
Jogja, dprd-diy.go.id – Rencana Program Work From Bali yang digagas oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif beberapa waktu lalu rupanya berdampak pada beberapa daerah wisata lainnya. Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) sebagai salah satu kota wisata turut dilirik pemerintah untuk menjadi tempat bekerja atau Work From Jogja.
Pada tayangan Talk Show Online Harian Jogja, Jumat (04/06/2021) Marlina Handayani selaku Kabid Pemasaran Dibas Pariwisata DIY sangat berharap rencana tersebut dapat segera direalisasikan. Menurutnya potensi DIY terkait kepariwisataan sudah memenuhi standar yakni aksesibilitas, atraksi dan amenitas (3A).
“Kita melihatnya dari potensi apa yang dimiliki oleh Jogja. Kalau melihat dari potensinya di Jogja itu dari 3A itu sudah memenuhi. Mungkin kalau belum Jogja bisa dilakukan lebih baik lagi,” ungkapnya.
Menurutnya Work From Jogja ini bertujuan untuk menggerakkan perekonomian DIY melalui industri pariwisata. Ia melihat DIY memiliki banyak destinasi wisata yang tersebar di kabupaten kota, sehingga mampu menjadi peluang ketertarikan pengunjung.
“Tujuannya adalah untuk menggerakkan perekonomian melalui industri pariwisata. Dari 3A itu apa atraksi di ini sudah mempunyai banyak destinasi tersebar di kabupaten-kabupaten dan kota,” jelasnya.
Marlina menjelaskan bahwa saat ini sebanyak 127 destinasi wisata di Yogyakarta sudah dibuka kembali sehingga mampu meningkatkan standar atraksi dalam 3A. Sementara dari segi amenitas, terdapat sekitar 400 hotel dan restoran yang sudah memiliki bintang di atas standar.
“Kemudian dari hotel itu pun kita bisa garansi yang hotel bintang 5 fasilitasnya pokoknya sudah siap untuk standar internasional,” lanjutnya.
Kemudian untuk aksesibilitasnya Yogyakarta selama masa pandemi termasuk daerah wisata yang mudah diakses dibandingkan daerah lainnya di luar Pulau Jawa. Untuk menunjang perekonomian melalui pariwisata, DIY lebih terlihat perkembangannya di karena aksesnya lebih mudah khususnya yang berada di pulau Jawa.
“Mengapa bisa dikatakan bahwa Jogja di masa pandemi ini adalah provinsi yang paling sehat (pariwisata) dikarenakan akses untuk ke Jogja itu paling mudah kalau kita bandingkan dengan Bali,” imbuh Marlina.
Ia menambahkan bahwa di Jogja sendiri terdapat sekitar 133 homestay yang tersebar di beberapa lokasi. Bahkan desa wisata di Jogja juga ada sekitar 150 desa wisata. Kemudahan mencari tempat tinggal di DIY ini dikatakan Marlina menjadi suatu kelebihan DIY dalam merealisasikan program Work From Jogja.
Marlina optimis program ini dapat dijalankan, namun kembali lagi kepada kondisi dinamika dari pekerjaan setiap pegawai yang melaksanakan program tersebut.
“Jelas kami optimis untuk bisa mewujudkan Work From Jogja. Itu juga bisa karena kesadaran masyarakat terhadap penerapan proses ini bisa diacungi jempol,” sambungnya.
Dinas Pariwisata sejauh ini juga bekerjasama untuk menegakkan hukum bagi masyarakat yang tidak mengikuti protokol kesehatan. Hal ini tentu menjadi poin lebih dari terlaksanakan Work From Jogja.
Stevanus Christian Handoko, Anggota Komisi A DPRD DIY menanggapi bahwa dari segi kesiapan, pemerintah DIY harus siap agar dapat mewujudkan program ini dengan baik. Menurut Stevanus kesiapan juga harus disusun secara strategis untuk pola kerjanya juga keterkaitan dengan pariwisata dan hotelnya.
“Kalau saya perhatikan hingga saat ini bahwa kita memiliki infrastruktur yang bagus jaringannya juga bagus,” ungkap Stevanus.
Ia melihat bahwa sejauh ini yang perlu diperhatikan adalah akses internet dan jaringan operator untuk kemudahan bekerja. Menurutnya keterjangkauan ini harus meliputi seluruh daerah yang berada di kabupaten – kabupaten, tidak hanya di kota saja.
“Semua operator di tengah kota. Kemudian ada di beberapa wilayah kita termasuk wilayah yang kering spotnya (jaringan internet) sedikit dibandingkan wilayah lain,” tambahnya.
