Jogja, dprd-diy.go.id – Senin (25/01/2021) DPRD DIY bersama Wartawan Unit Sekretariat DPRD DIY melaksanakan forum diskusi dengan tema ‘Vaksinasi Covid-19 di DIY’. Kegiatan ini dihadiri oleh Koeswanto dan Sofyan Setyo Darmawan, Pimpinan Komisi D DPRD DIY dan Rany Widayati, Anggota Komisi D DPRD DIY.
Diikuti pula secara virtual oleh narasumber dari Kepala Dinas Kesehatan DIY Pembajun Setyaningastutie, pakar UGM Gunadi, Dhesinta Mulya dari RSUP Sardjito dan Mei Neni Sitaresmi dari Komda KIPI (Kejadian Ikutan Pasca-imunisasi) DIY.
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan DIY hingga Senin (25/01/2021), Pembajun menyampaikan sebanyak 22.180 tenaga kesehatan di Sleman dan Kota Yogyakarta sudah menjalani vaksinasi tahap pertama. Hingga saat ini, terdata sebanyak lima persen tenaga kesehatan tidak dapat mengikuti vaksinasi karena tidak memenuhi persyaratan kesehatan.
“Mereka yang tidak lolos (screening kesehatan) kebanyakan karena hipertensi, hamil, dan menyusui. Kebanyakan karena hipertensi,” ungkapnya.
Menurut Pembajun hipertensi ini kemungkinan disebabkan karena perasaan khawatir sehingga membuat tekanan darah tidak stabil. Ia menambahkan bahwa para tenaga kesehatan memang mengalami rasa lelah yang luar biasa dalam satu tahun ini.
“Mereka yang hipertensi karena khawatir divaksin dan mengalami kelelahan. Ini karena memang satu tahun terakhir nakes (tenaga kesehatan) mengalami kelelahan yang luar biasa,” jelas Pembajun.
Pada forum ini Pembajun turut menjelaskan bahwa cakupan vaksinasi sendiri sebesar 70 persen untuk membentuk herd immunity. Vaksinasi yang bertahap direncanakan hingga Maret 2022 ini ditujukan untuk memperkuat sistem kesehatan tubuh.
“Salah satu tujuan vaksinasi adalah memperkuat sistem kesehatan secara menyeluruh. Vaksinasi ini bertahap sampai Maret 2022. Yang tidak boleh divaksin salah satunya orang yang pernah terkena Covid-19,” ungkapnya.
Seraya menampik isu negatif yang beredar di tengah masyarakat tentang kandungan vaksin sinovac, Pembajun menjelaskan bahwa vaksin ini merupakan vaksin inaktif. Ia menjelaskan cara kerjanya yakni ketika vaksin masuk dalam tubuh akan dikenal sebagai benda asing yang mampu merangsang pembentukan zat kekebalan tubuh.
“Vaksin sebagai antigen, maka tidak menyebabkan penyakitnya, namun membentuk kekebalan karena tubuh akan membentuk antibodi alami ketika ada benda asing ini (vaksin inaktif),” terangnya.
Mei Neni Sitaresmi menambahkan memang banyak hal yang seharusnya dijelaskan ke masyarakat. Ia menjelaskan bahwa vaksinasi ini pada dasarnya merupakan strategi pencegahan COvid-19. Vaksinasi ini bisa dilakukan karena sudah teruji secara klinis dan disetujui Badan POM.
“Vaksin yang disuntikkan sudah disetujui Badan POM. Sebelumnya juga diuji melalui melalui penelitian, uji klinis fase satu sampai tiga,” jelasnya.
Ia menyampaikan bahwa vaksin sinovac ini ini sudah dinyatakan aman di atas standar badan kesehatan dunia (WHO) yakni mencapai 65 persen. Mei Neni menegaskan bahwa pelaksanaan vaksinasi juga tetap harus sesuai dengan protokol kesehatan.
“Tidak ada obat atau vaksin yang 100 persen sempurna. Reaksi setelah divaksin mungkin demam, biasanya dua hari,” jelasnya.
Deshinta Mulya juga mengungkapkan hal serupa bahwa vaksinasi merupakan upaya untuk saling melindungi dari bahaya virus Covid-19. Menurutnya orang-orang yang tidak dapat menerima vaksin ini juga dapat tetap terjaga dengan dilakukannya vaksinasi orang-orang di sekitarnya.
“Vaksinasi merupakan upaya yang tidak hanya melindungi individu itu tetapi juga orang lain yang tidak bisa dilakukan vaksinasi karena berbagai sebab. Inilah yang dinamakan kerja bersama,” ungkapnya.
Selaku Sekretaris Komisi D yang bermitra dengan Dinas Kesehatan DIY, Sofyan mengatakan agar dilakukan sosialisasi secara massif kondisi kesehatan para tenaga kesehatan pasca mengikuti vaksinasi. Menurutnya masyarakat akan lebih mudah menerima program vaksinasi ini jika mengetahui vaksinasi yang dilakukan para tenaga kesehatan.
“Mohon di-publish saja yang sudah dilakukan (vaksinasi) oleh Dinas Kesehatan. Tidak hanya pejabat teras saja yang di-publish setelah menerima vaksin. Justru tenaga kesehatan ini masyarakat harus tahu,” ungkapnya.
Ia berharap vaksinasi kepada tenaga kesehatan di berbagai tingkatan dapat dipublikasikan. Menurutnya langkah seperti ini lebih efektif daripada harus menjelaskan kepada masyarakat tanpa adanya fakta nyata.
“Dibuktikan setelah divaksin, kondisinya baik-baik saja. Saya kira masyarakat akan lebih mantap menerimanya. Kalau perdebatan di masyarakat terus ditanggapi, kita tidak produktif. Cukup di-publish bagaimana nakesnya dan diperlihatkan kondisinya. Biarkan masyarakat melihat dan menilai,” imbuhnya.
Selain itu, ia menambahkan bahwa kenyataan di tengah masyarakat banyak yang belum mengetahui 16 macam kriteria orang yang tidak dapat diberikan vaksin Covid-19. Hal ini dikatakan Sofyan agar tidak menimbulkan keraguan masyarakat jika tidak bisa menerima vaksin.
”Kita harap ya 16 kriteria itu (yang tidak dapat menerima vaksin) perlu dijelaskan lebih lanjut ke masyarakat agar tidak menjadi polemik,” harapnya.
Sementara Koeswanto menambahkan berdasarkan hasil temuannya banyak masyarakat yang masih menganggap sepele Covid-19. Ia mengimbau pemda untuk dapat memberikan instruksi hingga ke tingkat RT dan RW untuk penegakan protokol kesehatan.
“Pemda DIY ini saya rasa perlu mengeluarkan instruksi yang diturunkan sampai tingkat kelurahan hingga RT dan RW untuk penegakan protokol kesehatan. Setidaknya ada patroli protokol kesehatan. Kami melihat di masyarakat, menurut saya mengabaikan masalah Covid-19. Padahal ini sangat membahayakan,” ungkapnya.
Menurutnya kebijakan pemerintah akan tidak optimal jika tidak ada kerja sama dengan masyarakat. Menurutnya masyarakat yang menganggap sepele Covid-19 ini juga imbas dari kurang tegasnya pemerintah.
“Tidak salah jika masyarakat menganggapnya sepele. Program dari pemerintah tidak berjalan baik jika tidak ada kerja sama dengan masyarakat,” tambahnya. (fda)
Leave a Reply