PKBM Sampaikan Aspirasi tentang Bantuan Operasional Penyelenggaraan

Jogja, dprd-diy.go.id – Selasa (08/02/2022) Dewan Pengurus Pusat Forum Komunikasi Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat Indonesia (DPP FK PKBM Indonesia) melakukan audiensi dengan Komisi D. Khoirudin, dari FK PKBM DIY menyampaikan bahwa terdapat beberapa permasalahan yang terjadi dalam pendidikan non formal atau pendidikan kesetaraan.

Sebelumnya Khoirudin menjelaskan bahwa pada penyelenggaraan pendidikan ini PKBM menyelenggarakan layanan pendidikan Paket A, Paket B, dan Paket C yang mencakup pemberdayaan dan olahraga termasuk pelatihan kemasyarakatan. Ia menjelaskan bahwa saat ini PKBM yang aktif ada 104 dengan siswa sebanyak 11.214.

“Dulu PKBM ini ada di bawah Dinas Pendidikan kabupaten/kota, kemudian dibawahi Disdikpora DIY,” lanjutnya.

Ia menyampaikan bahwa kondisi PKBM semakin terpuruk, di Kulon Progo yang awalnya memiliki 80 PKBM pada tahun ini hanya 7 PKBM. Sementara tidak semua PKBM yang ada ini terdaftar dalam Bantuan Operasional Penyelenggaraan (BOP) pendidikan kesetaraan.

“Terakhir tahun 2022 tersisa 7 PKBM, yang terdaftar BOP hanya 4 PKBM. Kabupaten/kota menganggarkan APBD untuk menopang yang tidak dapatkan (BOP), namun hanya 1 PKBM yang dapat. Dari seluruhnya hanya 18 PKBM yang dapat dana (BOP),” jelas Khoirudin.

Sementara Tusino dari PKBM Gunungkidul menerangkan bahwa pendidikan kesetaraan merupakan suatu indikator Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di suatu wilayah. Hal ini juga mencakup harapan lama sekolah dan banyaknya penduduk berusia di atas 12 tahun yang menempuh pendidikan.

“Penentu DAK (Dana Alokasi Khusus) dan DAU (Dana Alokasi Umum) ini bisa ditentukan oleh IPM kan. Bahkan untuk mencari kerja saja banyak sekarang harus setara SMA/SMK/Paket C,” imbuhnya.

Ia menambahkan banyak peserta didik dalam pendidikan ini yang tidak mendapatkan BOP. Sementara tidak seluruh peserta didik mampu membayar dana pendidikan. Padahal menurutnya pendidikan kesetaraan ini telah mencakup pemenuhan pendidikan dari sisi kognitif, motorik, dan afektif.

“Yang tidak dapat BOP ada 2.471 peserta didik. Kalau punya uang ya bayar, tapi banyak juga yang tidak mampu membayar,” ungkap perwakilan dari Gunungkidul ini.

R. Suci Rohmadi dari Dinas Dikpora DIY menyampaikan bahwa Pemda DIY mempunyai peran dalam pendidikan non formal. Terkait dengan aturan dari pusat yang menegaskan bahwa BOP dapat diberikan pada peserta didik yang berusia di bawah 21 tahun, ia berharap hal ini bisa dikoordinasikan.

Selain itu, ia mengatakan pihaknya juga berharap agar di daerah juga ada BOP daerah untuk menunjang kekurangan tersebut. Soal penerima BOP, ia mengatakan akan melakukan koordinasi dengan kabupaten/kota.

“Harapannya BOP di pusat juga pengennya di daerah ada BOP daerah. Terkait penerima agar bisa segala umur perlu dikoordinasikan dengan kabupaten/kota. Nanti kita bantu koordinasinya,” ungkap Suci.

Permasalahan soal PKBM yang belum terdaftar dalam BOP ini masih menjadi pembahasan. Sementara terkait dengan pemindahan siswa masing-masing kabupaten/kota dikatakan Suci memiliki kewenangannya.

“Kami bantu koordinasinya supaya hal ini terakomodir. Dana desa mohon juga dikomunikasikan agar tidak hanya untuk PAUD, tapi untuk PKBM yang diharapkan semoga bisa efektif,” tuturnya.

Hal tersebut didukung oleh Koeswanto, Ketua Komisi D agar pemanfaatan dana desa ini dapat lebih bermanfaat. Menurutnya jika kendala soal pelatihan bagi tenaga pendidik belum dicukupi, maka bisa diusulkan masuk dalam pokir DPRD DIY. (fda)

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*