Jogja, dprd-diy.go.id – Pansus BA 6 kembali melanjutkan rapat kerja membahas draf raperda tentang Pedoman Pendanaan Pendidikan pada Kamis (02/04/24). Rapat dipimpin langsung oleh Retno Sudiyanti, S.H., selaku ketua pansus dan didampingi oleh RB. Dwi Wahyu B., S.Pd., M.Si., anggota pansus serta dihadiri oleh lembaga dan OPD terkait.
Rapat dimulai dengan pembahasan beberapa pasal yang sebelumnya menjadi sorotan. Banyak masukan dari masyarakat terkait isi pasal 17 dan 24. Retno menyampaikan pada pasal tersebut kira-kira mana kalimat yang dipakai dan direvisi.
Dalam kesempatannya Firdaus selaku tim penyusun menjelaskan, pungutan yang kemudian menjadi garis bawah. Apakah dimungkinkan untuk mencantumkan satu pasal yang mengambil dari PP 48 tahun 2008 pasal 53 ” Menteri atau Menteri Agama sesuai kewenangan masing-masing dapat membatalkan pungutan sebagai mana di maksud pasal 52 apabila melanggar peraturan perundang-undangan atau dinilai meresahkan masyarakat”.
”Tadi saya berdiskusi dengan pak Totok dari Inspektorat terkait kalimat dinilai meresahkan masyarakat ini sangat ambigu sekali,” ungkapnya.
Selanjutnya, menurut Firdaus penambahan pasal ini bisa menjadi salah satu alternatif karena selama ini pungutan menjadi salah satu upaya penting didalam aspek pendanaan di DIY yang selama ini kurang.
Menanggapi hal tersebut Kepala Bidang Perencanaan dan Pengembangan Mutu Pendidikan Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga, Drs. Raden Suci Rohmadi, M.I.P. mengatakan bahwa ketika Perda ini akan diterbitkan memang perlu ada korelasi kualitas mutu pendidikan dalam rangka pendanaan pendidikan.
”Didalam Perda ini sudah disebutkan bahwa kalaupun ada pungutan pendidikan hanya sekedar untuk menutup selisih kekurangan dari pendanaan pendidikan yang berasal dari pemerintah dan sisanya baru dari masyarakat dan bukan keseluruhan dan hal yang paling utama adalah pungutan pendidikan tidak diterapkan bagi mereka yang tidak mampu secara ekonomi.” ujarnya.
Suci juga menambahkan kalo Perda ini akan diterapkan perlu adanya mekanisme aturannya, penggalangan aturannya, dan yang paling penting adalah pengawasan dan pengelolaannya. Supaya transparansi kepada masyarkat bisa dilakukan.
Kemudian dari Biro Hukum mengatakan, secara kontruksi hukumnya memang Pasal 17 dalam Perda ini berusaha untuk selaras dengan Peraturan Perundang-undangan diatasnya sehingga tidak menimbulkan pertentangan.
Selanjutnya, didalam pasal 25 dan pasal 27 dalam Perda ini juga sudah menjelaskan bahwa pungutan tidak boleh dikenakan kepada masyarakat yang secara ekonomi tidak mampu.
Terakhir Retno menyampaikan, bahwa Perda ini perlu beberapa perbaikan tata bahasa dari Biro Hukum pasal per pasal dan mana yang harus disesuaikan agar mempunyai payung hukum dan tidak menyalahi aturan-aturan yang sudah ada.
”Nanti Mohon untuk OPD dan Dinas terkait untuk bisa menjelaskan secara detail pasal per pasalnya terhadap tuntutan mereka pada saat besok rapat tanggal 6,” Pungkas Retno. (Lz)
Leave a Reply