Jogja, dprd-diy.go.id – Paguyuban Becak Motor Yogyakarta (PBMY) melakukan audiensi dengan DPRD DIY pada Selasa (26/11/2019). Audiensi ini bukan merupakan audiensi pertama bagi PBMY dengan DPRD DIY. Masih dengan persoalan yang sama, PBMY menyampaikan aspirasinya yang kesulitan mendapatkan tempat mengetem di beberapa kawasan.
“Permasalahan kami tidak diberikan tempat untuk mengetem, padahal becak motor juga ada sejarahnya di Jogja. Kami merasa tersingkirkan terutama di kawasan Malioboro,” ungkap Parmin Ketua PBMY menyampaikan kembali duduk masalahnya.
Kepada DPRD DIY dan seluruh jajaran eksekutif pelaksana, PBMY meminta keadilan agar tetap diizinkan mendapatkan kantong menunggu penumpang di kawasan Malioboro. Parmin mengungkapkan selama ini para pengemudi becak motor kesulitan menemukan lokasi mengetem karena cekungan-cekungan di Jalan Malioboro sudah didominasi kendaraan tradisional andong.
Hal ini terasa semakin sulit setiap kali percobaan kawasan pedestrian Malioboro, dimana pengemudi becak motor tidak dapat menunggu penumpang di bagian sirip Jalan Malioboro. Bahkan Parmin mengatakan para pengemudi becak motor tidak dapat bekerja pada saat pelaksanaan uji coba pedestrian.
“Kami tidak diperbolehkan mengetem di sirip Jalan Malioboro ketika pelaksanaan uji coba kawasan pedestrian. Padahal sirip jalan itu jadi satu-satunya akses kami bisa mendapatkan penumpang di kawasan Malioboro. Sehingga kami tidak mendapatkan kesempatan bekerja dan menemukan penumpang di Malioboro.”
Menurut Ketua PBMY ini ada sebanyak kurang lebih 1.700 pengemudi becak motor yang ada di DIY, namun hanya 1.500 pengemudi yang diakui oleh Pemda DIY. Sejak penataan area Malioboro, Parmin mengungkapkan para pengemudi becak motor mengalami penurunan pendapatan hingga 75 persen.
Gesekan di Lapangan
Edi Anggota PBMY mengungkapkan banyaknya gesekan yang terjadi di lapangan pasca penataan kawasan Malioboro. Menurutnya gesekan ini terjadi karena pihak Jogo Boro lebih memihak para pengemudi andong. Sehingga cekungan banyak diambil alih oleh para pengemudi becak motor.
Perwakilan dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta Sulistio meminta kejelasan misi penataan transportasi di DIY. “Mohon dibuat kebijakan, teknologi yang bisa menggantikan hanya motor, harusnya pemerintah menjaga keberadaan becak motor. Ada nota kesepakatan penggunaan cekungan, seharusnya nota kesepakatan ini lebih adil. Dibuat secara terbuka dan melibatkan para pelaku becak motor.”
Huda Tri Yudiana Wakil Ketua DPRD DIY meminta UPT Malioboro menyampaikan agar Jogo Boro tidak bertindak sewenang-wenang kepada pengemudi becak motor. Huda juga meminta agar nota kesepakatan dapat merepresentasikan kebutuhan bersama.
“Saya menyampaikan dua hal, pertama Jogo Boro tidak berlaku sewenang-wenang terhadap pengemudi becak motor. Mohon Dishub dan Satpol PP diawasi. Kedua, kesepakatn yang sudah dibuat ketika tidak merepresentasikan kebutuhan bersama mohon diperbaiki kembali. Caranya diajak rembukan semuanya,” terang Huda.
Anggota Fraksi PKS ini mengajak para OPD dan unit pelaksana menelaah kembali perencanaan pariwisata dan transportasi DIY. Menurutnya upaya yang harus dipikirkan kembali adalah pengintegrasian transportasi pariwisata di DIY. Huda juga meminta agar teknologi juga dilibatkan dalam penataan di kawasan Malioboro.
Kepala Dinas Perhubungan Kota Yogyakarta Agus Arief mengatakan bahwa sejauh ini pihaknya telah menata dengan memerhatikan berbagai hal. Ini merupakan masukan dari para pengemudi transportasi tradisional di Malioboro yang terdampak penataan. Menurut Agus Dinas Perhubungan telah membagi cekungan-cekungan tersebut.
“Kami dengan UPT berusaha agar di Jalan Malioboro tetep lancar. Terimakasih masukannya tapi kami lakukan secara bertahap. Semua persoalan kami berupaya agak bertemu di frekuansi yang sama,” tegasnya. (fda)
Leave a Reply