Solusi Penanganan Sampah di TPST Piyungan

Jogja, dprd-diy.go.id – Permasalahan penumpukan sampah di TPST Piyungan tidak kunjung berakhir hingga saat ini meskipun telah dilakukan beberapa upaya. Amir Syarifudin, Anggota DPRD DIY sebagai wakil rakyat yang berasal dari daerah sekitar menyampaikan permasalahan di TPST Piyungan.

“Yang pertama jalan yang menuju TPST Piyungan itu belum baik, di sana juga bercampur dengan jalur lalu lintas penduduk yang ada di daerah itu. Akhir-akhir ini memang air lindi yang dari TPST itu sudah masuk di pekarangan warga menjadi persoalan tersendiri bagi kita semuanya, persoalan yang harus diselesaikan bersama-sama,” ungkapnya saat menjadi narasumber salam tayangan ARJI Jogja TV, Jumat (11/06/2021).

Amir menambahkan bahwa di bagian utara terdapat lahan pertanian yang terdampak longsoran dari tempat tersebut ketika musim hujan. Menurutnya warga di sekitar TPST Piyungan juga rawan terjangkit penyakit tetanus dan penyakit berbahaya lainnya akibat lingkungan yang tidak bersih.

“Akibat longsornya sampah masuk ke pertanian sendiri. Bahkan ada warga yang kena tetanus, ya terus itu alat suntik dari rumah sakit (tidak steril) dan terkena kakinya itu (terkena penyakit) sampai meninggal,” imbuh Amir.

Menurutnya penting bagi setiap masyarakat untuk mengedukasi generasi muda untuk mulai memilah sampah dan tidak membuang sembarangan. Amir mengatakan bahwa pola pikir untuk memanfaatkan sampah juga bisa membangkitkan perekonomian.

Kusumastuti Sri Winahyu, Kepala Seksi Pengembangan Air Minum & Penyehatan Lingkungan Pemukiman Dinas PUP ESDM DIY menjelaskan bahwa pada dasarnya operasional TPST Piyungan ini sudah berakhir pada tahun 2012 lalu, namun setelah adanya kajian dapat diperpanjang hingga 3-4 tahun. Menurutnya kondisi overload yang kini terjadi di kawasan tersebut akibat operasional yang melebihi batas waktu.

“Ada kajian yang bisa (memungkinkan) operasional yaitu di perpanjang lagi 3 sampai 4 tahun. Perhitungannya dengan kondisi perencanaan volume luasan TPST yang sudah dibuat itu hanya sekian tahun. Tadinya lembah sekarang sudah menjadi gunung,” jelasnya.  

Pihaknya telah memikirkan konsep penanganan yang tepat hingga direncanakan pengadaan lahan lain di Kalurahan Sitimulyo sebagai TPST baru. Penentuan lahan ini sudah disesuaikan dengan tata ruang kawasan yang memungkinkan pemrosesan akhir tetap berada di Piyungan.

“Pemerintah daerah itu sudah mulai memikirkan harus ada tempat pemrosesan lagi yang lain dan konsep yang penanganan yang tepat. Saat ini secara penanganan diharapkan sanitary landfill, tapi memang dari segi kesehatan dari segi lingkungan hidup itu tidak mendukung semua,” Kusumastuti menjelaskan.  

Kusumastuti menambahkan rencana pembebasan lahan dengan mekanisme kerja sama pemerintah dengan badan usaha untuk pengelolaan dan pembangunan TPST. Pihaknya berharap dapat digunakan teknologi alternatif seperti Refuse Derived Fuel (RDF).

“Hari ini yang diharapkan kita menggunakan teknologi jadi tidak asal dibuang ditumpuk seperti itu. Nanti ada beberapa alternatif teknologi seperti RDF, jadi mengolah sampah-sampah itu nanti yang dari plastik bisa dibuat menjadi bahan bakar pengganti fosil,” tambahnya.

