Aliansi Jogja Darurat Sampah Pertanyakan Tata Kelola Sampah ke DPRD DIY

Jogja, dprd-diy.go.id – Aliansi Jogja Darurat Sampah mengunjungi DPRD DIY untuk menyampaikan keluhannya terkait permasalahan sampah di DIY yang belum terselesaikan. Audiensi diterima oleh Gimmy Rusdin Sinaga, S.E., Ketua Komisi C DPRD DIY, diruang Komisi C bersama perwakilan DLHK serta DPUPESDM pada Jumat (01/09/2023).

Dalam pembukaannya, Gimmy sepakat bahwa dalam menyelesaikan masalah sampah ini tidak mudah dan merupakan tantangan yang berat.

“Permasalahan sampah ini gak enteng, karna ini bukan hanya masalah di Jogja,” tegas Gimmy.

Perwakilan aliansi menyampaikan maksud dan tujuannya menyambangi DPRD DIY, yaitu untuk mempertanyakan tata kelola sampah kepada instansi-instansi terkait mulai dari anggarannya, kebijakannya hingga teknis pengelolaannya.

“Kami ingin menginisiasi pertemuan bersama yang difasilitasi DPRD DIY untuk membicarakan tata kelola sampah dari berbagai sektor,” jelasnya.

Salah satu perwakilan lainnya menyampaikan bahwa Ia merasa perlu adanya koordinasi antara beberapa jajaran eksekutif untuk memberikan solusi dari permasalahan sampah.

“Kaitannya dengan kebijakan kita mau ngukur dari kebijakan yang sudah dirumuskan itu bagaimana progressnya apa evaluasinya, masalahnya itu ada dimana, di anggaran kah atau di hal-hal teknis soal pengangkutan, pengolahan dan lain-lain kah atau mana,” kata salah satu perwakilan.

Harapannya perlu ada partisipasi aktif dari pemerintah kabupaten/kota tidak hanya dari provinsi guna menghindari salah salahan dan lempar tanggungjawab.

Rosdiana, perwakilan DPUPESDM, menjawab bahwa dalam penyelesaian masalah sampah ini perlu adanya kolaborasi antara pemerintah dan masyarakat DIY.

“Sampah itu masalah yang sangat krusial, sehingga semua harus terjun tidak hanya masyarakat tidak hanya pemerintah semuanya harus bergerak,” tegas Rosdiana.

Rosdiana mengungkapkan bahwa penutupan TPA Piyungan sudah direncanakan akan ditutup sementara pada bulan Juli sejak setahun yang lalu dan hal itu sudah dikoordinasikan kepada Pemerintah Kabupaten/Kota. Ia menjelaskan dari sisi regulasi UU No 23 Tahun 2014 tercantum kewenangan Pemda untuk mengingatkan kembali bahwa dalam menjalankan berbagai program penyelesaian masalah sampah juga menjadi kewenangan kabupaten/kota.

Pemda DIY terus melakukan monitoring dan koordinasi bersama Pemerintah Kabupaten/Kota setiap 3 hari sekali untuk memantau kondisi sampah-sampah di kabupaten/kota tersbut. Selanjutnya Rosdiana menyampaikan tata kelola yang sudah disusun bersama terkait peta pengelolaan sampah diawali dari kewenangan setiap kabupaten/kota.

“Kami minta dulu, kabupaten/kota punya apa, bisa berbuat apa terkait penanganan sampah, kemudian dari hasil itu dievaluasi sudah berapa persen masing-masing kabupaten/kota menyelesaikan sampah dari hulunya dengan berbagai program yang dijalankan,” kata Rosdiana.

“Seperti pemilahan sampah domestik rumah tangga, pemilahan sampah dihulu, penggunaan sampah semali pakai, TPST3R yang sudah mereka miliki,” keterangan Rosdiana lebih lanjut.

Dengan ditutupnya TPA Piyungan, maka Pemerintah Kabupaten/Kota dipaksa untuk dapat menyelesaikan permasalahan sampah di daerahnya dengan berbagai program dan regulasi yang dibuat.

Namun demikian, Pemda DIY juga tidak tinggal diam, Pemda DIY saat ini sedang menyusun regulasi terkait pengelolaan sampah dan berkoordinasi dengan Kementerian LHK dan Kementerian PURP apa yang bisa mereka bantu untuk penanganan secara holistik.

Rosdiana menjelaskan saat ini Pemda DIY dan Pemerintah Kabupaten/Kota sepakat untuk tidak lagi melakukan pembuangan sampah seperti yang dilakukan di Piyungan selama ini. Seluruh instansi pemerintah terkait sepakat untuk pengolahan sampah di tahun 2024 sudah berbasis teknologi, apapun teknologinya diserahkan kepada kabupaten/kota sesuai dengan kemampuan masing-masing karena berkaitan dengan anggaran dan lahan yang dimiliki.

