersebut yang membuat masyarakat enggan melakukan pertanian organik.
Ditambahkan Suwardi, Wakil Ketua Komisi B bahwa lahan pertanian di DIY relatif subur serta masih banyak memiliki area persawahan dan pekarangan warga. Suwardi menyayangkan dalam menjalankan kegiatan bercocok tanam ini, masyarakat masih sangat mengandalkan bahan kimia.
Kepada Dirjen Holtikultura, Suwardi mempertanyakan peran pemerintah dalam menggerakkan pengelolaan pertanian organik. Terlebih hasil pertanian organik memiliki dampak positif bagi kesehatan masyarakat.
Koordinator Kelompok Perencaan Dirjen Holtikultura, Susilowati menanggapi bahwa sejauh ini pihaknya sudah mulai mengubah pola pertanian kimia menjadi pertanian organik. DIY sendiri merupakan daerah yang menerima program pemberian bantuan pupuk oraganik.
Selain program pengembangan pertanian organik, pihaknya juga memberikan bantuan-bantuan pupuk yang ramah lingkungan, pupuk organik, dan pupuk hayati. Menurut penjelasannya pengembangan pertanian organik ini harus bersinergi dengan berbagai sektor, seperti sektor pendidikan juga UMKM untuk memasarkan produk tersebut.
Program dari Dirjen Holtikultura yakni pengembangan desa organik yang dimulai sejak tahun 2016. Hingga tahun 2021 ini di DIY terdapat 3 kelompok yang sudah mendapat sertifikasi dan dikukuhkan sebagai kelompok pertanian organik. Ketiga kelompok tersebut adalah kelompok tani salak pondoh Kusuma Mulya di Turi Sleman, kelompok tani salak pondoh Sicantik di Turi Sleman, dan Kelompok Tani Mekar Lestari di Pakem Sleman.
Susilowati menuturkan permasalahan datang dari budaya masyarakat yang masih sering membeli produk impor ketimbang produk dari Indonesia. Hal inilah yang dimaksudnya perlu dukungan edukasi yang salah satunya bisa diberikan melalui sektor pendidikan. (fda/end)
Leave a Reply