Stevanus berharap kemudahan akses internet ini benar-benar dapat direalisasikan sehingga Work From Jogja tidak hanya serta merta fokus pada pariwisatanya, melainkan juga kenyamanan kerja.
“Ke depan mudah-mudahan kita dipilih ya karena memang menjadi tempat yang nyaman untuk bekerja. Berbagai Kementerian dan kantor lainnya bekerja di Jogja karena kita memiliki berbagai macam fasilitas pendukung,” terang Stevanus.
Marlina sepakat bahwa pelaksanaan Work From Jogja harus dikuatkan lagi dengan akses jaringan yaang baik. Menurutnya memang program ini terlaksana dengan baik dengan adanya m keterlibatan dari OPD lain.
“Keterlibatan OPD lain seperti Kominfo itu untuk menguatkan jaringan kita di semua titik Jogja. Artinya tidak hanya di hotel saja tapi di situ (di tempat wisata lainnya) juga (kemudahan akses),” ungkapnya.
Ia mengungkapkan hal tersebut menjadi bahan pertimbangan untuk mempersiapkan Work From Jogja. Meskipun begitu pemerintah daerah sangat optimis terlepas dari beberapa hal tersebut.
Stevanus menambahkan bahwa melalui Work From Jogja dapat dikemas upaya menarik wisatawan ke Jogja dengan kenyamanan dalam hal kesehatan dan kemudahan teknologi. Ia menyebutkan bahwa DIY juga memiliki Jogja Pass yang mengintegrasikan kesehatan yakni pencegahan Covid-19 dengan teknologi.
“Ada Jogja Pass juga kita punya teknologi itu bagaimana untuk tracking orang yang hadir di sini (Jogja) memang bisa terkendali dan memang yang bukan berasal dari red zona, tapi berasal dari wilayah-wilayah yang aman,” ungkapnya.
Terkait infrastruktur pelaksanaan Work From Jogja, Stevanus sangat berharap dapat disempurnakan. Hal ini juga meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap kemudahan akses teknologi informasi di DIY untuk bekerja secara online.
“Jangan hanya membuat tempat wisata aja. Brandingnya Jogja ini seharusnya bahwa kerja di Jogja jaringannya oke. Enggak cuma di dalam kamar hotel, tapi di tempat lain ketika nongkrong nyaman banget dan jaringan lancar,” jelas Stevanus untuk persiapan Work From Jogja.
Deddy Pranowo Eryono selaku Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) DIY berharap agar setiap kebijakan yang dibuat oleh pemerintah dapat berjalan konsisten. Hal tersebut untuk memudahkan efektifitas program-program yang sudah dirancang oleh PHRI bersama dengan pihak-pihak terkait soal pemulihan ekonomi melalui pariwisata.
“Konsekuensinya pemerintah harus konsisten dengan kebijakan-kebijakan yang ada, jangan berubah-ubah kita yang pusing. Pengalaman-pengalaman yang kemarin kan kebijakan itu selalu berubah nanti juga akan menghancurkan program-program kita,” ungkapnya terkait kebijakan pemerintah.
Ia mengakui bahwa kebijakan dari pusat memang cukup membantu geliat perekonomian di daerah. DIY sendiri tampak pergerakan perekonomian mulai di triwulan ketiga dan keempat tahun 2020 dibandingkan dengan Provinsi Bali.
“Coba kita lihat di Malioboro maupun di tempat-tempat objek wisata agak padat dibanding yang lalu. Saya sampaikan tadi kita hidup itu berdasarkan mobilitas pergerakan manusia. Ini yang kita harapkan, karena ini yang bisa membangkitkan perekonomian DIY,” ungkapnya.
Stevanus menambahkan bahwa pda dasarnya kesehatan dan ekonomi harus berjalan dengan berdampingan. Terutama terkait realisasi Work From Jogja diharapkan dapat memajukan roda perekonomian Jogja, namun juga tidak abai dengan protokol kesehatan.
“Misalkan Work From Jogja kita harus memastikan bahwa orang yang masuk ke Jogja itu adalah orang-orang yang berasal dari area yang tidak merah, jangan sampai begitu kita buka ternyata yang masuk adalah orang-orang yang berasal dari daerah merah. Akhirnya kita yang tadinya nyaman untuk bekerja menjadi tidak nyaman. Usulan itu sudah saya sampaikan ke dinas terkait seperti Kominfo,” jelas Stevanus. (fda)
Leave a Reply