
Jogja, dprd-diy.go.id – Menindaklanjuti pembahasaan dengan Komisi C pada akhir tahun lalu, Paguyuban Masyarakat Air Minum Yogyakarta (Pammaskarta) kembali mendatangi Gedung DPRD DIY, Senin (21/02/2022). Sebelumnya telah dibahas soal percepatan penyediaan air minum oleh Sistem Penyediaan Air Minum Pedesaan (SPAMDes) bersama Komisi C dan Dinas PUP-ESDM DIY.
Kepala Bidang Cipta Karya Dinas PUP-ESDM DIY, Arief Azazie Zain menjelaskan bahwa penyediaan air bersih pedesaan ini diutamakan terlebih dahulu bagi daerah yang sangat membutuhkan atau daerah miskin. Pemasangan sistem ini dikatakan Arief akan dilakukan oleh masyarakat secara swadaya.
“Pemasangan akan dilakukan oleh masyarajat sendiri, hanya bahannya yang dibantu (pemerintah). Dulu ada kerjasama dengan PLN (soal listrik), tapi terkendala waktu yang lama. Penyelenggaraan pengembangan sistem air minum pedesaan pembangunannya dilakukan masing-masing kelompok masyarakat secara swadaya,” jelasnya.
Terkait hal tersebut Kusumastuti, Kepala Seksi Pengembangan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan Permukiman Dinas PUP-ESDM DIY menjelaskan bahwa hibah yang diberikan berupa material dan bahan. Pada tahun ini menyesuaikan aturan dari permendagri penyediaan air minum pedesaan tidak masuk dalam program.
“Di tahun 2022 tidak ada (program), sesuai dengan aturan permendagri karena (yang diampu hanya) regional atau lintas kabupaten kota. Kalau di desa (SPAMDes) masuk di sarana umum. Ini kemungkinan ada dari danais (dana keistimewaan) di tahun 2023,” ungkap Kusumastuti.
Pada pertemuan ini, masing-masing perwakilan Pammaskarta dari setiap kabupaten menyampaikan laporan dan situasi penyediaan air di daerahnya. Priyanto dari Pammaskarta Kulon Progo menjelaskan pihaknya terus membina kelompok SPAMDes yang diharapkan bisa mandiri.
“Kami sudah mulai jalan membina kelompok-kelompok ini. Harapannya kelompok (SPAMDes) kalau sudah diajarkan nanti bisa mandiri jadi tidak bergantung pada bantuan terus. Kemudian kami akan awasi dan bimbing,” ia melaporkan.
Sementara Pammaskarta Gunungkidul menyampaikan dalam mewujudkan air minum yang bersih dan aman dibutuhkan penataan sumber daya air. Menurut Pammaskarta Gunungkidul melihat situasi saat ini masih terlalu jauh untuk menuju air minum yang aman.
Ditambahkan oleh Erina dari Pammaskarta Gunungkidul penataan ini membutuhkan kajian dan koordinasi yang baik. Menurutnya dalam mewujudkan cita-cita tersebut, Pemda DIY perlu menargetkan dengan satu parameter.
“Perlu dilakukan kajian soal penataan. Selama ini juga banyak koordinasi yang rancu. Perlu kita yakini bersama bahwa air bersih dan aman ini harus jadi perhatian. Yang perlu disadari juga adalah kebutuhan peningkatan SDM pengelola. Sejauh ini konservasi SDM juga belum ada,” tambahnya.
Hal serupa juga didampaikan oleh Pammaskarta Bantul yang menegaskan kualitas air masih jauh dari standar yang seharusnya. Sementara Sukarjo dari Pammaskarta Sleman mengeluhkan soal pendanaan yang digunakan dalam program ini. Ia berharap agar program ini bisa menjadi aspirasi Komisi C yang dimasukkan dalam pendanaan baik dari APBD atau dana keistimewaan.
Pammaskarta DIY yang disampaikan oleh Sutrisno mengatakan pihaknya tetap berupaya agar amanat dalam Pergub Nomor 27 Tahun 2015 dijalankan maksimal. Hanya saja menurutnya saat ini ada 36 kelompok yang butuh kejelasan terkait pendaannya.
“Kami butuh di provinsi ada regulasi yang memberi penetrasi ke daerah berdasarkan pergub. Regulasi ini penting terkait manajemen pengeloaan, teknis, dan butuh regulasi di tingkat kelurahan. Menurut kami perlu regulai di masing-masing kabupaten agar target 2030 tercapai,” imbuh Sutrisno.
Gimmy Rusdin, Anggota Komisi C yang memimpin audiensi mengatakan terkait listrik harus diadakan koordinasi antara kabupaten. Sementara soal proposal yang diajukan, ia menyarankan agar segera disampaikan kepada Dinas PUP-ESDM.
“Sepakat (proposal) dimasukkan saja. Dicoba dimasukkan entah pakai danais atau APBD, kami percayakan ke Dinas PUP-ESDM. Komisi C di bulan Maret akan meninjau kelompok SPAMDes yang bisa jalan maupun yang tidak bisa jalan,” ungkapnya.
Anggota Komisi C, Lilik Syaiful Ahmad yang turut menghadiri pertemuan ini mengatakan bahwa persoalan irigasi merupakan salah satu objek budaya. Menurutnya perbaikan sistem drainase ini harus diikuti oleh perbaikan sumber air.
“Ada beberapa wilayah di Indonesia sudah mulai ditata. Irigasi merupakan salah satu objek budaya. Ada kaitan sumber air drainase dengan sumber air itu sendiri. Sumber air sangat penting bagaimana pun harus ada (baik),” ungkap Lilik. (fda)
Leave a Reply