Pajak Daerah DIY: Pemerintah Tidak Boleh Memberatkan, Namun Masyarakat Harus Tertib

Jogja, dprd-diy.go.id – Gamal Suwantoro, Kepala Bidang Anggaran Pendapatan BPKA DIY mengungkapkan bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD) DIY sangat bergantung pada pajak daerah. Hal ini disampaikan Gamal dalam tayangan Bincang Hari Ini di Jogja TV, Senin (22/03/2021).

“Dari 1,9 PAD yaitu yang 1,65 ini terjadi karena daerah yang 92% itu. Artinya provinsi ketergantungan dari pajak,” ungkapnya.

Gamal menjelaskan bahwa pajak ada yang menjadi kewenangan provinsi dan kabupaten/kota. Pajak yang dikelola oleh Pemda DIY adalah pajak kendaraan bermotor, pajak bahan bakar bermotor, biaya balik nama kendaraan bermotor (BBNKB), pajak bahan bakar, pajak air permukaan, dan pajak rokok.

Menurut keterangan Gamal, 30% dari penghasilan pajak kendaraan bermotor disalurkan ke kabupaten/kota. Sistem penyaluran tersebut juga berlaku pada penghasilan BBNKB.

“Khusus pajak kendaraan bermotor yang 30% diberikan ke kabupaten kota, berdasarkan pola platnya daerah mana. Pada biaya balik nama juga sama (sistemnya),” ungkapnya.

Sementara penghasilan pajak biaya bahan bakar sebanyak 70% disalurkan ke kabupaten/kota. Biaya bahan bakar bermotor sudah membantu provinsi sebanyak 5%.

Gamal menjelaskan pajak air permukaan berbeda dengan pajak air tanah. Menurutnya jika air permukaan dimanfaatkan secara komersil maka akan dikenakan pajak sebesar 2% kali harga dasarnya.

“Kalau air tanah itu air yang digali, kalau air permukaan yang mengalir seperti sungai, air buatan, air pegunungan. Jika dimanfaatkan oleh masyarakat untuk komersial dan lain-lain dikenakan pajak sebesar 2% kali harga dasarnya,” jelasnya.

Gamal menambahkan di kabupaten/kota dipungut pajak rokok sebesar 50% yang memungut adalah pusat karena 10% merupakan cukai nasional.

“Pajak kendaraan bermotor maksimal 2% kali jual kendaraan bermotor, provinsi mengambil 1,5%,” lanjutnya.

Gamal menyampaikan pajak kendaraan bermotor adalah pajak yang paling banyak pemasukannya. Sementara BBNKB di DIY hanya mengambil 10%, sedangkan daerah lain sudah mencapai 12% – 15%.

“Pajak kendaraan bermotor paling banyak (pemasukannya). Kemudian BBNKB kita ambilnya 10%, daerah lain sudah 12% -15%,” jelas Gamal.

Ketua Komisi B DPRD DIY, Danang Wahyu Broto menanggapi bahwa legislatif berperan dalam mengawal dana yang dibayarkan masyarakat melalui pajak. Menurut Danang yang dipantau adalah alur distribusinya dan langkah agar dana tersebut kembali ke masyarakat melalui program kegiatan pemerintah.

“Kami selalu berkomunikasi dengan teman-teman OPD terkait bagaimana tidak memberatkan (bayar pajak), tapi pembangunan ini juga butuh biaya,” Danang menjelaskan soal pajak daerah.

Selama masa pandemi kegiatan pemerintah tidak berkurang, sehingga tetap memerlukan pemasukan yang salah satunya berasal dari pajak. Menurutnya skema yang tepat adalah penentuan tarif pajak yang tidak memberatkan masyarakat.

“Pajak itu jangan dianggap beban, tapi suatu kewajiban kepada negara,” tuturnya.

Menurut Danang banyak masyarakat belum paham kewajiban membayar pajak. Masyarakat masih beranggapan bahwa membayar pajak bukanlah untuk kepentingan bersama.

“Memang kewajiban pajak ini untuk saudara-saudara kita masih banyak belum maju di daerah-daerah, yang masih miskin. Di sinilah ada peran pemerintah,” ungkapnya.

Pada intinya Danang mengungkapkan bahwa masyarakat perlu diberikan sosialisasi lebih untuk meningkatkan kesadaran membayar pajak. Kepada Pemda DIY, Danang turut berpesan agar dibuat skema pembayaran pajak yang lebih meringankan masyarakat.

“Intinya tuh bagaimana meringankan masyarakat, memudahkan. Yang sudah sadar (masyarakat) kita tingkatkan kesadarannya. Manfaatnya ternyata ini, dan sulitnya jika terlambat membayar pajak,” jelasnya.

Danang menyampaikan bahwa masyarakat dalam kerangka berpikir harus mengedepankan jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang manfaat pembayaran pajak. (fda)

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*