Jogja, dprd-diy.go.id – Anton Prabu Semendawai Pimpinan DPRD DIY menyampaikan jawaban kepada eksekutif atas tanggapan Gubernur DIY terkait raperda usulan dari Komisi A. Membahas mengenai Raperda Pengelolaan dan Pengembangan Wilayah Perbatasan DIY, Anton menyampaikan jawaban DPRD DIY dalam rapat paripurna Selasa (5/11/2019).
Sebelumnya telah dijelaskan latar belakang adanya raperda ini disebabkan kesenjangan pembangunan antar wilayah yang dekat dengan pusat pemerintahan dan ekonomi wilayah perbatasan. Gubernur mempertanyakan pedoman untuk menetukan wilayah perbatasan, DPRD DIY menjawab bahwa dalam Peraturan Mendagri tentang Batas Daerah Provinsi DIY dengan Provinsi Jawa Tengah sudah dimuat.
“Terdapat tiga kabupaten yang termasuk wilayah perbatasan, yaitu Kabupaten Kulon Progo, Kabupaten Gunung Kidul, dan Kabupaten Sleman. Juga terdapat 18 Kecamatan dan 48 desa di DIY yang masuk wilayah perbatasan. Sehingga menurut kami wilayah perbatasan ini tidak perlu lagi pedoman atau kriteria tertentu untuk menentukan wilayah perbatasannya,” tegas Anton.
Pada prinsipnya wilayah perbatasan merupakan wilayah yang jauh dari pusat ekonomi dan pusat pemerintahan. Bahkan dalam beberapa kasus suatu wilayah perbatasan sangat terpencil dan mengakibatkan banyak orang tidak berminat diberikan tugas kerja di daerah itu.
Untuk memberikan pelayanan publik dan membangun wilayah perbatasan tidaklah mudah. Hal tersebut tentunya menjadi pertimbangan untuk memberikan penghargaan (reward) kepada petugas di daerah tersebut.
Anton mengatakan ada Badan Pengelola Perbatasan (BPP) Provinsi DIY harus terdiri dari pemda, pemkot, dan pemerintah di bawahnya. Pelibatan pemerintah desa juga penting untuk membangun pola koordinasi dari atas. Gubernur berkoordinasi secara sejajar atau horizontal dengan pemerintah kabupaten (yang memiliki daerah perbatasan) bersama dengan tingkat kecamatan dan desa.
“Harus melibatkan pemerintah desa, sebab yang paling mengetahui dan memahami jelas batas daerah DIY dengan Jawa Tengah. Baik yang berupa batas daerah buatan maupun yang mengalami pelipatan pemerintah desa dalam penataan administrasi. Pola koordinasi kegiatan penataan administrasi di lapangan dilakukan dengan bekerjasama antara perangkat daerah dengan pemerintah desa,” lanjutnya.
Terkait dengan pengembangan pariwisata desa di wilayah perbatasan yang mempunyai potensi pariwisata, BPP dapat membantu dan mengkoordinasikan dengan pihak-pihak terkait. Begitu pula untuk pengembangan UMKM, maka BPP wajib membantu dan mengkoordinasikan dengan pihak-pihak terkait untuk pengembangan UMKM.
‘Dalam pembangunan wilayah perbatasan dibutuhkan peran dari seluruh komponen peta daerah, baik di level provinsi-kabupaten-desa. Hal ini untuk mengkoordinasikan pelaksanaan pembangunan di masing-masing level tersebut. Selain itu dibutuhkan juga upaya monitoring dan evaluasi oleh pemerintah daerah dalam pembangunan wilayah perbatasan,” tutur Anton mengatakat pentingnya seluruh elemen.
Setelah dibahas dalam rapat paripurna, pada hari ini Pansus Raperda Pengelolaan dan Pengembangan Wilayah Perbatasan DIY resmi dibentuk. Pada pertemuan ini pula disepakati Suwardi sebagai ketua pansus dan Suparja sebagai wakil ketuanya. (fda)
Leave a Reply