Di provinsi, Pemda DIY tetap menyepakati TPA Piyungan menjadi tempat pemrosesan akhir regional, artinya hanya pembuangan residu-residu yang tidak bisa diolah di kabupaten/kota yang akan diolah di TPA Piyungan. Rosdiana menegaskan bahwa Pemerintah Provinsi tetap hadir untuk menyelesaikan masalah-masalah kabupaten/kota sesuai dengan peraturannya.

Koko, dari Balai Pengelolaan Sampah DLHK, menyampaikan saat ini TPA Piyungan masih mampu menerima sampah dari 3 wilayah yaitu Kabupaten Sleman, Bantul dan Kota Yogyakarta namun dengan pembatasan kuota yang hanya menerima 200 ton/hari.

Terkait Rencana Jangka Menengah Panjang, dari sisi anggaran, saat ini sedang melakukan koordinasi dengan bappeda dimana setiap kabupaten/kota diharuskan untuk segera menyiapkan anggaran tentang rencana anggaran di daerah masing-masing dalam jangka waktu terdekat.

Koko juga menekankan kepada pihak kabupaten/kota untuk tidak langsung membuang sampah ke TPA Piyungan.

“Di TPA Piyungan kami berusaha untuk mengubah mindset temen-temen, jangan hanya langsung membuang kesana sekarang dimulai dari sedikit-sedikit seperti di Bantul yang biasanya mengirim sampah 10ton/hari sekarang hanya mengirim 6-7ton/hari dengan melakukan pemilahan di deponya,” ungkap Koko.

Kembali pada perwakilan aliansi jogja, pihaknya menyampaikan bahwa provinsi sebenarnya menjadi pihak yang paling berwenang untuk menentukan arah kebijakan pengelolaan sampah. Ia juga bersikeras menitikberatkan pada peta kelola sampah provinsi sebelum pada kabupaten/kota.

Perwakilan ini mengusulkan untuk memperluas sosialisasi pemerintah akan teknologi yang saat ini sudah DIY miliki. Menurutnya permasalahan ini bisa diatasi jika ada keberanian pemerintah provinsi untuk menggerakan instansi-intansi lainnya termasuk kabupaten/kota untuk menyelesaikan sampah itu dari rumah.

Ia juga mengusulkan adanya aturan tegas memberlakukan denda untuk rumah yang tidak mengelola sampah sendiri dan membuat aturan antisipasi seperti penggunaan plastik sekali pakai. Selain itu usulan lainnya adalah memanfaatkan ruang masyarakat.

“Jogja ini terkenal dengan gotong royong, istimewa, nah ruang-ruang masyarakat ini yang justru kita dorong artinya penyelesaian masalah itu ada di tingkatan RT kemudian kelurahan,” jelasnya.

Forum diskusi ini diajukan Aliansi Jogja Darurat Sampah untuk mengetahui evaluasi dari peraturan yang sudah ada.

“Ketika berbicara mulai dari regulasi, terus kemudian ada pelaksanaan yang dilakukan masing-masing instansi selaku pelaksana teknis, hal pertama yang harus dibongkar dulu apa yang kemudian menjadi masalah sebelum nanti kepada solusi dan kesimpulan,” jelasnya.

Ia juga menyampaikan bahwa semua pihak harus mengevaluasi berbagai peraturan dan program yang sudah ada di DIY saat ini. Permasalahan yang muncul bisa terjadi karena kurangnya regulasi yang menjadi aturan atau tidak optimalnya implementasi dari setiap regulasi yang berlaku.

Diakhir penyampaiannya, pihak aliansi meminta laporan terkait persampahan ini bisa diberikan juga kepada publik agar dapat mengetahui sejauh mana strategi kebijakan sudah berjalan.

Selanjutnya, Gimmy juga menerangkan bahwa sekarang DIY memiliki 64 TPS3R yang bisa dimaksimalkan penggunaannya tanpa harus membangun 3 TPS3R baru. Ia juga menegaskan bahwa saat ini DIY memang sedang darurat sampah.

“Ini benar-benar darurat sampah, sekarang anggota dewan banyak sosialisasi perda, turun, itu hanya masalah sampah,” tegasnya.

Gimmy selaku pimpinan rapat menjadwalkan audiensi tindak lanjut terkait permasalahan sampah ini. Ia menyampaikan bahwa pertemuan selanjutnya akan menghadirkan lebih banyak lagi instansi-intansi terkait tidak hanya dari provinsi tetapi juga dari kabupaten/kota sesuai dengan permintaan aliansi jogja.

“Aliansi ini kalau bisa sekali lagi datang kesini dengan membuat surat audiensi langsung sebutkan saja dinas mana misalnya Bappeda, TAPD, PU, Dinas Lingkungan, bila perlu Biro Infrastruktur,” terangnya. (ps)

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*