Jogja, dprd-diy.go.id – Panitia Khusus (Pansus) melakukan rapat pembentukan raperda mengenai peraturan daerah tentang Perlindungan dan Pemenuhan Hak Penyandang Distabilitas pada Kamis (28/10/2021) di Ruang Lobby lantai 1 DPRD DIY. Rapat tersebut dipimpin oleh Ketua Pansus, Muhammad Yazid dan dihadiri oleh Wakil Ketua Pansus, SKPD, Dinas Sosial, Dinas Pendidikan, Dinas Tenaga Kerja, Biro Hukum dan Kemenkumham.
Dengan ditunjuknya Muhammad Yazid menjadi Ketua Pansus inisiatif perubahan Perda Nomor 4 Tahun 2012 tentang Perlindungan dan Pemenuhan Hak-Hak Disabilitas ia berharap dalam perubahan perda ini sama seperti dulu ketika penyusunan raperda perlindungan dan pemenuhan hak-hak distabilitas ini.
“Harapan kita sama seperti ketika saat kita menyusun raperda menjadi perda dulu, karena saat itu kita punya ide-ide kreatif yang dapat terakomodir diperda ini, yang diusulkan eksekutif yang tidak bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi sehingga dapat disepakati dan dapat berjalan di DIY serta dapat menjadi rujukan pemerintah yang lain,” ujar Yazid.
Kemudian Kepala Dinas Sosial mengajukan usulan review perda Nomor 4 Tahun 2012 untuk menyesuaikan undang-undang baru Nomor 8 Tahun 2016 karena terdapat beberapa aturan dalam perda yang belum masuk di undang-undang Nomor 8 Tahun 2016.
“Latar belakang mengapa kami mengusulkan perubahan perda Nomor 4 Tahun 2012 tentang Perlindungan dan Pemenuhan Hak-Hak Distabilitas dikarenakan ketika kita menyusun perda ini kita mengacu pada perda Nomor 4 Tahun 1997. Kemudian dengan adanya undang-undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Distabilitas maka kita harus melakukan penyesuaian dengan undang-undang baru dan perlu adanya penambahan untuk menyesuaikan dengan kebutuhan sodara-sodara kita penyandang distabilitas sehingga kita usulkan untuk adanya perubahan perda Nomor 4 Tahun 2012 selain itu, perda ini perlu adanya revisi mengenai muatan lokal yang ada di DIY,” jelas Endang.
“Untuk review ini isi pokok-pokok perda yang harus direvisi diperihal asas pemenuhan hak distabilitas, diperda Nomor 4 Tahun 2012 terdapat delapan asas dan diperda Nomor 8 Tahun 2016 terdapat sebelas asas sehingga kita perlu menambahkan tiga asas yaitu asas kapasitas yang terus berkembang dan identitas anak, inklusif dan perlakuan khusus, serta perlindungan lebih. Kemudian kita ketahui bersama pokok-pokok isi perda Nomor 4 Tahun 2012 soal perihal pendidikan dan ketenaga kerjaan belum mengatur Unit Layanan Distabilitas (ULD) maka nanti untuk usulan revisi ini sudah mengatur tentang ULD tersebut,” imbuh Endang.
Selanjutnya, Yazid menanggapi review usulan revisi dari Dinas Sosial terkait pemenuhan fasilitas yang mendukung distabilitas.
“Dalam bidang pendidikan, di SLB belum tercukupi tenaga medis terkait dengan adanya terapis karena sekolah luar biasa ini beda dengan sekolah umum yang ketika anak-anak di sekolah umum tertata rapi, nah di dalam kelas SLB itu banyak yang membutuhkan terapi dan jangan bayangkan disetiap kecamatan ada SLB yang negeri nah disinilah pemerintah harus hadir termasuk dalam memfasilitasi adanya guru dan kalau bisa kita akan lebih memperhatikan sekolah luar biasa ini dibanding dengan sekolah umum, nah kalau bisa ini nanti jika perdanya disahkan bisa berlaku dan lebih komperhensif lagi,” ujar Yazid.
Menurut Umaruddin selaku Anggota Pansus berharap perubahan perda ini tidak hanya karena menyesuaikan undang-undang baru namun juga dapat mengakomodir hak-hak penyandang distabilitas.
Selanjutnya, Yazid membahas dan menanyakan sanksi-sanksi yang akan diterapkan didalam Perda Nomor 4 Tahun 2012 yang akan direvisi ini kepada Biro Hukum.
“Apakah dari biro hukum memberikan sanksi kepada perusahaan yang tidak memperkerjakan karena faktanya beberapa kali asosiasi distabilitas ini protes ke Komisi D mengenai permasalahan ini?” tanya Yazid kepada Biro Hukum.
Menanggapi pertanyaan tersebut Purwanto selaku Kepala Bagian Perundang-Undangan Biro Hukum menjelaskan terkait pengawasan tenaga kerja dan pengawalan sanksi perda.
“Kalau ditempat kami tidak ada kaitanya dengan tenaga kerja, mungkin yang berkaitan dengan tenaga kerja yaitu dinas tenaga kerja dan untuk pengawalan sanksi perda mungkin itu dilakukan oleh satpol pp,” jelas Purwanto. (fir)
Leave a Reply