Ketimpangan Gaji hingga Denda Tinggi, Pekerja Trans Jogja Sampaikan Keluhan ke DPRD DIY

Jogja, dprd-diy.go.id — Ketimpangan gaji pramudi–pramugara, tingginya denda pelanggaran, hingga bonus pencapaian penumpang yang tak kunjung cair mewarnai audiensi Serikat Pekerja PT Jogja Tugu Trans (JTT) bersama DPRD DIY, Dinas Perhubungan (Dishub) DIY dan PT Anindya Mitra Internasional (AMI) di Ruang Transit DPRD DIY, Jumat (21/11/2025). Para pekerja berharap pertemuan ini menjadi titik balik perbaikan kondisi kerja di layanan Trans Jogja.

Audiensi dibuka dengan penyampaian aspirasi dari perwakilan serikat pekerja yang menegaskan bahwa berbagai keluhan ini sudah lama dirasakan, namun belum mendapatkan penyelesaian memadai. Mereka meminta DPRD DIY memberi perhatian serius dan mendorong penyelesaian terukur demi kenyamanan kerja para pramudi dan pramugara.

Pekerja menilai persoalan  krusial terletak pada perubahan dasar penggajian—dari SK Gubernur menjadi SK Dirjen yang mulai berlaku pada 2024. Pergantian regulasi ini dinilai membuat gaji pokok pramudi justru turun, sementara kenaikan terbesar justru terjadi pada pramugara. Serikat pekerja menilai ketimpangan ini tidak sebanding dengan tanggung jawab pramudi yang lebih besar terhadap armada dan keselamatan penumpang.

Dalam audiensi, Sekjen Serikat PT JTT, Agus Triono, menekankan bahwa selisih yang diterima pramudi kini terlalu kecil.

“Kalau gaji itu, selisihnya sekarang cuma sekitar Rp 390 ribu. Itu kalau dihitung per hari cuma Rp 13.000 sampai Rp 14.000,” ungkapnya.

Setelah pernyataan tersebut, Agus menambahkan bahwa pada masa penggunaan SK Gubernur, selisih gaji per hari pernah mencapai Rp 30 ribu sehingga dianggap lebih adil. Selain itu, THR 2024 juga menurun cukup tajam, dan dana operasional yang belum terserap disebut mencapai Rp 6,8 miliar.

Selain soal gaji, pekerja juga mempersoalkan penerapan denda SPN yang dinilai memberatkan. Nominal denda disebut tidak proporsional dengan jenis pelanggaran, bahkan ada sopir yang terkena denda hingga 11 kali.Agus menjelaskan bagaimana denda ini dibebankan langsung kepada pramudi tanpa mempertimbangkan besaran gaji.

“Kalau denda itu ditanggung sendiri pramudinya. Misalnya kita lari 61 km/jam selama 14 detik saja, itu sudah kena denda Rp 500.000 per satu kali pelanggaran,” ujarnya.

Menurut catatan serikat, pelanggaran terkait pengisian BBM saja bisa mencapai 120–130 kasus per bulan, sementara klasifikasi denda belum disesuaikan dengan tingkat kesalahan secara objektif.

Isu lain yang turut mencuat ialah pengurangan jumlah seragam kerja yang sebelumnya empat baju menjadi hanya dua. Pekerja meminta peninjauan kembali, setidaknya soal jumlah dan kesesuaian model yang dipakai secara harian.

Bonus pencapaian target penumpang juga menjadi sorotan. Meski pada 2024 Trans Jogja disebut memenuhi target yang ditetapkan Dishub, para pekerja mengklaim belum pernah menerima bonus tersebut. Penjelasan dari Dishub menyatakan bahwa bonus telah dialokasikan melalui PT AMI, namun pekerja meminta transparansi jumlah dan mekanisme penyalurannya.

Kebijakan baru yang mewajibkan pengisian solar setelah jam operasional dinilai menyulitkan pramudi, mengingat tidak semua SPBU buka 24 jam dan penggunaan barcode sering menimbulkan antrean panjang. Pekerja meminta jaminan ketersediaan solar agar operasional malam hari tidak terganggu.

Menanggapi berbagai aduan, Ketua DPRD DIY, Nuryadi, S.Pd. menegaskan bahwa forum ini digelar untuk mempertemukan semua pihak dan menyamakan pemahaman. Ia menegaskan posisi DPRD sebagai mediator yang memastikan komunikasi antar pihak berjalan lebih baik demi terciptanya solusi yang adil dan terukur.

“Ada sesuatu yang perlu dibenahi bersama, duduk bersama. Ini tadi sudah ada kemajuan banyak, hanya belum sampai akhir. Nanti akan diteruskan hari Senin, 1 Desember 2025 di Kantor PT Jogja Tugu Trans,” jelas Nuryadi.

Dishub DIY melalui Kabid Angkutan, Wulan Sapto Nugroho, S.SI.T., M.T., menjelaskan bahwa peralihan dari SK Gubernur ke SK Dirjen membuat posisi pramugara tidak lagi diakomodasi dalam struktur biaya operasional. Namun, ia menyebut koefisien pengali gaji akan disesuaikan pada 2026 agar lebih proporsional antara pramudi dan pramugara.

Sementara itu, Dirut PT AMI, Ir. Priyatno Bambang Hernowo, S.T.,M.M, MPU, IPU, ASEAN.ENG, menambahkan bahwa sejumlah poin seperti seragam, bonus, dan denda akan dibahas lanjutan secara internal. Ia juga meminta dukungan publik dan DPRD untuk mendorong penggunaan layanan Trans Jogja sebagai bagian dari kampanye transportasi umum.

Sebagai tindak lanjut, seluruh pihak sepakat melanjutkan pembahasan pada Senin, 1 Desember 2025, di Kantor PT JTT bersama perwakilan Komisi B, C, dan D DPRD DIY. Pertemuan mendatang diharapkan mampu menghasilkan keputusan yang lebih konkret demi menjawab keresahan pekerja Trans Jogja. (dta/cc)

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*