Ia berharap pada tahun 2023 nanti sudah dapat dibangun, sehingga pada tahun 2025 sudah mulai beroperasi. Sementara solusi tercepat yang saat ini direncanakan yakni proses penataan sel atau penutupan sel menjadi tersering.

“Solusi yang sekarang ini lahan lama itu sudah mulai ditata ditutup tanah dan dibangun menjadi terasering. Dan dalam waktu 2 tahun ini memang sudah tidak bisa dipakai lagi, nanti akan jadi tempat terbuka aaja begitu,” terang Kusumastuti.

Terkait dengan teknologi yang digunakan, Dinas PUP ESDM belum bisa menentukan. Opsi inseminator masih perlu dipertimbangkan kembali dan perlu koordinasi dengan kabupaten kota sebab harganya yang cukup tinggi.

Yuningtyas Setiawati, Sekjen Ikatan Ahli Lingkungan Hidup Indonesia menambahkan bahwa upaya mengurangi dampak bau dapat dilakukan dengan pemadatan. Menurutnya dalam setiap periode paling tidak 3-6 bulan dilakukan pengerukan atau dipadatkan. Hal tersebut dinilai mampu menanggulangi bau tidak sedap yang semakin parah.

Menurutnya upaya di hulu seperti pengadaan bank sampah harus diakomodir oleh pemerintah dan stakeholder lainnya. Ia mengusulkan agar dibentuk suatu kelembagaan khusus yang menangani pengelolaan dan pemanfaatan sampah serta distribusinya.

“Kalau menurut saya di hulu itu kan sudah ada tong sampah ya, tetapi tong-tong sampah itu tidak atau belum ditangani dengan baik. Oleh karena itu, bank sampah ini sebagai modal sosial yang harusnya diakomodir oleh pemerintah daerah dan juga bersama-sama dengan yang lain,” jelasnya.

Yuningtyas melihat pengelolaan sampah masih parsial dan stakeholder yang melakukan pengelolaan sampah belum dilakukan terpadu. Pengolahan sampah itu harus dilakukan secara sinergis dan terkoordinasi, sehingga menjadi suatu sistem.

“Padahal kalau kita lihat banyak pihak yang sudah terlibat seperti Muhammadiyah juga sudah terlibat di dalam pengelolaan sampah, tetapi memang karena kurang ada pendampingan yang kontinyu sehingga mereka juga di dalam melakukan pemilahan dan pengolahan ya hanya terbatas begitu,” imbuh Yuningtyas.

Terkait sinkronisasi, Amir meminta Dinas PUP ESDM yang melakukan pengadaan infrastruktur dapat segera membangun kawasan tersebut. Pengadaan lahan dan pembangunannya harus disinkronkan dengan Dinas LHK.

“Jangan sampai Dinas Lingkungan Hidup menata menumpuk sampahnya nanti ada pembukaan tanah, tetapi di situ ada pembangunan yang tidak koordinasi dengan Dinas Lingkungan Hidup. Itu baru dua OPD, belum lagi masalah ini sangat kompleks,” Amir menambahkan.

Ia mengungkapkan bahwa kepemimpinan pro lingkungan perlu dilakukan karena kepemimpinan lingkungan tidak hanya difokuskan untuk pemerintah daerah tetapi juga masyarakat.

“Masyarakat itu pun juga harus ada jiwa kepemimpinan pro lingkungan, perubahan perilaku mengolah sampah itu memang sangat memprihatinkan. Kita harus mengubah mindset kita yang dulu itu sampah itu sesuatu yang terbuang sesuatu yang bau, apakah tidak bisa kita ubah mindset kita bawa sampah itu bernilai ekonomi sampah itu membawa berkah,” jelasnya.

Terkait hal tersebut, Kusumastuti mengingatkan bahwa dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tertuang setiap rumah tangga itu berkewajiban mengolah sampah-sampah dari rumah tangga. Hal itu sejalan dengan penerapan kepemimpinan pro lingkungan dari tingkat rumah tangga. (fda)

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*