Jogja, dprd-diy.go.id – Pansus BA 21 Tahun 2021 melanjutkan kembali pembahasan draf Raperda Penyelenggaraan Pendidikan Khusus pada Jumat (22/10/2021). Sofyan Setyo Darmawan, Ketua Pansus memimpin rapat dengan melanjutkan pembahasan sebelumnya pada pasal 29 sampai pasal 35.
Dinas Dikpora DIY menyampaikan bahwa secara umum aturan ini tidak bertentangan dengan hukum, namun ada beberapa hal yang harus disesuaikan. Pada pasal 29 ayat 1 Dinas Dikpora menyampaikan bahwa sejauh ini Sekolah Luar Biasa (SLB) telah memberi akomodasi kepada usia dini.
“Sistem di situ ada pedoman bagaimana seorang guru melakukan proses pembelajaran dari persiapan sampai evaluasi dan ada kolaborasi. Menurut saya bisa diatur di petunjuk teknis lebih lanjut,” jelas perwakilan Dinas Dikpora.
Dinas Dikpora menjelaskan bahwa pada pasal 29 ayat 2 setiap poinnya sudah mengandung substansi dari masukan yang disampaikan dalam pembahasan pansus. Poin dalam pasal 29 ayat 2 yakni memerhatikan perbedaan dan jenis kebutuhan peserta didik berkebutuhan khusus, mendorong partisipasi aktif, budata membaca dan menulis, memberikan umpan balik dan tindak lanjut pasa peserta didik berkebutuhan khusus, keterkaitan dan keterpaduan, pengalaman belajar, memanfaatkan TIK serta ketersediaan layanan khusus.
Sementara pada pasal 32 Dinas Dikpora mengusulkan untuk melibatkan stakeholder dalam penilaian proses dan hasil belajar. Pada pasal 33 Dinas Dikpora menyampaikan sudah cukup dan sesuai dengan Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016.
Pada pasal 34 Dinas Dikpora menjelaskan bahwa pada dasarnya terdapat perbedaan antara pembimbing khusus dan pendamping khusus dalam kaitannya dengan peserta didik berkebutuhan khusus. Menurutnya perbedaan ada pada pembimbing khusus adalah orang yang membimbing perencanaan pembelajaran secara keseluruhan, sementara pendamping khusus adalah orang yang secara khusus mendampingi peserta didik ketika mengalami hambatan dalam pembelajaran.
Menanggapi masukan dari Dinas Dikpora, Sofyan mengatakan bahwa aturan ini dapat merujuk ke Permendikbud tersebut. Ia menyarankan agar substansi dalam raperda ini mengacu pada Permendikbud tersebut.
“Kita ikut permendikbud saja, karena lebih aman dan sesuaikan saja. Soal guru pendamping khusus ditambahkan saja nomenklaturnya,” ungkap Sofyan.
Isnaini dari Biro Hukum DIY menyampaikan bahwa dimuatnya guru pendamping khusus dalam raperda harus dipertimbangkan kembali soal ketersediaan anggarannya. Menurutnya segala instrumen dalam raperda jni harus dipikirkan kelanjutannya, termasuk adanya ketentuan tentang guru pendamping.
Sofyan mengatakan bahwa pemisahan istilah guru pendamping khusus, guru pendidik khusus dan guru pembina khusus merupakan hal yang baik. Menurutnya hal ini juga penting untuk mengatur mengenaikesejahteraan dan kejelasan statusnya.
“Jadi penting disebut misal ada masalah terkait kesejahteraan dan kejelasan ini yang berkaitan dengan kesejahteraannya bagaimana. Bisa jadi kalau tidak dicantumkan tentang GPK tidak dapat hak dan kewajibannya. GPK diperluas saja istahnya di bagian pendampingannya,” imbuh Sofyan.
Selanjutnya terkait guru pembina khusus, guru pendamping khusus dan guru pendidik khusus akan dibahas lebih lanjut oleh Biro Hukum dalam kaitannya dengan ketentuan hukumnya. Sofyan menyarankan agar penjelasan terkait guru dijelaskan dengan merintu tugas pokok dan tugas tambahannya. (fda)
Leave a Reply