Jogja, dprd-diy.go.id – Kamis (21/3/2019) DRPD DIY mengundang PT Aquila Property Indonesia untuk mempresentasikan pengembangan pemukiman sederhana untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Program ini sebenanya diawali dengan inisitif dari DPRD DIY melihat kenyataan bahwa perumahan sederhana bagi masyakarat berpenghasilan rendah itu sangat penting. Yoeke Indra Agung Laksana menuturkan bahwa pada kesempatan ini DPRD DIY dan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) mencoba mengkaji hal-hal yang dapat mendukung program bersama.
Dharma mengingatkan bahwa program ini harus disesuaikan dengan Peraturan Daerah (Perda) Rencana Tata Ruang Wilayah. Dharma berharap agar Dinas Pertanahan dan Tata Ruang DIY untuk menentukan wilayah-wilayah yang layak untuk dibangun pemukiman secara teknisnya. “Karena kalau pakai kajian secara konveksional itu selalu dapat wilayah yang peruntukannya untuk perumahan. Kami sampaikan, wilayah mana saja yang tersedia bisa, khususnya tanah Sultan Ground, tanah pemerintah, atau tanah milik masyarkat yang secara teknis akan memenuhi syarat untuk dibangunnya ini dengan harga dibawah 100 ribu per meter persegi.”
Wakil Ketua DPRD DIY tersebut mengatakan bahwa program ini berupaya mencari alternatif, yaitu membuat perumahan yang murah dan nyaman. Menurut Dharma harga dapat menjadi murah jika komponen biaya dapat ditekan tanpa menurunkan kualitas, seperti kecepatan membangun dan bahan material. Kepada Dinas Pekerjaan Umum Perumahan dan ESDM, Dharma berpesan untuk membuat memilih rumah seluas 36 meter persegi dan lahan tanah seluas 72 meter persegi.
“Kita dapat pembangunan rumah yang cukup cepat dan tahan gempa. Masih ada challenge-nya, tantangannya adalah kalau kita bangun rumah pakai panel beton harus diproduksi dalam jumlah besar baru bisa murah, sedangkan jumlah rumah di Jogja kecil,“ ucap Dharma menyampaikan model perumahan yang dimaksud.
Sophie Martineau dari PT Aquila Property Indonesia bahwa struktur rumah yang dirancang tahan gempa ini menggunakan struktur baja yang sangat ringan, beton yang sudah melewati proses autoklaf dan aerasi dan diperkuat dengan struktur baja, serta atap resin sintetis. Kualitas material yang sangat tinggi dan pembangunan yang resistan disampaikan oleh Sophie mampu memenuhi standar pembangunan di Jepang untuk struktur bangunan anti gempa.
Kepada para hadirin Sophie memperagakan proses pemasangan panel yang dipasang menggunakan rocking method yang dinilai mampu bergerak mengikuti deformasi rangka sehingga dapat menghindari terjadinya kerusakan besar pada saat terjadi gempa bumi. Sophie turut menjelaskan bahwa proses pembangunan rumah sederhana untuk masyarakat berpenghasilan rendah ini sangat cepat, yaitu sekitar 4 hari untuk membuat fondasi dan 6 hari untuk memdirikan rumah. Hal tersebut tentunya senada dengan yang disampaikan Dharma yang bertujuan untuk memangkas pengeluaran dengan kecepatan pembangunan. (fda)
Leave a Reply