
Jogja, dprd-diy.go.id – Paguyuban warga Karangwuni, Kulon Progo sambangi Komisi C DPRD DIY pada Jumat (1/9/2023). Kedatangan mereka untuk menyampaikan keresahan soal ganti rugi lahan guna pembangunan Jalur Jalan Lintas Selatan (JJLS).
Warga Karangwuni mengeluhkan ganti rugi lahan yang hingga kini tidak kunjung dibayarkan. Padahal proyek JJLS yang melewati lahan warga Karangwuni sendiri sudah berjalan sekitar 4 tahun belakangan ini.
Keresahan kian menjadi usai diketahui bahwa biaya ganti rugi telah diberikan kepada beberapa warga. Para warga ini mengeluhkan pembayaran yang hanya dilakukan pada beberapa warga saja padahal sebagian besar warga belum mendapatkan ganti rugi.
Wasul Khasani, salah seorang warga mengatakan tahun 2020 para warga ini sudah terdata sebagai penerima ganti rugi dengan appraisal yang sudah disepakati. Meskipun begitu nyatanya hingga saat ini jumlah appraisal yang sudah ditentukan belum juga berubah.
“Harga appraisal itu cuma bertahan dua tahun, harusnya diperbarui,” ungkapnya.
Ia juga mempertanyakan proses pembayaran dan penetapan appraisal yang menurutnya tidak sesuai dengan kesepakatan.
“Kami kawal proyek JJLS dalam rangka melaksanakan kepentingan negara, kami didik masyarakat agar bisa menerima (JJLS). Tapi faktanya dari sekian lahan yang digunakan harga appraisal sama tapi pembayarannya kenapa tidak bareng,” lanjutnya.
Gimmy Rusdin Sinaga, S.E., Ketua Komisi C yang memimpin audiensi tersebut menuturkan kepada Dinas PUP ESDM DIY agar memperhatikan keluhan warga ini. Gimmy berharap rencana dan konsep pengadaan lahan termasuk pembayaran ganti rugi dapat diselesaikan segera.
“Saya ingin tahu, rencananya kapan dan bagaimana kan sudah ada konsepnya. Saya minta tolong minta kepastian segera, mohon diselesaikan dengan baik apalagi ini berkaitan dengan danais,” ungkap Gimmy.
Terkait dengan appraisal, Gimmy berharap agar diadakan pembaruan data sebab masa pembayarannya sendiri sudah melewati 2 tahun. Ia berharap adanya langkah yang pasti dari Dinas PUP ESDM DIY dalam penetapan appraisal terbaru, juga proses pembayaran ganti ruginya.
“Nah kan harga ini perlu rembugan lagi dengan warga. Saya dorong ini segera dibahas karena dari 2019 dan 2023 ini harga sudah beda,” imbuhnya kepada dinas terkait.
Ian Kwaryantini, Kepala Bidang Bina Marga Dinas PUP ESDM DIY menanggapi bahwa memang pengadaan lahan dimulai pada tahun 2019, namun Izin Penetapan Lokasi (IPL) hanya bertahan 2 tahun. Sehingga dilakukan perpanjangan dan berakhir pada tahun 2022 lalu, permasalahannya adalah hingga kini IPL belum juga diperbarui.
“Perhitungan (ganti rugi) kami ajukan penganggaran sesuai hasil appraisal. Kami tidak melakukan penganggaran kamu hanya juru bayar,” ungkapnya.
Disampaikan bahwa total appraisal yang telah diperhitungkan yakni sebesar Rp485 miliar, namun yang sudah direalisasi baru sekitar Rp164 miliar. Ia menambahkan pihaknya telah melakukan pengajuan anggaran yang masih kurang tersebut, namun hanya sedikit yang disetujui.
“Kami butuh Rp149,6 miliar, yang turun hanya Rp15 miliar. Kami agak sulit membagi realisasi anggaran. Terkait hal ini akan kami koordinasikan, kami akan sampaikan setelah kami sampaikan ke pihak terkait,” kata Ian.
Sementara terkait warga yang sudah menerima ganti rugi, menurutnya pembayaran disesuaikan dengan urutan yang telah ditentukan pihak lain. Terkait urutan tersebut pihaknya menyebut hal ini bukan kewenangannya.
Ditambahkan Andi dari Dinas PUP ESDM pihaknya akan mengkoordinasikan kembali terkait penentuan appraisal. Hal ini tentunya membutuhkan IPL yang baru sehingga perlu waktu dalam penyelesaiannya.
“Untuk untuk memulai ini (penetapan appraisal) izinkan kami koordinasi dulu. IPL baru kami koordinasikan terkait ini, butuh waktu untuk (membuat) IPL dan apraisal,” jelasnya kepada warga yang membutuhkan kepastian. (fda)
Leave a Reply