
Audiensi dilakukan pada hari Senin (24/7) dipimpin oleh Ketua DPRD DIY H. Yoeke Indra Agung Laksana juga wakil ketua DPRD DIY Ranny Widayati menemui Paguyuban Pengemudi Online Jogja, Paguyuban Pengemudi Online Shadow Go-Car GC4 Yogyakarta, perwakilan Dinas Perhubungan, Biro hukum, dan perwakilan Kapolda DIY. Audiensi ini diajukan sebagai tindak lanjut pertemuan sebelumnya (17/7) membahas penolakan Pergub No. 32 tahun 2017.
Audiensi dibuka dengan paparan permasalahan yang diberikan oleh perwakilan pihak PPOJ, Edi. Terkait dengan Pergub No. 32 tahun 2017, PPOJ menolak adanya pergub tersebut. Tidak adanya aturan yang jelas, dan sosialisasi terhadap pengemudi online menjadi sangat membingungkan. Edi memaparkan terdapat 6 poin yang dirasa memberatkan terkait dengan Pergub yang dikeluarkan. Pertama, mengenai ketentuan harus berbadan hukum. Menurutnya aplikasi Berbasis Online merupakan sebuah wirausaha yang melibatkan mitra individu bukan karyawan yang memiliki hubungan kerjasama dengan badan usaha berbentuk PT maupun Koperasi, konsepnya jelas berbeda. Semangat wirausaha berbeda dengan karyawan, dan ini memberatkan setiap mitra individu untuk berwirausaha.
Kedua, mengenai pemberian jaminan terhadap kustomer. Edi menyetujui adanya kebijakan tersebut. Tapi dengan adanya jaminan atas dasar kelayakan operasi dengan KIR, yang mewajibkan mereka menempelkan sticker dan mengganti plat nomor, dinilai membuat estetika menjadi terganggu. Seharusnya terdapat cara lain yang tidak memberatkan yang dapat dilakukan.
Ketiga, depresiasi harga. Ketika sebuah usaha berbentuk badan usaha yang memiliki modal besar tentu hal ini tidak akan memberatkan, sedangkan kami yang bergerak dalam bidang wirausaha menanggung sendiri depresiasi yang ada. Ketika status KIR akan melekat, mengingat kendaraan adalah mobil pribadi, apabila disuspend, mobil ini akan mempunyai depresiasi yang sangat besar.
Keempat, mengenai zonasi. Zonasi ini merupakan zona dimana taksi online dilarang untuk mengangkut penumpang yang dinilai sangat tidak adil bagi PPOJ.
Kelima, mengenai pelanggaran HAM customer. Customer memiliki hak untuk memilih kendaraan umum yang akan digunakan, dengan adanya fenomena ini menjadikan hak customer menjadi terbatas. Point terakhir yang disampaikan mengenai aturan kapasitas mesin yang digunakan. Munculnya Pergub yang mewajibkan minimal kapasitas mesin sebesar 1300 CC, tidak sesuai dengan Perpu Menteri Perhubungan yang telah ada sebelumnya yaitu 1000 CC sampai 1500 CC. Rata-rata taksi online yang sudah ada memiliki kapasitas mesin sebesar 1000 CC hingga 1200 CC.
Selanjutnya tambahan mengenai paparan yang ada dilanjutkan oleh Toro juga dibawah naungan PPOJ. Toro menjelaskan bahwa Pergub tidak melibatkan dan tidak melihat kondisi di lapangan. Kuota pengemudi online sudah banyak karena sudah 2 tahun berjalan. Adanya pergub tentang KIR membuat tidak kondisional. Kedua, Aplikasi online menjanjikan di DIY karena lahan wisata besar sehingga peminat aplikasi online besar. Selain itu Peraturan Menteri yang sudah ada sebelumnya seharusnya lebih tinggi dari Pergub, seharusnya Pergub dapat direvisi supaya tidak menyimpang dengan Peraturan Menteri. Tentang zona merah, Toro meminta agar semua pihak dapat sportif dilapangan.
Adanya tambahan yang diberikan oleh Toro, Edi menanggapi dengan pernyataan bahwa PPOJ menolak pergub. Dan meminta untuk diadakannya tindak lanjut dengan kajian yang lebih cermat dan melibatkankan pihak PPOJ sehingga sesuai dengan kondisi yang ada di lapangan.
Plt Kepala Dinas Perhubungan DIY memberikan tanggapan. Pengaturan angkutan jalan diatur di Undang Undang untuk memayungi semua angkutan jalan di daerah, termasuk yang berbasis online semua didukung. Sebelumnya ada Peraturan Menteri No. 32 tahun 2016 mengenai kompromi ditingkat pusat dan dilaksanakan dengan transisi selama 6 bulan. Dalam Perpu mengenai ketenagakerjaan pun pengemudi online ini juga perlu dipertanyakan kesesuaiannya. Mengenai KIR Dinas Perhubungan tidak mempermasalahkan bagi yang telah beroperasi sejak lama. Dan beliau menjelaskan bahwa zona merah tidak ada. Jika ada pun merupakan sebuah gesekan di lapangan oleh oknum yang tidak mengetahui regulasinya. Masalah kuota jumlah taksi online juga tidak dibatasi. Jika ada penolakan Pergub terdapat jalurnya sendiri. Menghimbau biro hukum untuk menindak lanjuti regulasi. Karena Dinas Perhubungan juga sebagai salah satu pelaksana Pergub bukan kewenangannya untuk mengubah Pergub yang ada. Menanggapi pernyataan Toro mengenai tidak adanya keterlibatan pihak PPOJ dalam Pergub, dalam membuat Pergub ini mengundang pihak-pihak badan hukum operator yang mengelola bukan pengemudinya.
Audiensi ditutup dengan kesimpulan bahwa pihak PPOJ masih mempertahankan statusnya sebagai angkutan khusus bukan angkutan umum. Sehingga peraturan yang ditetapkan tidak sesuai. Dan Pihak PPOJ secara tegas menolak Pergub No. 32 tahun 2017. Harapan dari audiensi ini dapat adanya tindak lanjut yang dilakukan terhadap permasalah yang dikemukakan.
Ranny Widayati, di akhir pertemuan mengungkapkan DPRD DIY siap untuk memfasilitasi kembali paguyuban pengemudi online bila merasa tidak puas dengan hasil pertemuan sekarang. (az)
Leave a Reply