Pertanian Terancam, Aliansi Petani Sleman Desak Selokan Van Der Wijck Dibuka

Jogja, dprd-diy.go.id – Ketua DPRD DIY, Nuryadi S.Pd. didampingi anggotanya, Yan Kurnia Kustanto, S.E., dan H. Muhammad Yazid, S.Ag., menerima audiensi dari Aliansi Peduli Petani Sleman (AP2S) atas dampak penutupan Selokan Van Der Wijck terhadap keberlangsungan kegiatan pertanian di Kabupaten Sleman. Kegiatan ini dilaksanakan pada Senin (14/10/2024) di Ruang Banggar Lt. 2 DPRD DIY.

Penutupan Selokan Van Der Wijck berdampak pada kekeringan lahan pertanian, mengganggu aktivitas para petani, serta menyebabkan penurunan hasil panen. Hal ini merugikan petani tanaman pangan, hortikultura, dan budidaya ikan, sementara kebutuhan air untuk rumah tangga juga terganggu akibat menyusutnya mata air.

Pada audiensi kali ini, perwakilan petani padi, Sutrisno, menyampaikan bahwa penutupan selokan selama sebulan penuh yakni pada bulan Oktober mengakibatkan sekurang-kurangnya satu musim atau masa tanam menjadi hangus. Selain itu, pihaknya juga menuturkan nominal kerugian dalam satu masa tanam minimal 20 juta/ hektar.

“Bagi kami Pak, petani yang garapannya 1 hektar yang menghasilkan 20 juta, kalau dirata-rata 4 bulan gaji kami, 4 bulan tidak ada, Pak. Kami kehilangan waktu 4 bulan 21 hari, jadi kami mohon kepada Bapak, seandainya 5000 hektar dan 1 hektar dikerjakan oleh dua petani, berarti kita 10 ribu petani nganggur selama empat bulan, Pak. Kami tidak menuntut diberi lapangan pekerjaan, kami petani ketika ada air, tidak njenengan suruh pasti kami kerja sendiri, sediakan air itu saja,” ungkap Sutrisno.

Kepala Bidang Pelaksanaan Jaringan Pemanfaatan Air (PJPA) BBWS Serayu Opak, Vena Rahayu Surya Putra, menjelaskan bahwa usia Van Der Wijck sudah sangat tua, sehingga pemeliharaan menjadi hal yang sangat penting. Ia menekankan bahwa tanpa pemeliharaan atau penghentian sementara, risiko kerusakan besar seperti kebocoran bisa terjadi, yang akan merugikan semua pihak.

“Van Der Wijck itu usianya sudah tua, sudah sangat tua begitu, pak. Jadi, adanya pemeliharaan itu sangat penting. Kita tidak mau tiba-tiba nanti kita tidak pernah matikan, kita tidak pernah pelihara, nanti tiba-tiba jebol. Nanti yang rugi kita semua. Oleh karena itu, perlu pematian, perlu pemeliharaan untuk menjaga saluran tua itu bisa terus beroperasi. Itu pentingnya di situ, Pak. Kemudian, kita sudah melakukan sosialiasi yang sejalan dengan apa yang menjadi Surat Keputusan Gubernur terkait Rencana Tatanan Global dan Pembagian Air. Jadi, kami menaati apa yang sudah menjadi keputusan Gubernur untuk pertanian di Daerah Istimewa Yogyakarta,” jelas Vena.

Menanggapi hal tersebut, Nuryadi menegaskan bahwa meskipun keputusan tersebut merupakan SK Gubernur, jika nantinya terbukti merugikan masyarakat, ia pasti akan berada di garis depan untuk tidak menyetujuinya. Ia meminta agar jika sebelumnya ada kesepakatan yang tidak diikuti, kesepakatan itu diperbarui, namun air harus dibuka terlebih dahulu sebelum membuat kesepakatan baru.

“Walaupun itu SK Gubernur, jika pada saatnya ternyata merugikan masyarakat, mohon maaf pasti kami di depan. Saya hanya minta kalau ada kesepakatan dulu tidak ikut, diulangi kesepakatannya, tapi dibuka dulu airnya, baru kita bikin kesepakatan. Nggak ada yang menolak pemeliharaan itu dilakukan, namun bagaimana dengan pemeliharaan tadi seperti keputusannya komisi dulu, tanpa harus mematikan aliran yang ada di situ, Pak. Suatu ketika ada kesepakatan, dilihat untung ruginya. Pasti tuntutan mereka silahkan pemerintah daerah maupun pusat memelihara saluran air yang ada di Yogyakarta, tetapi tanpa harus mematikan air. Kalau nggak kan susah, rakyat kalah terus nanti, Pak,” tegas Nuryadi.

Yazid menyampaikan bahwa keinginannya sejalan dengan masyarakat untuk melanjutkan proyek, namun dengan syarat pasokan air tetap berjalan. Ia menekankan bahwa warga Moyudan, Minggir, dan sebagian Godean sangat terdampak karena air merupakan kebutuhan primer. Oleh karena itu, ia meminta dengan tegas kepada pihak-pihak terkait agar memperhatikan permintaan ini.

“Keinginan kita sama dengan warga masyarakat untuk tetap proyek itu jalan, cuma dengan catatan air juga jalan, karena betul-betul warga masyarakat Moyudan, Minggir, sebagian Godean sangat terganggu sekali. Ini kebutuhan primer masyarakat, sehingga saya mohon dengan sangat kepada para pihak yang berkompeten dalam hal ini, tolong keinginan ini diindahkan. Saya sangat memahami, bahwa program ini harus jalan dan adanya antisipasi ke depan, tetapi kebutuhan pemakai air kami tidak hanya petani saja, namun juga untuk kebutuhan hidup sehari-hari. Saya pikir itu solusinya proyek tetap jalan tetapi air bagaimana juga bisa jalan. Masyarakat yang harus diutamakan, kebutuhan harus tercukupi,” ucap Yazid.

Menambahkan usulan Yazid, Yan Kurnia menyampaikan pentingnya mencari solusi atau jalan tengah agar perawatan fasilitas yang sudah tua tidak mengganggu kebutuhan rutin masyarakat untuk kehidupan jangka panjang.

“Bagaimana kemudian mencari solusi, mencari jalan tengah agar yang tua dirawat ini tidak menggangu yang rutin untuk kehidupan yang lebih jauh. Air itu ada, hanya jalannya saja yang memang harus ditata. Jadi, saya nggak mau juga melihat SKPD, OPD berhadapan dengan rakyat, karena kalau berhadapan dengan rakyat, pasti kami yang akan di depan membela rakyat. Mohon segera carikan jalan tengah agar rakyat ini tetap hidup. Apa yang kita lakukan ke depan nanti ya kita koordinasikan, tapi apa yang terjadi hari ini harus kita selesaikan,” ujar Yan Kurnia.

Di akhir acara, Nuryadi menyatakan bahwa sesuai dengan yang disampaikan Pak Yazid, para petani bukanlah pengambil keputusan, sehingga perlu diadakan pertemuan tambahan yang diharapkan dapat menghasilkan keputusan final.

“Tadi yang disampaikan Pak Yazid bahwa teman-teman petani bukan pengambil kebijakan, sehingga harus ada satu pertemuan lagi yang segera dilaksanakan besok pagi di sini jam sepuluh. Kalau bisa teman-teman hadir untuk menjadi saksi. Besok selesai finalnya,” pungkas Nuryadi (dta).

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*